Home / Fantasi / Teleportasi / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Teleportasi: Chapter 1 - Chapter 10

20 Chapters

Prolog

Keira melihat dengan jelas sosok pria yang menusukkan belati berwarna perak digenggamnya berkali-kali di bagian perut seorang wanita. Seolah memastikan agar korbannya meregang nyawa saat itu juga. Wanita itu hanya bisa meringis menahan sakit, ia terlihat sangat ketakutan, wajahnya semakinnlama semakin pucat tak berdaya. Kacamatanya yang mulai merosot memperlihatkan mata belo yang indah, dan seketika itu juga wanita itu tergelepar di atas rerumputan malam yang mulai berembun.  Tubuh Keira kaku, ia ingin berlari namun tak sanggup saat tangan wanita yang berlumuran darah itu mencengkeram pergelangan kaki kanannya. Bibirnya Keira kelu melihat pemandangan yang mengerikan itu tepat di depan matanya. Tapi tak ada yang bisa dilakukannya selain melihat wanita itu menghembuskan nafas terakhirnya, dengan raut wajah putihnya yang pucat di bawah siraman ca
Read more

Chapter 1: Hay Keira!

Tahun ajaran baru selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu setiap calon peserta didik baru. Sensasi masuk sekolah baru, dengan teman-teman baru tentu saja sangat dinanti oleh semua siswa, apalagi remaja. Tapi sepertinya tak begitu dengan Keira, gadis 15 tahun yang tahun ini akan masuk SMA. Entah kenapa ia super malas dan enggan untuk memulai sekolah, terlebih harus masuk ke sekolah asrama untuk pertama kalinya. Malas! Satu satunya hal yang dirasakan Keira, bahkan jika diberi satu kesempatan untuk meminta, ia ingin waktu segera berhenti saat itu juga. Ia enggan bertemu teman baru, lingkurang baru yang mengharuskannya beradaptasi lagi. Apalagi sekolah dengan sistem asrama yang pasti akan sangat disiplin. Memang, bukan tanpa alasan orang tua Keira memasukan anaknya ke sekolah asrama. Karena sekolah itu seperti sekolah keluarga, dimana dahulu ayah dan ibunya juga bersekolah di sekolah asrama yang sama. Mereka berpiki
Read more

Chapter 2: Kejadian di Gramexia

Keira mulai malangkahkan kakinya menuju tempat yang dimaksud oleh ibunya, dengan sedikit ragu sesekali ia menoleh menatap punggung ibunya yang semakin lama semakin menjauh dari pandangannya, bahkan sudah tak tentu rimbanya.  Keira melangkah menuju escalator yang akan membawanya ke lantai 2. Masih merasa seperti seorang pendatang baru dari kota yang bersuhu tinggi, Keira tampak kikuk.  Sebuah toko yang sangat ramai dipenuhi oleh remaja dan anak-anak telah menunggunya untuk dimasuki, tapi sesaat Keira berdiri di depan toko yang memajang nama Gramexia, matanya segera tertuju pada papan nama yang terpasang di atas pintu masuk. “Gramexia!” nama toko peralatan sekolah dan buku super lengkap yang memiliki jaringan terbesar di negara ini, tentu sudah tak asing lagi bagi Keira, karena di kota asalnya juga baru-baru ini sudah launching. Keira pun melangkahkan
Read more

Chapter 3: Pinewood

Sepanjang perjalanan Keira terus memikirkan memar yang ada di dahinya, tapi seperti biasa dia mulai memperhatikan rute jalan dan mengingat baik-baik di otaknya.  Dari halaman rumah, sedan merah itu berbelok ke kanan, melintasi jalanan yang terasa teduh dengan pohon akasia tua yang menghiasi sisi kanan dan kiri jalan. Keira ingat bahwa itu adalah jalan yang dilaluinya kemarin saat pulang dan pergi ke pusat perbelanjaan. Mobil itu melewati tanjakan kecil di ujung jembatan yang menghiasi sebuah lapangan basket dan segera berbelok ke kiri melintasi sebuah rumah sakit umum.  Meluncur lurus melalui jalan raya dengan dua jalur besar yang berpusat pada sebuah tugu di perempatan yang lebar. Tidak sampai lima menit dari perempatan sedan merah itu memasuki sebuah halaman yang cukup luas, dan berhenti di tempat parkir sebuah gedung besar dan sepertinya sangat tua. &nbs
Read more

Chapter 4: Jalan Rahasia

Krriiiiinggggg!!!!   Bel di ruang makan menjerit, Keira dan Liny segera berlari menuju ruang makan yang terletak di depan kamar asrama, yang telah siap digunakan.   Dua meja kayu terbentang di tengah-tengah, disusun berurutan menjadi satu, di atas meja itu telah terhidang makanan yang cukup untuk disantap oleh lebih dari 100 orang.    Ruang makan yang satu jam lalu sepi, berubah 180 derajat. Semua penghuni kamar barat dan timur keluar, dengan tertib para murid laki-laki menduduki bangku sebelah barat dan duduk menghadap ke arah timur.   Sedangkan murid perempuan duduk di sebelah timur dan menghadap ke arah barat. Sepertinya petugas ruang makan telah berhasil menertibkan makan siang.   Keira merasa bingung, tapi sepertinya yang lain tidak. Karena sistem asrama ini sudah biasa bagi SMP dan SMA Pinewood. Jadi tentu saja mereka yang mayoritas berasal dari SMP Pinewood sudah terb
Read more

Chapter 5: Perlahan Menjadi Kenyataan

Semua siswa kelas satu telah berkumpul di ruangan yang tadi siang digunakan untuk makan, tapi sayang di meja panjang itu saat ini belum tersaji makanan satu pun.    Di ujung meja seorang wanita paruh baya sudah memegang sebuah mikrofon dan sepertinya ia akan mulai berbicara.   “Perkenalkan nama saya Berta, kalian bisa memanggil saya Bu Berta, saya adalah pengawas yang ditugaskan menjadi Kepala Asrama kelas satu."   "Jadi kalau kalian mempunyai keluhan atau masalah, kalian bisa membicarakannya pada saya, dan jika kalian melanggar peraturan kalian akan berhadapan dengan saya dan mendapatkan sebuah hukuman." "Ada banyak jenis hukuman yang bisa diberikan, dan hukuman terparah adalah ‘Kamar Tertutup’."   "Untuk menghindari hukuman itu ada beberapa peraturan yang harus kalian patuhi selama menjadi penghuni asrama ‘Pinewood International School'."   Bu Berta berbicara t
Read more

Chapter 6: Hari Pertama Sekolah

Krrrriiiiiingggggg!!!   Seolah tiada lelah, bel di depan pintu asrama selalu menjerit kencang membangunkan seisi kamar asrama untuk memulai awal tahun ajaran baru.    Di setiap kamar terlihat tak teratur, karena kamar mandi hanya ada satu di setiap kamar, maka lima anak harus saling bergantian, tapi bagaimana jika semua anak ingin mandi lebih dulu.   “Aku yang pertama!” seru Vero pada Liny dan Keira yang bangun lebih awal.   “Liny bangun lebih dulu dari kita Ve!” tegas Keira.   “Tunggu! Sebaiknya kita mengundinya saja!” sambung Fane dan Fani bersamaan.   “Lebih baik menggunakan urutan kartu pelajar saja!” ujar Liny dengan rambutnya yang acak-acakkan.   “Terserah deh!” sahut Vero lemas menerima hasil akhir yang memutuskan Liny untuk berada di urutan mandi pertama, kedua Keira, ketiga Fane dan Fani yang memutuskan mandi bersama, dan ya
Read more

Chapter 7: Teleportasi

Setelah makan siang selesai, Keira seorang diri masuk ke kamarnya, karena Liny harus melaksanakan tugas piketnya.    Di dalam kamar kembali dilihatnya Vero yang tengil bersama dua anak kembar yang makin mengacaukan suasana.   “Akhirnya si pencari perhatian datang juga!”    Ucap Vero sinis dengan hidungnya yang sedikit dinaikkan, tapi Keira tak menghiraukan ucapan teman sekamarnya itu.   Ia segera meraih rok seragamnya yang tergantung di dalam lemari pakaian dan tak lama kemudian diambilnya selembar kertas dari dalam saku rok merah itu.    “Kamu itu manusia atau batu sih!” bentak Vero menghampiri Keira di depan lemarinya, dan kali ini Keira tak bisa diam.   Saat tiba-tiba tangan Vero tiba-tiba menarik liontin dari rantai kalung Keira yang menjuntai di luar bajunya, tapi semuanya sia-sia. Liontin itu cukup kuat untuk ditarik dari rantai tali kalu
Read more

Chapter 8: Wanita Dalam Mimpi

  Malam yang dingin membuat semua penghuni asrama terlelap di balik selimut tebalnya, hanya Keira yang masih tetap terjaga.    Ia mengendap-endap menyusuri ruang makan yang gelap, menuju ruang santai yang dipenuhi lukisan, beberapa komik dan sofa-sofa kecil di sekeliling meja billiard berwarna hijau.    Kakinya yang beralaskan sneakers mulai menapaki lantai ubin di ruang santai, Keira mengenakan celana panjang berbahan cotton biru navy dan sweater panjang dari wol berwarna biru laut, ia segera menaiki kursi kayu yang terletak di depan meja di sudut ruangan.   “Aku harus mencobanya!” perintah Keira pada dirinya sendiri.    “Aku harus membuktikan, apakah ini teleportasi atau hanya mimpi saja,” tegasnya menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya.   Beberapa detik kemudian Keira memejamkan matanya dan berusaha berkonsentrasi untuk mengingat  sebua
Read more

Chapter 9: Malam Perkenalan Pinewood

Waktu telah menunjukkan pukul 17:55 WIB, acara pembukaan tahun ajaran baru akan segera dimulai.    Aula Pinewood lebih ramai dan meriah dari tadi siang, murid kelas satu yang memakai seragam merah berbaris di bagian timur.   D tengah aula untuk murid kelas dua yang mengenakan seragam serupa dengan kelas satu hanya saja warnanya biru tua.   Sedangkan murid kelas tiga berbaris di bagian barat dengan mengenakan seragam berwarna hitam.    Seragam di SMA Pinewood memang warnanya berbeda dari kelas satu sampai tiga, tapi motif dan modelnya sama, dan itu mempermudah siswa mencari teman angkatan mereka.   “Kakakmu mana, Lin?” tanya Rion pada Liny di tengah barisan.    “Entahlah, dari tadi aku belum melihatnya!” sahut Liny celingukan kesana-kemari.   “Kenapa dari tadi siang kau diam terus, apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?”
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status