Beranda / Fantasi / Teleportasi / Chapter 5: Perlahan Menjadi Kenyataan

Share

Chapter 5: Perlahan Menjadi Kenyataan

Penulis: Khansa Maria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Semua siswa kelas satu telah berkumpul di ruangan yang tadi siang digunakan untuk makan, tapi sayang di meja panjang itu saat ini belum tersaji makanan satu pun. 

Di ujung meja seorang wanita paruh baya sudah memegang sebuah mikrofon dan sepertinya ia akan mulai berbicara.

“Perkenalkan nama saya Berta, kalian bisa memanggil saya Bu Berta, saya adalah pengawas yang ditugaskan menjadi Kepala Asrama kelas satu."

"Jadi kalau kalian mempunyai keluhan atau masalah, kalian bisa membicarakannya pada saya, dan jika kalian melanggar peraturan kalian akan berhadapan dengan saya dan mendapatkan sebuah hukuman."

"Ada banyak jenis hukuman yang bisa diberikan, dan hukuman terparah adalah ‘Kamar Tertutup’."

"Untuk menghindari hukuman itu ada beberapa peraturan yang harus kalian patuhi selama menjadi penghuni asrama ‘Pinewood International School'."

Bu Berta berbicara terus menerus, tanpa mempedulikan murid yang sepertinya jenuh mendengarkannya.

"Tidak boleh berada di dalam asrama selama jam pelajaran sekolah berlangsung. Begitu juga sebaliknya saat jam pelajaran selesai semua murid harus berada di dalam lingkup gedung asrama, dan tidak diijinkan berkeliaran di gedung kelas kecuali Perpustakaan."

"Untuk siswa tahun pertama, akan diijinkan pulang satu bulan satu kali, selama dua hari, itu pun jika ada keluarga yang menjemput kalian."

"Untuk semua murid tidak diijinkan merokok, tidak diijinkan menggunakan kosmetik dan perhiasan berlebihan."

"Tidak boleh membawa majalah atau gambar-gambar yang tak pantas untuk dilihat, sedangkan komputer atau laptop kalian hanya bisa menggunakan milik sekolah dan tidak diperkenankan membawa sendiri. Handphone hanya dapat dipakai dihari libur."

"Bagi murid wanita, rok seragam tidak boleh terlalu tinggi di atas lutut. Sedangkan murid laki-laki celana seragam harus 2 cm di bawah mata kaki, dan yang terpenting adalah tidak boleh mengenakan sepatu yang berbeda dengan teman kalian, semuanya memakai seragam dan sepatu yang dikeluarkan dari sekolah."

”Untuk lebih jelasnya kalian bisa membacanya di papan pengumuman yang akan dipasang di dinding asrama besok, dan seragam telah disiapkan di lemari kalian masing-masing."

"Sampai  disini saja perkenalannya, lima belas menit lagi makan malam, jadi tetaplah duduk di tempat kalian masing-masing!” Perintah Bu Berta dengan tegas dan amat panjang lebar.

Wanita berusia sekitar 50 tahun itu segera duduk di balik meja makan yang menghadap ke meja makan siswa, rambutnya yang hitam diikat dan digulung ke dalam seperti seorang balerina.

Sedangkan tubuhnya yang tinggi besar membuatnya terlihat berwibawa dengan alis hitam yang tebal seolah menegaskan setiap tatapannya. 

Tapi, tak lama kemudian Bu Berta kembali bangkit dari kursinya setelah seorang pria berjenggot tebal yang tak lain adalah penjaga asrama kelas satu menghampirinya dan membisikkan sesuatu pada Bu Berta yang segera melemparkan pandangannya pada semua murid yang terlihat bertanya-tanya.

“Satu hal lagi, ibu mendapat laporan bahwa ada dua siswa yang telah melanggar peraturan!” ungkap Bu Berta dan membuat Keira tersentak mendengarnya.

Keira segera melirikkan matanya ke kiri, di seberang meja ia melihat Rion yang tak kalah kaget sembari menatapnya.

“Dari kamar 221 dan kamar 255! Bagi kalian berdua yang merasa telah melanggar peraturan ayo cepat maju, sebelum nama kalian berdua dipanggil!"

“CEPAT!!” tegas Bu Berta dengan suara yang menggema di ruang makan, seolah menggetarkan lampu kristal yang tergantung di langit- langit.

“Kamu?” tanya Liny kaget tak percaya.

Keira segera beranjak dari kursinya dan melangkahkan kakinya ke depan memenuhi panggilan Bu Berta. 

Walaupun ia mempercepat langkahnya untuk menghindari tatapan semua murid yang terasa mencibirnya, termasuk tiga teman sekamarnya, tapi ia tak kunjung sampai di hadapan wanita yang sudah menantinya dengan tatapan tak bersahabat.

“Jadi kamu! Apa yang kamu lakukan di luar asrama? Dan mana temanmu itu?” tanya Bu Berta meninggikan suaranya saat menyadari satu murid yang belum memenuhi panggilannya.

“Mana temanmu? Atau perlu ibu tayangkan melalui rekaman CCTV?"

Bu Berta menatap Keira yang tak mampu mengangkat kepalanya untuk melihat wanita yang dari dekat terlihat mengerikan, kulit wajahnya yang tebal dah dipenuhi bekas jerawat membuatnya terlihat garang.

Keira lupa bahwa ada CCTV yang terpasang di beberapa sudut koridor gedung sekolah. Wajar saja dia anak baru, kenapa Rion tak menyadarinya juga.

“Apa dia seorang pengecut yang tak berani mempertanggungjawabkan kesalahannya?” 

Suara Bu Berta yang semakin geram. Semua murid terdiam di depan meja makan. Keira mengangkat kepalanya, dari kejauhan terlihat Rion yang mencoba bangkit dari kursinya.

“Dasar pengecut!” batin Keira menatap Rion. 

Melihat hal itu, Vero seolah tak percaya dengan apa yang terjadi, ia terlihat seperti cacing kepanasan di atas bangkunya. Gadis centil itu tampak kaget melihat Rion adalah orang yang dimaksud.

“Akhirnya datang juga! Bocah pengecut!” cibir Bu Berta yang terlihat sedikit terkejut menatap Rion yang terlihat geram mendengarnya.

“Sebutkan nama lengkapmu keras-keras?”

“Rion Airlangga!” teriak Rion membuat seisi ruang makan menyorakinya.

“Kamu?”

“Keira Atlantic!” lanjut Keira menghela nafasnya dalam-dalam.

 “Keira, Rion, karena ini hari pertama kalian di asrama ini, dan peraturan juga baru saja diumumkan, jadi hukuman untuk kalian berdua adalah."

Bu Berta menghentikan sejenak ucapannya, seperti membuat suasana semakin menegangkan, atau memang sedang berpikir hukuman apa yang tepat untuk dua anak didepannya.

"Tetap berdiri di depan sampai makan malam tiba dan setelah makan malam kalian berdua harus membantu pegawai dapur membereskan meja makan’!”

“APA?!!” seru Keira dan Rion bersamaan, dan membuat Bu Berta sedikit kaget melihat reaksi dua remaja itu.

“Atau kalian ingin mencoba ‘Kamar Tertutup’!” ancam wanita paruh baya itu dengan melebarkan matanya dan membuat dua anak di depannya tertunduk lemas.

Lima belas menit terasa bagai satu jam, Keira dan Rion berdiri berdampingan menghadap ke depan, beberapa murid terlihat tersenyum mengejek, beberapa lagi berbisik-bisik dan menyunggingkan bibirnya menatap Keira dan Rion.

“Kembalilah ke tempat duduk kalian dan ingat setelah selesai makan jangan pergi dari tempat kalian!” ujar Bu Berta, kali ini ada sedikit senyuman kecut di wajahnya, entah apa maksudnya.

Keira dan Rion kembali ke bangku mereka dengan penuh kekesalan, dan siap mengisi perut mereka dengan makanan yang telah tersaji di meja panjang di hadapannya.

“Ngapain aja sama Rion?” sambut Vero ketus saat Keira akan membalik piring makannya.

“Dasar anak luar! Harusnya kamu nyadar kamu itu nggak pantes masuk sini!” lanjut Vero dari samping Liny.

“Maksudmu?” selidik Keira menatap Vero dengan tatapannya yang dingin.

“Kamu itu orang luar nggak sepantesnya kamu masuk Pinewood!” tegas Vero mencoba menghidari tatapan Keira.

“Sudah-sudah!” seru Liny yang duduk diantara Vero dan Keira, mencoba meredakan perdebatan yang akan bertambah parah jika dibiarkan.

“Liny! Kamu belain dia!” gerutu Vero, mencabik-cabik potongan daging di atas piringnya dengan garpu dan pisau yang digenggamnya. 

Keira hanya menggelengkan kepalanya dan mulai memasukan potongan daging asap ke dalam mulutnya, ia perlu energi lebih untuk menjalani hukuman setelah ini.

“Sepertinya ini awal yang buruk!” gumam Liny pada Keira yang tak banyak bicara.

“Sepertinya begitu!” sahut Keira, tanpa memandang sahabatnya yang terlihat khawatir.

“Tapi, darimana Bu Berta tahu ada murid yang keluar dari asrama? Padahal setahuku nggak ada satu orang pun penjaga di luar!”

“Aku sudah pernah bilang, mulai pukul 12:00 WIB ada penjaga, dan Kakak ku pernah bilang ‘walaupun penjaga itu pergi atau tak ada di tempatnya, tapi ada kamera pengintai yang akan menggantikan tugas penjaga itu, mungkin dipasang di setiap sudut asrama ini, aku juga nggak tau!” beber Liny.

“Begitu ya, jadi kamera itu akan diaktifkan saat penjaga itu pergi?”

“Mungkin!”

Sore hari yang gelap dan dingin, dari pagar besi yang menutup pintu asrama terlihat air hujan yang masih turun dengan derasnya membasahi daun cemara yang tumbuh lebat berwarna hijau. 

Ruang makan yang besar kini lebih terlihat megah dengan cahaya terang yang bersumber dari lampu kristal yang digantung di langit-langit. 

Tapi meja makan yang panjang itu terlihat kotor dan berantakan, lima orang pegawai dapur sedang membersihkan dan membenahi setiap bagian meja dibantu oleh dua orang murid yang dihukum.

“Ini semua gara-gara kamu, tau!” seru Rion dari seberang meja. 

"Apa?”

“Dasar pengecut!” sahut Keira memicingkan matanya ke sebrang meja, tangannya masih tetap bergerak untuk mengelap meja dengan kain lap berwarna hijau tua.

“Kalo saja tau, akan begini kejadiannya, aku nggak akan menolongmu!”

“Kan sudah kubilang, aku nggak butuh bantuan dari pengecut sepertimu! Salahmu sendiri! Dan perlu kamu tau! Paling nggak aku bisa menghadap Bu Berta, nggak kayak kamu yang memalukan!” sindir Keira dengan suaranya yang dingin.

“Kamu! Kamu nggak tau apa-apa, jadi jangan menghakimiku seperti itu! Dan kamu harus ingat ‘aku bukan pengecut’!” tegas Rion pada gadis yang tak mempedulikannya.

“DIAM!!!” Teriak Bu Berta yang tiba-tiba muncul.

“Kalian sedang dihukum! Jadi jangan banyak bicara atau akan ibu tambah hukumannya!” tegas Bu Berta dan segera berlalu meninggalkan Keira dan Rion yang terpaku melihatnya.

Satu jam berlalu, meja makan sudah kembali terlihat bersih dan mengkilat, Keira dan Rion masuk ke kamarnya tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Di dalam kamar 221, Vero sudah menanti kedatangan Keira.

“Aku peringatkan kamu agar menjauh dari Rion, atau kau akan menyesal!” ancam Vero sembari mendorong tubuh Keira ke dinding kamar dan menekankan tangannya di leher Keira yang diam dan menatap teman sekamarnya dengan tatapan kosong.

“Kamu itu bener-bener pengaruh buruk ya!!!” lanjut Vero.

“Ve! Sudah hentikan!” seru Liny menarik tubuh Vero yang lebih tinggi darinya.

“Kamu jangan ikut campur, deh Lin!!!” bentak Vero menghempaskan tubuh Liny ke atas kasurnya. 

Melihat itu, dengan sekuat tenaga Keira melepaskan dirinya dari lengan Vero yang lebih besar sedikit darinya.

“Tingkahmu itu memuakkan tau! Asal kamu tau saja, aku nggak berminat dengan seorang pengecut seperti Rion! Dan kayaknya kamu harus jaga tanganmu sebelum nyesel!” bentak Keira dengan tatapan menantangnya yang kali ini membuat nyali Vero ciut, Si kembar Fane dan Fani segera beranjak dari kasurnya dan menghampiri Vero yang terdiam membeku.

Malam pertama yang kurang mengenakkan untuk terlelap dalam tidur, suasana yang sepi membuat Keira gelisah, lagi-lagi ia takut untuk tidur dan bermimpi. 

Di samping kirinya Liny sudah terlelap, mungkin sekarang dia sedang bermimpi bersama kakaknya yang selalu diceritakannya pada Keira.

Si Kembar yang tidur di sebelah kanan Keira, merapatkan ranjangnya menjadi satu dan saling berpelukan dalam tidurnya, sedangkan Vero tampak lebih cantik saat tidur dan tak ada yang akan menyangka jika bangun dia akan menjadi gadis yang mengerikan dan kasar.

Keira pun menatap langit-langit kamar dan berusaha keras menahan matanya agar tetap terjaga.

Dan saat Keira membuka matanya lebar-lebar, kembali dilihatnya wanita itu. Wanita muda itu menahan rasa sakit di perutnya yang terluka parah.

Perlahan ia menyeret tubuhnya dan tangannya yang berlumuran darah mencengkeram kaki kanan Keira yang ketakutan setengah mati.

“Tidaakkk!!!” teriak Keira membangunkan semua penghuni kamar 221.

“Kei! Kamu mimpi buruk?” tanya Liny yang langsung beranjak dari tempat tidurnya dan menghampiri Keira.

“Dasar! Tidur pun membuat onar!” bentak Vero dari atas ranjangnya, ia segera menutupkan sebuah bantal ke kepalanya.

Keira terduduk merasakan nafasnya terengah-engah, keringat membasahi tubuhnya yang tertutup selimut.

“Aku baik-baik saja!” seru Keira pada Liny yang naik kembali ke atas kasurnya setelah yakin bahwa temannya itu tak membutuhkan bantuannya.

Jam dinding di atas pintu menunjukan pukul 01:00 WIB. Sesaat Keira menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya.

Perlahan ia mulai merasakan dadanya yang terasa dingin, tangannya mencoba menarik sesuatu dari dalam bajunya.

“Liontin ini?” gumam Keira menggenggam erat Liontin yang terasa sangat dingin, ia beranjak dari kasurnya dan saat kakinya menyentuh lantai kamar.

Kali ini matanya benar-benar tercengang, tubuhnya terasa lemas saat dilihatnya cairan berwarna merah lengket yang berlumuran di pergelangan kakinya.

“Darah?” Keira segera berlari masuk ke dalam kamar mandi, ujung jari telunjuknya mencoba menyentuh cairan merah itu dan perlahan mendekatkannya di depan lubang hidung.

“Darah!” seru Keira mencium bau amis dan besi yang menyengat dari cairan merah itu.

Keira berjalan kembali ke atas tempat tidurnya setelah mencuci bersih kakinya, pandangannya kosong, tubuhnya lemas, bibirnya terasa kelu, keadaannya saat itu tampak lebih kacau dari apapun.

“Jangan-jangan hal itu akan terjadi lagi, tapi aku tak mau mengalami kejadian mengerikan itu, aku tak mau semua kejadian mengerikan itu terulang lagi, aku mau hidup baru!” kata-kata itu terus keluar dari bibir Keira, hingga ia tak menyadari dirinya telah tertidur kembali

Bab terkait

  • Teleportasi   Chapter 6: Hari Pertama Sekolah

    Krrrriiiiiingggggg!!! Seolah tiada lelah, bel di depan pintu asrama selalu menjerit kencang membangunkan seisi kamar asrama untuk memulai awal tahun ajaran baru. Di setiap kamar terlihat tak teratur, karena kamar mandi hanya ada satu di setiap kamar, maka lima anak harus saling bergantian, tapi bagaimana jika semua anak ingin mandi lebih dulu. “Aku yang pertama!” seru Vero pada Liny dan Keira yang bangun lebih awal. “Liny bangun lebih dulu dari kita Ve!” tegas Keira. “Tunggu! Sebaiknya kita mengundinya saja!” sambung Fane dan Fani bersamaan. “Lebih baik menggunakan urutan kartu pelajar saja!” ujar Liny dengan rambutnya yang acak-acakkan. “Terserah deh!” sahut Vero lemas menerima hasil akhir yang memutuskan Liny untuk berada di urutan mandi pertama, kedua Keira, ketiga Fane dan Fani yang memutuskan mandi bersama, dan ya

  • Teleportasi   Chapter 7: Teleportasi

    Setelah makan siang selesai, Keira seorang diri masuk ke kamarnya, karena Liny harus melaksanakan tugas piketnya. Di dalam kamar kembali dilihatnya Vero yang tengil bersama dua anak kembar yang makin mengacaukan suasana. “Akhirnya si pencari perhatian datang juga!” Ucap Vero sinis dengan hidungnya yang sedikit dinaikkan, tapi Keira tak menghiraukan ucapan teman sekamarnya itu. Ia segera meraih rok seragamnya yang tergantung di dalam lemari pakaian dan tak lama kemudian diambilnya selembar kertas dari dalam saku rok merah itu. “Kamu itu manusia atau batu sih!” bentak Vero menghampiri Keira di depan lemarinya, dan kali ini Keira tak bisa diam. Saat tiba-tiba tangan Vero tiba-tiba menarik liontin dari rantai kalung Keira yang menjuntai di luar bajunya, tapi semuanya sia-sia. Liontin itu cukup kuat untuk ditarik dari rantai tali kalu

  • Teleportasi   Chapter 8: Wanita Dalam Mimpi

    Malam yang dingin membuat semua penghuni asrama terlelap di balik selimut tebalnya, hanya Keira yang masih tetap terjaga. Ia mengendap-endap menyusuri ruang makan yang gelap, menuju ruang santai yang dipenuhi lukisan, beberapa komik dan sofa-sofa kecil di sekeliling meja billiard berwarna hijau. Kakinya yang beralaskan sneakers mulai menapaki lantai ubin di ruang santai, Keira mengenakan celana panjang berbahan cotton biru navy dan sweater panjang dari wol berwarna biru laut, ia segera menaiki kursi kayu yang terletak di depan meja di sudut ruangan. “Aku harus mencobanya!” perintah Keira pada dirinya sendiri. “Aku harus membuktikan, apakah ini teleportasi atau hanya mimpi saja,” tegasnya menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Beberapa detik kemudian Keira memejamkan matanya dan berusaha berkonsentrasi untuk mengingat sebua

  • Teleportasi   Chapter 9: Malam Perkenalan Pinewood

    Waktu telah menunjukkan pukul 17:55 WIB, acara pembukaan tahun ajaran baru akan segera dimulai. Aula Pinewood lebih ramai dan meriah dari tadi siang, murid kelas satu yang memakai seragam merah berbaris di bagian timur. D tengah aula untuk murid kelas dua yang mengenakan seragam serupa dengan kelas satu hanya saja warnanya biru tua. Sedangkan murid kelas tiga berbaris di bagian barat dengan mengenakan seragam berwarna hitam. Seragam di SMA Pinewood memang warnanya berbeda dari kelas satu sampai tiga, tapi motif dan modelnya sama, dan itu mempermudah siswa mencari teman angkatan mereka. “Kakakmu mana, Lin?” tanya Rion pada Liny di tengah barisan. “Entahlah, dari tadi aku belum melihatnya!” sahut Liny celingukan kesana-kemari. “Kenapa dari tadi siang kau diam terus, apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?”

  • Teleportasi   Chapter 10: Hukuman Kamar Tertutup

    Malam kian larut, tetapi ruang makan asrama kelas satu masih dipenuhi murid yang kelihatannya sudah mulai ngantuk dan lelah setelah mengikuti acara pembukaan tahun ajaran baru.Ada beberapa anak yang terlihat kesal, geram dan mulai menggerutu sendiri sembari menggosipkan Keira.“Kemana saja sih anak itu!” seru Vero kesal dan menatap Liny yang menundukkan kepalanya. Liny enggan menanggapi teman sekamarnya. Ia dan Rion gagal mengejar Keira yang berlari dan menghilang saat keluar dari aula.“Semuanya harap tenang! Kita akan menunggunya lima menit lagi, jika dia tak datang juga, maka dia akan diskorsing dari sekolah!” ungkap Bu Berta dari mejanya.“Tapi Bu…,” ujar Rion yang bangkit dari kursinya dan berusaha membela Keira yang entah berada dimana sekarang.“Rion! Sebaiknya kamu diam!” sergah Bu Berta membuat Rion terduduk kembali di bangkunya.“Skorsing?” ulan

  • Teleportasi   Chapter 11: Wanita dan Anaknya

    Hari senin pagi selalu membuat semua siswa sibuk, mulai bangun pagi, kembali belajar, dan Keira akan keluar dari kamar yang membuat tubuhnya terasa kotor penuh debu.“Keira! Kamu boleh keluar!” perintah Bu Berta membuka pintu besi yang dipenuhi karat, tapi ia segera menyipitkan matanya saat melihat Keira yang sudah berdiri di tengah kamar dengan badan yang tetap segar meski sedikit kusam berdebu.“Terima kasih, Bu!” sahut Keira sembari menyembunyikan barang-barang bawaannya di balik bajunya.“Keira! Apa kamu benar-benar kuat untuk berjalan sendiri?” selidik Bu Berta pada Keira yang tidak diberi makan sejak sabtu.“Aku bahkan dapat berlari, jika itu harus!” sahut Keira dengan tenang dan sombong.“Terserah apa katamu, sebaiknya cepat mandi dan bergabung bersama teman-temanmu di ruang makan!” perintah Bu Berta yang segera berjalan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya penuh keheranan.“Mana mungkin kuberitahu, bahwa aku masuk ke dapur dan memakan makanan dari dalam kulkas selama dua mal

  • Teleportasi   Chapter 12: Takdir Selalu Menemukan Jalannya

    Seberapa keras kamu mencoba menghindari takdir yang tak kau inginkan, takdir selalu memiliki jalannya sendiri untuk datang menghampirimu.Keira yang mencoba membuka lembaran baru, mencoba bersembunyi dan menghindari masalah sepertinya tak berdaya saat nalurinya bereaksi dengan spontan.Baru beberapa hari di sekolah asrama, Keira merasa hidupnya semakin sulit dikendalikan, ia tak bisa berkonsentrasi dalam belajar, apalagi mimpi buruknya semakin mendekati kenyataan, saat Mrs.Ivanna datang ke Pinewood.Belati yang dilihatnya dalam mimpi juga sudah dilihatnya dalam kenyataan, hanya saja Keira belum tahu siapa pemilik belati itu, ditambah lagi dengan Evanda yang terus-terusan mengawasinya.“Mungkin dia marah, mendengar ucapanku mengenai Mrs.Ivanna yang ternyata adalah ibunya, tapi bagaimana aku meyakinkannya, bahwa ucapanku benar dan bagaimana caranya aku mencegah kejadian mengerikan itu?”Keira teringat masa lalu yang menghantuinya, bagaimana ia dituduh sebagai biang keladi atas bencana y

  • Teleportasi   Chapter 13: Saat Mimpi Menjadi Kenyataan

    Mimpi dan kenyataan memang seringkali berbanding terbalik, tapi tak jarang juga mimpi menjadi kenyataan meski tak diharapkan. Bisa apa manusia jika itu terjadi? Akhir bulan ini tak ada yang bisa Keira lakukan, selain terus menyantap makan siangnya dan melihat para penghuni asrama sedikit demi sedikit berkurang. Tentu saja Keira merasa iri melihat teman- temannya pulang ke rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menghabiskan hari liburnya di dalam asrama. Dua hari libur yang berlalu pasti akan terasa seperti dua windu bai Keira “Kei! Aku pulang dulu ya, lusa aku akan kembali kesini dan membawa oleh-oleh untukmu!” “Hati-hati Lin!” “Kamu juga, jaga dirimu baik-baik!” Keira hanya mengangguk lemas, ia benar-benar ditinggal sendiri dengan beberapa pegawai dapur dan pegawai asrama yang memang tinggal di dalam asrama. Perlahan Liny menghilang di dalam kerumunan murid lain yang berantri menunggu lift, Keira segera masuk ke kamarnya saat dilihatnya Liny telah memasuki lift. Keira

Bab terbaru

  • Teleportasi   Chapter 19: Ancaman untuk Keira

    Gedung sekolah siang itu sangat sepi, tak ada murid yang berlalu lalang di sepanjang koridor dan asrama. Peristiwa malam akhir bulan itu sepertinya masih mencekam seisi sekolah, bayangkan saja seorang guru dibunuh di taman. Bahkan jika mau dilihat dengan cermat, di hamparan rumput masih terlihat ceceran darah Mrs. Ivanna yang telah mengering namun belum hilang karena hujan belum juga turun sejak kemarin.Dari koridor kelas Keira bisa melihat kepala sekolah yang sedang mondar-mandir di depan pintu gerbang asrama sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.“Dari mana saja kamu?” tanya Pak Frans dengan khawatir pada Keira yang baru saja muncul di hadapannya.“Saya,”“Cepat ikut ke kantor saya,” belum sempat Keira menyelesaikan ucapannya, Pak Frans sudah memotongnya.Dengan langkah yang berat, akhirnya Keira mengikuti perintah Pak Frans. Sampailah ia di ruang kepala sekolah, ini kedua kalinya ia memasuki ruangan itu setelah yang pertama dulu bersama ibunya, tepatnya satu

  • Teleportasi   Chapter 18: Penolakan Evanda

    “APA???”“Apa maksudmu, kamu tahu hal ini?” selidik Keira.“Aku tidak bisa lagi menutupi ini darimu, ibuku bukan seorang guru!”“Maksudmu?”“Dia hanya menyamar menjadi guru pengganti di sekolah ini, karena salah satu kasus yang sedang diinvestigasinya!” beber Evan.“Kalau memang begitu, jadi siapa ibumu itu sebenarnya?”“Dari dulu aku benci pekerjaan ibuku, aku benci mempunyai ibu seperti dia! Dia tidak pernah jadi ibu yang baik! Dia selalu pergi dan selalu tidak ada saat aku butuhkan!”“Maksudnya???” tanya Keira bingung.“Ibuku seorang kriminolog! Mirip-mirip detektif, ibuku sering sekali membantu kasus kepolisian!”“Aku selalu merasa takut saat ia pergi melakukan investigasi! Aku takut dia tak akan pernah kembali! Aku takut penyelidikan yang dilakukannya menemui jalan buntu dan akhirnya semua itu memang terjadi! Ibuku meninggal dalam tugasnya yang konyol!” Evan tak bisa lagi menahan matanya yang mulai berkaca-kaca.“Aku tahu kau sangat menyayangi ibumu,” ungkap Keira sembari menepuk

  • Teleportasi   Chapter 17: Dilema Seorang Anak

    DILEMA SEORANG ANAK“Evan!”“Untunglah, akhirnya aku menemukanmu juga!” seru Keira terlihat lega, ia segera menarik lengan Evan tanpa ragu.“LEPAS!!!” bentak Evan mengagetkan Keira.“Kamu jangan sok akrab deh! Kamu yang ngebuat semua ini kan!”“Asal kamu tahu saja ya, Kei! Aku tidak akan ngebiarin pembunuh ibuku berkeliaran bebas begitu saja!” lanjut Evan segera berlalu masuk ke asrama.“TUNGGU!” seru Keira menghentikan langkah Evan.“Kamu tidak berhak menghakimi aku begitu saja, dan kayaknya kamu benar-benar tidak tahu apa-apa tentang ibumu sendiri ya?” “OK, kita memang tidak akrab dan kita baru kenal, tapi aku mohon dengarkan aku kali ini saja.” Ungkap Keira di ujung jembatan, ia memastikan tak ada orang yang menguping.Evan tak bisa melanjutkan langkahnya saat mendengar perkataan Keira itu, ia segera berbalik kembali menghampiri Keira yang kini memundurkan langkahnya beberapa inchi.“Maksudmu?” tanya Evan menatap Keira dengan tatapan menantang.“Ya! Apa kamu tahu arti semua ini?”

  • Teleportasi   Chapter 16: Back To Pinewood

    Hari libur telah usai, Keira menghabiskan waktu pelariannya di dalam rumah tua yang terasa dingin dan menyesakkannya. Senin pagi ini rencananya, ia akan kembali ke Pinewood dan memulai awal bulan keduanya di sekolah itu dengan dirinya yang baru. “Apa aku harus ke sana? Bagaimana jika polisi-polisi itu menangkapku?” “Aduuhh, kenapa ragu lagi?” “Hadapi saja! Lagi pula aku tidak bersalah!” tegas Keira bersiap melakukan ‘Teleportasi’. Entah apa yang sudah menunggu Keira di Pinewood, masih setengah jam lagi waktu pelajaran dimulai. Dalam beberapa menit saja Keira sudah berada di dalam kamar asrama, untung saja tak ada seorang pun di dalam kamar saat itu. Mungkin semua anak sedang sarapan di ruang makan dan masih ada waktu jika ia hendak kembali ke rumahnya seperti seorang pengecut, tapi tidak. Keira segera melangkah dari sudut kamar menuju lemarinya, ia mengambil seragamnya yang terlipat rapih di dalam lemari dan segera menggunakannya. Tapi sepertinya ada yang aneh, dengan asrama it

  • Teleportasi   Chapter 15: Pesan dari Ibu

    Mata bulatnya segera terpejam, dan pikirannya mulai bekerja untuk mengingat kembali jalanan yang dilaluinya saat menuju ke kantor polisi ini.Meskipun samar-samar tapi setidaknya Keira masih mengingat dengan baik rute perjalanan dari sekolah menuju rumahnya.“Tok...Tok...Tok...!” ketukan keras di depan pintu ruang penahanan mengagetkan Keira, dan seketika itu juga Keira membuka matanya.“Aaaa...!” jerit Keira saat sebuah sepeda merobohkan tubuhnya di tengah jalan raya.“Kalo nyebrang yang bener dong!”“Tidak punya mata ya!” bentak seorang bocah lelaki kecil yang bertengger di atas sepedanya.Keira hanya terperangah melihat bocah lelaki itu berlalu mengayuh sepedanya kembali tanpa memberikan sedikitpun bantuan pada dirinya yang tumbang.“Dasar bocil!” gerutu Keira beranjak dari jalan raya yang sepi dengan pohon besar yang berjejer di sepanjang jalan raya itu.“Teleportasi yang tidak sempurna,” keluh Keira sembari menatap rumahnya yang masih berada seratus meter dari tempatnya berdiri.

  • Teleportasi   Chapter 14: Tawanan Polisi

    Keira tak bisa berbuat apapun saat polisi membawanya dalam kasus kematian Mrs. Ivanna, dan hal itu bertambah berat saat diketahui bahwa kamera CCTV di gedung sekolah sejak semalam tak berfungsi.Keira masih tak percaya dengan kejadian tadi malam, di dalam mobil polisi ia hanya terdiam dan memandang lurus ke depan melihat jalanan yang dilaluinya dan merasakan darah yang mulai mengering di telapak tangannya.“Apa yang kamu lakukan gurumu?” tanya seorang polisi berbadan kurus kering dengan wajah dingin yang mirip anak macan.“Apa Anda menduuhku membunuhnya!” sahut Keira di depan meja polisi .“Apa karena dendam?” lanjut polisi itu dengan wajah menghina.“Sudah saya katakan, saya tidak melakukan apa yang Anda pikirkan!” jawab Keira dingin.“Lalu kenapa kamu berada di samping mayat wanita itu, dan jika kamu tak membunuhnya kenapa kamu tak melaporkannya pada polisi?""Lagipula hanya orang yang berada di dalam sekolah itu yang bisa melakukan pembunuhan itu, karena sekolah itu sangat tertutup

  • Teleportasi   Chapter 13: Saat Mimpi Menjadi Kenyataan

    Mimpi dan kenyataan memang seringkali berbanding terbalik, tapi tak jarang juga mimpi menjadi kenyataan meski tak diharapkan. Bisa apa manusia jika itu terjadi? Akhir bulan ini tak ada yang bisa Keira lakukan, selain terus menyantap makan siangnya dan melihat para penghuni asrama sedikit demi sedikit berkurang. Tentu saja Keira merasa iri melihat teman- temannya pulang ke rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menghabiskan hari liburnya di dalam asrama. Dua hari libur yang berlalu pasti akan terasa seperti dua windu bai Keira “Kei! Aku pulang dulu ya, lusa aku akan kembali kesini dan membawa oleh-oleh untukmu!” “Hati-hati Lin!” “Kamu juga, jaga dirimu baik-baik!” Keira hanya mengangguk lemas, ia benar-benar ditinggal sendiri dengan beberapa pegawai dapur dan pegawai asrama yang memang tinggal di dalam asrama. Perlahan Liny menghilang di dalam kerumunan murid lain yang berantri menunggu lift, Keira segera masuk ke kamarnya saat dilihatnya Liny telah memasuki lift. Keira

  • Teleportasi   Chapter 12: Takdir Selalu Menemukan Jalannya

    Seberapa keras kamu mencoba menghindari takdir yang tak kau inginkan, takdir selalu memiliki jalannya sendiri untuk datang menghampirimu.Keira yang mencoba membuka lembaran baru, mencoba bersembunyi dan menghindari masalah sepertinya tak berdaya saat nalurinya bereaksi dengan spontan.Baru beberapa hari di sekolah asrama, Keira merasa hidupnya semakin sulit dikendalikan, ia tak bisa berkonsentrasi dalam belajar, apalagi mimpi buruknya semakin mendekati kenyataan, saat Mrs.Ivanna datang ke Pinewood.Belati yang dilihatnya dalam mimpi juga sudah dilihatnya dalam kenyataan, hanya saja Keira belum tahu siapa pemilik belati itu, ditambah lagi dengan Evanda yang terus-terusan mengawasinya.“Mungkin dia marah, mendengar ucapanku mengenai Mrs.Ivanna yang ternyata adalah ibunya, tapi bagaimana aku meyakinkannya, bahwa ucapanku benar dan bagaimana caranya aku mencegah kejadian mengerikan itu?”Keira teringat masa lalu yang menghantuinya, bagaimana ia dituduh sebagai biang keladi atas bencana y

  • Teleportasi   Chapter 11: Wanita dan Anaknya

    Hari senin pagi selalu membuat semua siswa sibuk, mulai bangun pagi, kembali belajar, dan Keira akan keluar dari kamar yang membuat tubuhnya terasa kotor penuh debu.“Keira! Kamu boleh keluar!” perintah Bu Berta membuka pintu besi yang dipenuhi karat, tapi ia segera menyipitkan matanya saat melihat Keira yang sudah berdiri di tengah kamar dengan badan yang tetap segar meski sedikit kusam berdebu.“Terima kasih, Bu!” sahut Keira sembari menyembunyikan barang-barang bawaannya di balik bajunya.“Keira! Apa kamu benar-benar kuat untuk berjalan sendiri?” selidik Bu Berta pada Keira yang tidak diberi makan sejak sabtu.“Aku bahkan dapat berlari, jika itu harus!” sahut Keira dengan tenang dan sombong.“Terserah apa katamu, sebaiknya cepat mandi dan bergabung bersama teman-temanmu di ruang makan!” perintah Bu Berta yang segera berjalan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya penuh keheranan.“Mana mungkin kuberitahu, bahwa aku masuk ke dapur dan memakan makanan dari dalam kulkas selama dua mal

DMCA.com Protection Status