Semua Bab Dokter Tampan Pemikat Wanita: Bab 81 - Bab 90

111 Bab

Ruang Tindakan

"Ya, Ma?" Kujawab panggilan yang tertera di layar ponsel dan menghubungkannya dengan pengeras suara begitu roda empat yang aku kendarai melintasi jalan aspal. Jalanan selebar empat mobil tampak sepi setelah diturunkannya pembatasan kegiatan."Kamu kapan bisa pulang?" Suara Mama terdengar sangat nyaring di antara kesunyian. Terutama karena Nanda kularang menyalakan musik jika panggilan sedang berlangsung. Nanda sibuk menggunakan perlengkapan riasnya dan memasang kelengkapan seragam.Sesekali aku menahan gelak menjadi senyum lebar setiap melihat Nanda pamer hasil karyanya ke arahku, apalagi sebelum menyelesaikan kancing seragam teratas. Menggemaskan. Godaannya kali ini semakin liar."Nunggu kepastian juga dari atas nih, Ma. Kalau sudah bisa tes di tempat, Abra bakal ambil cuti kok, Ma."Benar, perlengkapan yang dimiliki rumah sakit daerah masih menunggu keputusan atasan. Regulasi birokrasi memang rada rumit untuk urusan keuangan yang harus turun dulu baru bisa terlaksana.Alat tes di pr
Baca selengkapnya

Duka Temanku

“Rumah sakit ini tempat suamimu bertugas kan, Mbak?” Aku menghampiri Mbak Dara dan menunjukkan formulir transfer pasien yang sudah ditangani.Tampaknya wanita berpenutup kepala itu baru selesai berganti pakaian. Hebatnya, dia masih stand by di meja administrasi dan memeriksa lembaran-lembaran pasien sebelumnya. Aku sampai harus mengetuk meja yang digunakan Mbak Dara biar diperhatikan.Mbak Dara menoleh sepintas, kemudian menoleh lagi. Mungkin baru sadar dengan tulisan yang kutunjukkan.Dia mengucapkan kata yang tidak aku mengerti dan mulai membuka kuncian layar ponselnya. “Mas Khalil bilang lagi banyak operasi dan susah dihubungi.”“Coba kirim pesan, Mbak." Mas Anan baru kembali setelah memastikan kondisi pasien dengan gejala tambahan yang perlu ditangani bagian kardiologi sepertinya.Mau enggak mau Mas Anan juga turut andil untuk penanganan khusus di masa seperti ini. Meski pasien terbukti negatif dalam pemeriksaan, perjalanan menuju pengobatan juga berisiko tertular jika tidak mempe
Baca selengkapnya

Brengsek Sebenarnya

"Gue baru tahu kalau lo polisi. Kenapa enggak pernah cerita?"Kuserahkan gelas kertas berisi kopi dari ruanganku setelah melepaskan seragam wajib jika bertugas selama pandemi ke tangan Randy. Pakaianku telah berganti kaus dan celana panjang santai.Aku sempat berpikir untuk pulang setelah mendapat kepastian mengenai hasil swab. Itupun harus karantina mandiri dulu minimal tujuh hari untuk tenaga medis ke depan sebelum benar-benar pulang. Artinya, enggak ada permainan ranjang, enggak ada urusan darurat selama itu.How bored?"Harus?" Randy menarik kursi di depan mejaku dan mendudukinya.Dia berjanji mengantar Mbak Dara pulang setelah wanita itu menghabiskan infus. Harusnya mengikuti prosedur yang kupahami, tetapi kali ini kami benar-benar dalam kondisi darurat.Membayangkan kondisi pasien turun secara drastis meski sebelumnya dipastikan sehat dan memiliki kondisi fisik yang prima, sangat mengejutkan. Satu hari.Dengan penurunan seperti itu, rumah sakit memerlukan observasi sampai pasien
Baca selengkapnya

Kunjungan Rumah Baru

Gagal bercinta itu menyakitkan, tetapi melihat temanku berada dalam permainan orang lain justru lebih tidak menyenangkan. Namun, melihat Randy yang memilih mengalah, mengingatkan dosaku pada Aya.Pertaruhan yang ditaklukkan perasaan.Aku tidak mungkin mengingat mantan-mantan dari kakaknya Caca di masa sekolah. Kesibukanku hanya terus belajar dan meraih prestasi yang lebih dari cukup untuk bisa kuliah, lulus cepat.Dari pembatas antarruang, aku dan Caca memperhatikan wajah frustrasi Randy ketika menunggu Mbak Dara yang belum kunjung sadar. Selain stres, mungkin juga karena perut Mbak Dara sedang kosong hingga perlu asupan cairan natrium klorida."Enggak dipegang aja sih tangannya?" tanya Caca yang ternyata bersandar di lenganku.Mungkin dia melihat hal yang sama. Jemari Randy mengetuk pinggiran ranjang beberapa kali, kemudian bersedekap lagi. Urung menyentuh."Kebanyakan gaul sama aktor sinetron kamunya!" Aku bergeser maju, membiarkan Caca menabrak pembatas ruang. Bisa kudengar keluhan
Baca selengkapnya

Diperas Habis

Caca menang. Dia berhasil membujuk Nanda ikut sepulang jam kerja selesai. Alibi membersihkan rumah yang sangat tidak realistis."Enggak besar, sih. Anggap aja rumah sendiri." Caca melemparkan tas kecilnya ke permukaan sofa dan lebih dulu mencapai lemari es."Canggung?" tanyaku pada Nanda yang masih berdiri di sisi tanpa banyak bicara."Iya, Pak." Anggukan Nanda diiringi sebaran jarak pandangnya ke sekeliling. Dia masih jaim. Padahal biasanya sangat manja kalau tinggal berdua."Randy enggak pulang ke sini?"Kuhampiri Caca yang mengeluarkan kaleng-kaleng berisi minuman beralkohol ke meja. Ternyata banyak bungkus makanan masih berserakan dan harus segera aku kumpulkan dalam plastik sampah. Dari jamur yang tampak, sepertinya sudah lebih dari seminggu."Ibunya Randy lagi perlu perawatan intensif. Jadi dia bakal lebih banyak di sana. Makanya rumah ini jadi pertaruhan."Pernyataan Caca mengingatkanku pada Jessie, saudari berbeda ibu di pulau seberang. Pernikahan lebih dari sekali bukan lagi
Baca selengkapnya

Pemuas

Aku terbangun di permukaan ranjang karena mendengar suara tangis yang sangat dekat. Hangatnya aliran pun menyapa lenganku yang menopang kepala dari pemilik suara.Nanda masih berada dalam pelukanku. Bukan, aku dan Elzar. Kami bahkan tertidur pulas setelah permainan berakhir tanpa lepaskan Nanda.Masalahnya, pagi gini biasanya punyaku tuh dalam ukuran maksimal. Bergerak sedikit, isakan Nanda beriring desah.Bagaimana ini? Mana Elzar belum ada tanda bangun.Aku masih bungkam, saling menatap pada kedalaman penglihatan Nanda yang berkaca-kaca. Telunjukku pun enggak bisa sinkron dengan perintah otak, malah memutar pada ketegangan puncak kembar Nanda.Pada akhirnya, kami bergerak perlahan dalam napas yang memburu. Bibirku mencari manisnya rasa indra pengecap Nanda yang terjulur.Gumaman dari belakang Nanda menandai pergerakan lain. Tangan yang menyelip di antara lengan Nanda membelai kekenyalan yang kujepit.Pekikan Nanda tertahan dalam bungkamanku. Gerakan perlahan di bawah sana mulai brut
Baca selengkapnya

Apa Itu Cinta

"Sudah selesai perlengkapan buat calon bayinya?"Kulihat pemandangan di luar jendela asrama seraya lekatkan pelantang ponsel di telinga. Tampak ekskavator di beberapa tiik pembangunan dekat area parkir belakang rumah sakit, jalanan tanah yang dibuka untuk akses baru, dan susunan kendaraan di dekat bangsal pasien isolasi.Eh? Itu Iren, kan?Suasana di sepanjang lorong yang kulalui sepi semenjak para nakes mulai bekerja penuh di rumah sakit karena penurunan jumlah tenaga secara drastis, baik karena pengajuan cuti atau justru harus rawat inap.Jadi, aku melihat gadis berkacamata berjas putih itu datang membawa ransel besar. Udah enggak aneh lagi sih di antara para tenaga medis untuk sibuk dalam jangka waktu panjang."Aku udah beli yang didaftar. Cuma ini makin sering berasa." Nada bicara Aya di seberang panggilan terdengar datar. Aku jadi tegagap mengiakan.Apa Aya memang setenang itu menjelaskan berbagai kemungkinan yang aan dihadapi? Anak kembar loh ini. Kalau lancar memang bisa lahira
Baca selengkapnya

Komplikasi Darurat

Aku baru masang pasta gigi di permukaan sikat pas dengar suara ponsel bernyanyi. Mana sih zaman sekarang yang ponsel masih pakai dering?Ada tuh Mbak Dara yang rajin pakai dering Nokturnal buat panggilan masuk atau getar doang untuk perpesanan.Aku? Lebih banyak pakai getar, kecuali pas masa Aya nunggu pembukaan gini. Mau enggak mau harus dengar lagu ponsel mainan yang dia kirim dulu buat lucu-lucuan. Kan asem banget kalau kedengeran sama rekan seasrama."Kenapa, Ya?" tanyaku setelah mengambil benda persegi empat itu dari nakas di samping ranjang dan kembali ke kamar mandi seraya mendengarkan.Ternyata suara Mama yang menyambut melalui nomor istriku. "Ini istrimu sudah mau lahiran, tapi rumah sakit yang didatangin dari tadi kebanyakan penuh."Enggak heran, sih. Ketika pandemi seperti ini, jumlah pasien meningkat. Terakhir aku bertugas, beberapa dari calon pasien yang datang terpaksa harus menunggu di lorong menggunakan brankar tambahan. Sisanya?Ya, Tuhan! Mau menolak, enggak tega, te
Baca selengkapnya

Teman Hidup

Kedua bayiku masih berada dalam inkubator, bertahan menggunakan alat bantu pernapasan. Lahir pas bulan, tetapi memiliki berat lahir rendah. Efek kembar. Si adik laki-laki beda menit memiliki ukuran lebih berisi dibanding kakaknya.Lucu, sih. Mereka menggeliat, lalu tidur lagi.Kulirik keberadaan Caca di sisi. Dia tersenyum lebar, turut memperhatikan pergerakan si kembar. Apa perempuan selalu tergugah ketika melihat bayi?"Kenapa kamu bisa barengan Mama?" Tanganku meraih pinggang Caca, menariknya lebih dekat. Kudaratkan dagu di pundaknya."Enggak boleh?" Caca menurunkan peganganku, tapi enggak berhasil.Aku bertahan melingkarkan lengan melewati perutnya. Dia tergelak pelan. Suara hidung Caca yang mengiringi masih terdengar aneh buatku meski tertutup masker. Spontan wajahku mundur dari pundaknya."Kamu kan baru dari luar kota," sebenarnya ini bentuk protes karena Caca terus berkeliaran ke berbagai daerah, "enggak pakai karantina lagi."Caca menunduk, jemarinya bergerak menyusuri permuka
Baca selengkapnya

Mobil Bergoyang

Aku terkejut karena ternyata hasil tes Nanda yang tertera di baris bawah menunjukkan hasil positif. Lalu, di mana dia sekarang?"Apaan sih, Bra?" Caca merebut ponsel dari peganganku dan menunjukkan seringainya yang sangat puas setelah membaca isi layar. Kebiasaan, kepo banget. "Ular itu harus masuk karantina?""Namanya Nanda." Aku meralat caranya memanggil wanita yang beberapa bulan terakhir turut menghangatkan ranjangku. Padahal Caca di awal enggak permasalahin hubunganku dengan wanita manapun selama status kami resmi di depan publik."Kamu masih ngebelain dia? Aku sudah ada di sini buat nemenin kamu, masih enggak puas juga?"What the f*ck?Cuma gara-gara ngeralat nama doang jadi diceramahin panjang?Langka tau melihat Caca komplain ngebawa masalah kepuasan. Saking terkejutnya, aku malah baru sadar dia udah jalan cepat ke arah gerbang masuk area parkir."Bukan gitu," tanggapanku setelah menyusul langkahnya yang enggak ada tanda berhenti."Apa lagi sih, Bra? Sudah bagus aku ngejauhkan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status