Home / Romansa / Dokter Tampan Pemikat Wanita / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Dokter Tampan Pemikat Wanita: Chapter 61 - Chapter 70

111 Chapters

Mencoba yang Baru

Sepatuku mengetuk lantai sepanjang koridor menuju ruang dokter. Sedikit dipercepat, aku jadi enggak sabar bertemu seseorang yang menunggu di sana. Namun, ternyata ada seseorang yang mengikuti, bahkan sepertinya berusaha menyejajari langkah di sisi."Pulang, Pak?" Suaranya masih terdengar manis meski menggunakan sapaan formal. Dia masih mengikuti perjanjian kami untuk tetap menggunakan percakapan seperti biasa selama berada di rumah sakit."Iya.""Pak Abra kapan punya waktu lagi?""Maaf, Nan." Aku enggak berniat menyediakan kesempatan berpaling lagi. Jujur, aku juga ngerasa jahat karena menjadikan Nanda pelarian selama Aya sulit didekati.Padahal sebelum bertemu dengan Aya, aku enggak perlu merasa bersalah pada siapa pun jika ingin mendua, tiga, atau bahkan mengumpulkan para kekasih dalam satu ranjang sekaligus.Siapa yang menolak?Tergantung. Apa yang mereka mau dariku? Enggak mau, yah tinggal pergi."Maaf?" Langkah Nanda berhenti di belakangku. Lebih tepatnya menghentakkan dasar sepat
Read more

Barang Bagus

Kudorong pintu masuk salah satu ruang paviliun di bagian gedung VIP dan langsung disambut keadaan yang sangat jauh berbeda dengan ruangan biasa di bagian umum. Ruangan didominasi warna jingga pada dindingnya menampilkan susunan sofa dan meja makan. Ah, belum masuk kamar pasien. Hanya ada Caca yang masih berbaring menghadap sandaran sofa sambil menggeser layar ponsel."Gimana keadaan Randy?" Aku menarik kursi dari meja makan dan membuka salah satu stoples camilan dari sana."Sudah baikan." Bisa terdengar helaan berat saat Caca bangkit menyandarkan punggungnya pada sofa putih itu."Dia bakal dipindahin ke rehabilitasi?""Mau gimana lagi? Salahnya sendiri make dosis tinggi."Kuraih segenggam kacang goreng dari dalam stoples, memasukkan satu per satu dalam mulut untuk dikunyah sambil mendekati sosok gadis yang masih saja fokus dengan layar ponselnya. "Aku enggak lihat ada bekas suntikan kemarin?""Bisa aja dia pakai bong atau obat oral."Ah, benda yang digunakan untuk mengubah serbuk menja
Read more

Pemberian

"Nan ... da?" Aku terbelalak melihat sosoknya ternyata berada di paviliun VIP.Nanda menunduk, meringis saat menyebut, "Aku ternyata cuma barang." Hidungnya merona kemerahan meski tidak meneteskan air mata."Kamu? Kenapa bisa di sini?" Masih terkejut, aku belum bisa menghindar meski bisa saja aku masuk lagi dalam kamar Randy atau memilih meninggalkannya lebih dulu keluar."Selamat ulang tahun!" Nanda memberi kotak hitam bertuliskan label merek yang menurutku enggak murah untuk kantong petugas medis. Dia lanjut bicara, "Bu Dara baru selesai sif beberapa menit yang lalu," dan berlari pergi."Nan! Nanda!"Percuma kupanggil. Nanda sudah lebih dulu menghilang memasuki lift."Wah, korban baru?" Elzar muncul dari koridor tangga, berjalan sambil memasukkan tangan pada kedua saku celananya. "Dikasih kado, nih.""Lo kalau mau jenguk, langsung masuk aja. Ada Caca di dalam." Aku menunjuk arah pintu masuk salah satu ruangan di paviliun.Sempat menoleh pada sosok berpakaian formal itu lalu tatapanku
Read more

Bukti Selingkuh

"Ada perlu apa lagi, Yah?" Aku langsung bicara pada inti pertemuan kali ini setelah memesan pada pelayan yang mampir ke meja kami. "Jujur, Abra sedang tidak ingin berdebat kali ini."Ruangan pribadi yang Ayah pesan di salah satu resto terkemuka kota ini menjadi sasaran penglihatanku sebelum melihat langsung pada sosoknya di ujung meja sejauh dua kursi dari tempatku duduk. Pria tua itu sibuk menikmati makan siang yang porsinya hanya sebatas pertengahan piring saji."Kenapa hal seperti ini bisa lolos ke publik?" tanya Ayah tanpa melihat keberadaanku. Beliau masih saja sibuk dengan garpu dan pisaunya.Salah satu pengawal Ayah mendekat seraya menyerahkan amplop besar ke hadapanku. Isinya? Foto-foto kedekatanku bersama Nanda ketika berada di kota sebelah. Beberapa keintiman tidak disengaja memang jelas terlihat, tetapi masih sangat samar untuk dijadikan skandal."Hanya ini?" Kulemparkan lembaran yang menurutku tidak berharga itu ke tengah meja. "Masalah buat Ayah?""Mereka mengancam Ayah ak
Read more

Adrenalin

"Yakin mau nurutin kata papa kamu?" Kuputar badan gelas berkaki dalam pegangan, mengamati kurusnya benda dari kaca ini ketika menampung cairan keemasan biar aroma khasnya sesuai. Tetap aja, buatku semua alkohol rasa dasarnya sama. Pahit begitu sampai kerongkongan."Enggak pasti. Tergantung kamunya aja lagi, Bra." Caca yang bersandar pada kursi besar di hadapanku meneguk isi gelasnya sekali tandas. Enggak biasanya. Aku sangat mengenal Caca yang menghindari alkohol, kecuali sedang menghadapi masalah, lagi.Bagian mana sih dari kalangan kami yang enggak punya masalah? Lahir aja udah salah. Syukurnya Mama bukanlah sosok yang akan membuangku meski tahu memiliki aku enggak bakal ngasih perubahan buat hubungannya sama Ayah, kecuali kalau Ayah memenuhi janjinya setelah pertemuanku dengan Caca kali ini."Pernikahan buatku ... terlalu mengikat." Gadis ini berdiri, mengitari kursi layaknya penari balet yang terus berputar-putar. Fix, dia mabuk. "Pergerakanku seperti dibatasi dengan berbagai norma
Read more

Modus

Lelah? Ya. Jenuh? Iya juga.Terkadang aku perlu mempertanyakan kembali alasan awal memilih profesi yang memerlukan waktuku lebih banyak dari orang biasanya untuk menumbuhkan lagi semangat. Kalau sudah berada di posisi ini, sulit untuk berhenti.Mau mundur, berapa banyak yang sudah kukorbankan untuk sampai di titik ini. Kuliah mahal dengan banyak waktu tergadaikan. Mau maju terus, aku memerlukan jeda. Mungkin itu juga sebabnya ada kata 'cuti'. Aku perlu pertimbangkan mengambilnya kalau perlu suatu saat.Ketika menekan sakelar lampu setelah melalui pintu masuk kamar, kulihat Aya yang tengah tertidur dalam keadaan resah. Seprai di permukaan kasur telah berantakan dalam tarikan. Aya menggeleng hingga perlu kupegangi. Permukaan kulitnya dingin disertai keringat berbulir-bulir.Kutepuk pelan pipinya beberapa kali. "Aya?"Belum lagi membuka mata, peganganku pada kedua tangannya dihadiahi pelukan yang mengerat diiringi teriakan histeris. "Abra! Abra!""Ada apa? Aku di sini." Kuusap punggungnya
Read more

Cincin Baru

"As your pleasure. Sesuai janji."Kuraih kemeja dan celana panjang dari gantungan yang baru diserahkan layanan kamar tanpa melepaskan pelukan Caca dari belakangku. Sepertinya setiap wanita yang merasakan tidur denganku senang melekat di punggungku."Aku tetap bisa kerja dan megang perusahaan meski di bawah namamu.""Kamu kira kapan aku berambisi memegang perusahaan?"Aku jelas sudah mempertimbangkan lamaaa sekali mengenai masalah perusahaan. Lima bulan kehamilan Aya dengan perubahan Ayah yang lebih memperhatikan kami sepertinya cukup mengetuk empati.Bukankah belakangan aku juga seperti Ayah?Aku menghujatnya, tapi menjalani hidup sepertinya. Apa kata anakku nanti?"Terus? Kenapa terima pernikahan ini setelah menghindar sekian lama?""Kamu sendiri? Kita sudah pernah bicarakan ini, Ca." Kubalikkan pertanyaan ke Caca sambil mengenakan celana panjang untuk melapisi dalaman. Namun, Caca lebih dulu meraih ketegangan yang masih kuat beberapa kali lagi kalau enggak ingat waktu."Aku perlu pel
Read more

Bunuh Diri

"Pak Abra ngehindarin aku karena sudah punya yang lain?" Nanda menembakku dengan pertanyaan yang belakangan sangat kuhindari.Aku bukan enggak tahu tatapan penasarannya mengenai cincin lain yang kumiliki, ikatan baru dengan seseorang karena perjanjian lain. Kalau dengan Aya terikat karena agama, pernikahanku bersama Caca hanya sekadar tanda tangan di atas kertas.Mengenai pelayanan fisik itu, tentu saja ada keuntungan yang kudapatkan selain urusan ranjang. Aku bisa menyimpan kebiasaan buruk Caca mengenai dominasi permainannya di ranjang, dan urusan cicilanku bisa diselesaikan lebih cepat.Jahat?Aku enggak pernah ngeklaim diri sebagai orang baik. Ya, aku punya rasa bersalah besar ke Aya karena membuatnya terpuruk. Namun, bersamanya jauh lebih menentramkan hati.Kalau lihat Nanda yang menahan lenganku di area parkir, sekali lagi aku merasa selangkah lebih jahat dari sebelumnya. Banyak yang bilang kalau momen pertama perempuan di ranjang bisa mengikatnya dalam hubungan yang sangat tidak
Read more

Sebelum Terlambat

"Pak .... Pak Abra berdarah ...."Nyeri menggores lenganku baru terasa ketika kaca yang dipegang Nanda telah lepas dari tangannya, jatuh berdenting di dekat sepatu kami. Perawat yang beberapa bulan terakhir menjalin hubungan denganku ini memegangi tepi luka, menekan pinggirannya sambil terisak. "Maafin aku, Pak ....""Kamu enggak apa-apa? Ada yang luka?" Tanganku yang bebas masih merengkuh punggung Nanda, mengusap perlahan dan berusaha tenggelamkan kepala Nanda di bahuku."Pak ..., ini diobatin dulu," protesnya, menolak perlakuanku dengan menjaga jarak dan melotot lebar bersama aliran air mata yang terus meleleh di pipinya.Aku terkekeh, mengingat kalau baru aja dia mengancamku, menodongkan pecahan kaca yang jelas-jelas membahayakan bagi kami berdua. Namun setelah aku menangkap Nanda dan memperoleh luka, ternyata dia bisa sangat mengkhawatirkanku."Malah ketawa Pak Abra, ih." Kalimat manjanya kali ini terdengar jauh lebih menyenangkan dibanding ancaman. "Ini harus cepat diobatin."Kuso
Read more

Khawatir

Gini ... aku udah mastiin selalu pakai pengaman dan kalau emang Nanda enggak mau, aku bakal nanya masa subur dia. Minim sekali kemungkinan penyatuan kami membuahkan hasil. Kalau sampai Nanda hamil juga, "Kamu enggak lagi menjebak aku, kan?"Kuabaikan nyeri di lengan meski telah dibalut kain kasa secara asal ketika memukul dasbor. Aku merasa kesepakatan yang kami buat telah dikhianati. "Nanda! Aku sudah bilang di awal tentang kita! Tidak akan ada pernikahan! Tidak akan ada kehamilan apalagi anak!"Teriakan lolos dari mulutku. Kedua tangan sudah naik meremas rambut yang melingkupi sakit di kepala. "Anj*ng!" Berbagai umpatan keluar seperti presensi acak. Entah binatang atau segala kata kasar yang aku ingat."Pak ...." Bisa kulihat tangan Nanda menggantung di udara, hendak meraihku.Enggak. Aku menepisnya. Enggak cuma dia yang bisa melakukan itu padaku. Tidak peduli dengan isakannya yang menguat karena terus memanggil namaku dan mengacak rambutnya sendiri hingga berantakan."Kenapa? Kamu b
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status