Home / Thriller / FATAL OPTION / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of FATAL OPTION: Chapter 1 - Chapter 10

84 Chapters

01. Nicky & Brothers

Kenneth menginjak pedal mobil lebih dalam. Baru saja ia mendapat telepon bahwa rumah kakaknya diserang oleh penyusup tak dikenal. Mobil Kenneth melaju kencang membelah jalanan Kota Springfield. Aaron yang saat itu ada bersamanya ikut fokus pada jalanan. Jantung Aaron serasa berhenti berdetak melihat cara Kenneth mengemudikan mobil yang seperti kesetanan. Sesampainya di rumah kakaknya, Kenneth mendapati beberapa mobil polisi dan ambulans sudah mengepung rumah itu dengan cahaya warna merah dan biru. Kenneth membanting pintu mobilnya, lalu berlari menerobos police line yang membentang mengelilingi lokasi kejadian. Ia mengabaikan teriakan beberapa petugas dan tangan-tangan yang mencoba menghentikannya. Sementara Aaron menunggu di luar area police line. Beberapa petugas tampak sedang mengurus dua sosok jenazah. Kenneth menghampiri mereka dengan perasaan cemas. Ia berharap semoga saja bukan kakaknya. Namun, apa yang ia takutkan, benar-benar terjad
Read more

02. Hari Sial

Seorang remaja dengan rambut pendek pirang keemasan dan berperawakan kecil melangkah malas meninggalkan sekolahnya. Hoodie-nya basah kuyup. "Sial!" umpatnya. Bagaimana dia bisa lupa bahwa hari ini ia berulang tahun—yang ke-17 tepatnya? Tentu saja ia lupa, karena tidak pernah merayakannya. Dan sudah menjadi tradisi dalam 'gerombolannya', siapa pun yang berulang tahun akan mendapatkan kejutan paling manis dari teman-temannya. Kalau saja dia tidak lupa bahwa hari ini adalah 'judgement day', ia akan memilih membolos sekolah saja. Gara-gara perbuatan teman-temannya, Nicky jadi kemalaman. Tak nampak riuhnya para siswa saat menjelang malam hari, hanya sebagian siswa saja yang masih bertahan di sekolah melakukan kegiatan klub. Biasanya anak-anak klub basket, baseball, teater atau paduan suara yang masih sedikit meramaikan. Sudah seminggu Nicky pulang dengan berjalan kaki setelah aksi protesnya yang berbuntut perdebatan sengit antara dirinya, Kenneth dan Aar
Read more

03. Nicky & Cousin

"Kau? Yang waktu itu?" tanya Nicky ragu dan terselip rasa curiga. Diperhatikannya penampilan pemuda di hadapannya. Rambut hitam legam berkilau memantulkan cahaya matahari sore, menciptakan gradasi hitam-oranye. Rambut pemuda itu terikat di atas tengkuk, tetapi cukup banyak yang tak terikat, karena tak cukup panjang,  dan dibiarkan tergerai menutupi sebagian wajahnya. Pemuda rambut hitam yang ditolong Nicky dua minggu yang lalu itu menatap dengan intens. "Benar. Aku hanya ingin berterima kasih, karena kau menolongku." Seharusnya tidak ada urusan di antara keduanya. Orang dari klinik tidak pernah menghubungi Nicky untuk urusan administrasi maupun yang lainnya. Jadi mau apa dia? "Aku?" "Ya, perawat di klinik itu mengatakan kau yang membawaku ke sana." "Baiklah. Terima kasihmu diterima. Aku harus pulang." jawab Nicky cuek sambil mulai melangkah. "Apa kau pulang sendiri? Jalan kaki?" si pemuda rambut hitam melangkah cepat menge
Read more

04. Palmline Beach

Matahari musim panas mulai bergeser dari titik tertinggi di hari itu, di pergantian musim, tanpa mengurangi panasnya. Perhatian Shoujin terus tertuju pada satu objek di air. Tanpa ia sadari, ia sendiri sedang menjadi objek perhatian beberapa pasang mata. Matanya terus mengikuti pergerakan objek yang meliuk-liuk lincah dan indah di atas ombak. Sesekali objek itu menghilang tergulung ombak, lalu muncul kembali ke permukaan air dan tangannya mengayuh di atas surfboard. Bergantian dengan temannya bermain di atas ombak. Sekarang ia tahu bagaimana Nicky mendapatkan kulit cokelatnya. Di bagian atas, lengan pakaian renang overall-nya tak sampai siku, sedangkan di bawah hanya setengah paha, membiarkan sengatan sinar matahari mengenai kulitnya. Sunblock pun tak sepenuhnya membantu menghalangi teriknya sengatan matahari di Palmline Beach. Sudah berapa lama Nicky menekuni surfing? Sepertinya Shoujin akan menanyakannya kapan-kapan. Sesekali Nic
Read more

05. Rekaman CCTV

Nicky pulang ke rumah dengan menumpang taksi, sementara Shoujin dengan sepeda motornya mengikuti di belakang. Hari sudah malam. Setelah membayar ongkos taksi, Nicky keluar dan berjalan dengan langkah berat menuju pintu rumahnya. Tak mempedulikan Shoujin yang mengkhawatirkannya. "Nicky!" panggil Shoujin seraya berlari. "Huhh ...?" "Aku yang membawamu keluar dari rumah ini, itu artinya aku juga harus mengantarmu pulang." "Kau sudah wengantarku, aku sudah sawai di ruwah. Wulanglah!" jawab Nicky sambil terus berjalan tanpa menoleh pada Shoujin. . . Sementara itu dari jendela kamarnya di lantai dua, Kenneth mengawasi tingkah laku adiknya dan temannya. "Kenneth ..." Aaron memasuki kamar Kenneth tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Sudah kebiasaan. "Sstt ...." Kenneth menoleh sekilas pada Aaron sembari memberikan isyarat untuk tak bersuara. Aaron bergabung dengan Kenneth. Mendadak mereka menjadi stalker. Keduanya mengamati tingkah laku Nicky dan Shoujin. Sesekali terlihat Shoujin
Read more

06. Ansos

Sore itu, tak seperti biasanya, sepulang sekolah Nicky mendatangi Shoujin di Rhein’s, sesuai permintaan Shoujin. Di counter, di sebuah kursi yang bersebelahan dengan sebuah meja, Nicky menunggu temannya, yang menurutnya sudah seperti kakak baginya. Dengan seenaknya ia mengklaim orang sebagai kakaknya. "Tunggulah sebentar! Ada pesanan yang harus kuselesaikan dulu." "Oke, tidak masalah." Selang sepuluh menit setelah Shoujin kembali ke dapur, seorang karyawan Shoujin datang membawa nampan dengan segelas es teh lengkap dengan sedotan. Mengalihkan perhatian Nicky yang sedang tertunduk fokus pada permainan di ponselnya. "Silahkan tehnya, Nick." "Terima kasih, Karina," jawab Nicky dengan senyum tipis. Ia tak ingin memperlebar luka di bibirnya. Lalu kembali fokus pada ponselnya. "Nick, boleh aku duduk di situ?" tunjuk wanita berambut merah menyala dan berkacamata pada sebuah kursi kosong di sisi lain meja. Nicky mendongak sebentar, melihat wanita cantik yang memanggil namanya, menoleh p
Read more

07. Freak Guys

Hampir satu jam Kenneth berdiam di dalam mobilnya yang terparkir beberapa meter dari sebuah club bermain pool di Palmline Beach, hingga terlihat olehnya seseorang keluar dari club itu. Kenneth mengawasi layar pada dasbor mobil yang menampakkan pergerakan laki-laki tadi. Si abu-abu memperbesar tampilan objek. Sekarang ia yakin bahwa laki-laki yang wajahnya tampak samar masih berhias lebam-lebam itu adalah targetnya. Target Kenneth terlihat menghampiri SUV berwarana mencolok, oranye. Kenneth bergegas mengambil pistol dari dalam dasbor mobil, keluar dari mobilnya, dan berjalan dengan cepat menuju targetnya sambil menyelipkan pistol ke pinggang belakang celana. Ia menarik pundak laki-laki itu dari belakang, membalik badannya, dan langsung menghadiahkan sebuah tinju telak ke wajah si target. Target Kenneth tersungkur. Sebelum si target bangun dan memberikan perlawanan, Kenneth sudah mengunci pergerakan laki-laki itu. Sebelah lutu
Read more

08. First Faint

"Apa saja kegiatanmu hari ini?" tanya Kenny sambil bercermin, memastikan kemeja abu-abu gelapnya rapi dan rambutnya tak berantakan. "Aku hanya akan mengikuti kelas matematika dan Bahasa Spanyol hari ini. Setelah itu aku akan latihan di Palmline." jelas Nicky tanpa mengalihkan penglihatannya dari layar ponsel. "Kau serius mengikuti kompetisi itu?" "Tentu saja. Aku sudah jatuh cinta dengan olahraga ini. Kalau kau sendiri?" "Eer ... menyerahkan desain saja." "Kau akan bertemu klien atau semacamnya? Atau kembali pada kebiasaan lamamu, mengoleksi teman wanita?" satire Nicky pada saudara freak-nya yang akhir-akhir ini lebih sering mengurung diri di rumah. "Kau tidak harus percaya pada ucapanku. Fokus saja pada sekolah dan kompetisi!" Kenneth menghentikan kegiatannya di depan cermin di ruang keluarga. Ia menoleh pada adiknya, kalau tak sayang sudah lama bocah tomboi itu berakhir menjadi santapan singa yang biasa tampil menjadi lawan
Read more

09. Trauma

"Tenanglah, Nicky! Aku di sini, dia tidak akan bisa menyakitimu." Beberapa menit Kenneth mendekap tubuh Nicky hingga adiknya itu lebih tenang. Kenneth merenggangkan dekapannya. "Tidak! Jangan tinggalkan aku!" refleks Nicky memeluk tubuh Kenneth dengan lebih erat, takut ditinggalkan. "Tidak, Nicky. Aku tidak akan meninggalkanmu," bisik Kenneth. "Bajumu basah, harus diganti." Perlahan dan hati-hati Kenneth menyingkirkan kedua tangan Nicky dari punggungnya. Tak ingin membuat gerakan tiba-tiba yang bisa membuat Nicky panik lagi. Ia kemudian beranjak untuk mengambilkan Nicky pakaian ganti, tetapi tangan Nicky menahan pergelangan tangannya. “Aku hanya akan mengambilkanmu pakaian di lemari, kau harus mengganti pakaianmu yang basah itu.” Setelah Nicky melepas pergelangan tangannya, Kenneth mengambil sehelai kaos dari salah satu tumpukan pakaian di dalam lemari pakaian Nicky. “Gantilah pakaianmu!” Kenneth menyodorkan kaos itu pada Nicky.
Read more

10. Cute Cat

Kemudian wajah-wajah penuh harap itu kecewa ketika sesosok manusia tomboi, tomboi serupa kucing, kucing manis tukang onar, muncul dari dalam mobil itu. . . Siang yang panas, di dekat sebuah bangku panjang di bawah pohon rindang di halaman belakang sekolah, tak jauh dari lapangan baseball. Nicky, Kevin dan Charlie sedang duduk menikmati awal musim panas di sana. Duduk di atas rumput. Bersama mereka, Shawn sedang berbaring pada bangku panjang di belakang punggung ketiga temannya. "Heh, Nick, sejak kapan kau bisa menyetir mobil?" selidik Kevin. "Sejak kelas sembilan. Kenapa?" "Dengan badan pendekmu ini? Memangnya kakimu bisa menginjak gas?" Tak bisa disangkal, bahwa tubuh Nicky memang tergolong pendek untuk ukuran gadis Kaukasoid berusia tujuh belas tahun. "Kau meremehkanku. Itu semudah menginjak wajahmu, Kev." "Kau kenapa, Kev? Iri?" Shawn menimpali dengan matanya masih terpejam. “Lebih baik kau l
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status