Home / Thriller / FATAL OPTION / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of FATAL OPTION: Chapter 41 - Chapter 50

84 Chapters

41. Hati yang Tertaut

Nicky berjalan menyusuri koridor sekolah bersama ketiga temannya, di belakang mereka menyusul Sam dan Irina. Nicky dan kawanannya terus berjalan berarak, layaknya sekumpulan burung yang sedang bermigrasi ke tempat hangat untuk berkembang biak, tanpa peduli pada tatapan merendahkan dari siswa-siswi di sepanjang koridor. Semua orang sepertinya sudah tahu mereka menginap di Kantor Polisi St. Angelo pada Jum'at malam itu. Namun, sepertinya urat malu mereka sudah putus. Hingga di halaman, barulah kawanan itu berpisah. Irina mengikuti Sam masuk ke mobilnya. Dan ketika melihat Shoujin bersandar pada sepeda motornya, Nicky seketika menghentikan langkah. Ketiga temannya mengikuti. Dan ketika Nicky berbelok arah, mengabaikan Shoujin, ketiga temannya masih mengikuti. "Kalian sedang ada masalah?" selidik Shawn melihat ketidakberesan pada Nicky. Nicky memasang muka masam. "Ya. Mulai sekarang aku tidak mau melihatnya lagi." "Kenapa?" Kevin menyahut.
Read more

42. Oizyz

Owen duduk tertunduk di ranjang dalam sebuah ruangan sempit tanpa pencahayaan dari luar. Senjatanya telah dilucuti. Sebuah lampu menjadi satu-satunya sumber penerangan di sana. Ada sebuah pintu dengan lubang berukuran kira-kira 40 x 30 cm dengan teralis yang menjadi ventilasi selain exhaust fan¹. Selain ranjang, terdapat sebuah meja dan kursi di ruangan itu. Ruangan dengan dinding berwarna abu-abu gelap itu cukup bersih, tak terlihat seperti penjara untuk para kriminal rendahan. Menurut dugaannya, ini adalah ruangan tahanan SIA. Hanya ada dirinya seorang di ruangan itu. Ia tak tahu bagaimana nasib roomboy-nya. Ia berharap pemuda itu tak harus menjalani penyiksaan. Ia tak yakin pemuda itu bisa tahan. Terdengar seseorang sedang membuka kunci pintu ruangan yang lebih cocok disebut sel itu. Seorang laki-laki berpakaian seragam lapangan SIA—kaos kerah bundar dan celana kargo berwarna biru gelap; rompi dengan kantong di masing-masing sisi dada; logo
Read more

43. Memasuki Sarang Kartel

Sebuah hyper car memasuki halaman sebuah mansion. Suara derunya mengusik dua ekor pit bull terrier yang berjaga bersama dua orang di gerbang mansion itu. Mobil itu berhenti beberapa meter di samping pintu depan mansion. Seorang pria berpakaian kemeja slim fit berwarna merah terang mengkilap dengan kedua lengan panjangnya tergulung di bawah siku keluar dari sisi pengemudi mobil itu. Tiga kancing teratas dibiarkan terbuka menampilkan dadanya yang berbulu. Sebuah kalung rantai emas berbandul simbol satanik¹ menghiasi leher dan dadanya. Seorang wanita berpakaian skimpy² berkelap-kelip bak lampu diskotek keluar dari sisi lainnya dan berjalan menyusul prianya. Jalannya oleng, sepertinya ia mabuk. Ditambah tinggi heels-nya yang seperti Burj Khalifa demi menyesuaikan tebal platform sepatunya, membuat si pemakai semakin sulit menjaga keseimbangan. Jika ditimbang-timbang sepatu wanita itu kalau sampai jatuh menimpa kepala kedua pit
Read more

44. Kasus Pembunuhan di Wizz Hotel

Aaron baru saja sampai di Kantor Polisi St. Angelo. Dengan langkah cepat ia menuju ruangan Debbie, setelah beberapa saat sebelumnya ia mendapat pesan dari perawan tua itu bahwa hasil rekam sidik jari telah keluar. "Pagi, Deb." "Debbie. Kaupikir aku penagih hutang?" ketus Debbie. "Eer ..., terserah. Mana laporannya?" Debbie menyodorkan print out tanpa map pada Aaron dengan muka masam. "Terima kasih. Lain kali buang jauh-jauh wajah masammu itu. Kau lebih cantik ketika tersenyum." "Aku tidak butuh saranmu!" Aaron berlalu tanpa mempedulikan ucapan Debbie. . . "Pagi, Zac," sapa Aaron pada Zac yang telah lebih dahulu berada di ruangan mereka. "Kau terlambat," ledek Zac sambil menoleh sepintas pada Aaron lalu kembali fokus pada layar komputer di depannya yang terbagi menjadi empat dan masing-masing sedang menampilkan rekaman CCTV dari Wizz Hotel—hotel yang tepat berseberangan dengan Rendezvous
Read more

45. Harus Pulang

Kenneth duduk di ranjang dengan kepala tertunduk dan fokus pada ponsel A dalam genggaman tangannya. Ia masih mengenakan piyama rumah sakit. [Aku sudah mendapatkan tanggalnya.] isi pesan yang Kenneth ketik pada ruang chat dengan kontak bernama 'Russian Blue'. Russian Blue tak langsung membalas pesannya. Kenneth pun menggeletakkan ponsel itu ranjang. "Halo, bagaimana kabarmu?" sapa suara seorang wanita. "Ya ...?" Kenneth mendongak, melihat pada sosok wanita yang masuk ke kamarnya tanpa permisi. Ia bahkan tak menyadari ketika pintu dibuka. Kenneth tak mengenali wanita itu. "Aku Drew, aku dikirim ke sini untuk mengurus ini," terang wanita itu meletakkan sebuah kantong kain di ranjang. Kantong itu terlihat menggembung karena berisi barang-barang. Drew lalu menunjukkan lencana SAPD—St. Angelo Police Department—miliknya yang ia keluarkan dari salah satu kantong jaketnya. Wanita itu mengenakan celana kargo panjang berwarna abu-abu, sepatu docmart hitam sedikit kusam, dan kaos ketat abu-
Read more

46. Penjemputan Paksa

"Jadi ..., untuk apa kalian datang menemuiku?" wanita Latina berambut pendek terlihat gusar. Jika diperhatikan, ia mirip Gloria Martinez. "Ada beberapa hal yang ingin kami tanyakan padamu, Mrs. Martinez," jawab Zac sembari memasukkan lencana kepolisiannya. "Maaf ...?" "Um ... bisakah kita bicara sambil duduk?" sela Aaron. "Oh, ya. Tentu." Wanita itu—si tuan rumah—mempersilakan kedua polisi yang bertamu untuk masuk ke apartemennya. Tuan rumah dan kedua tamu pun duduk. "Tapi ... apa kalian yakin menemui orang yang benar?" "Tentu saja, bukankah kau adalah Gloria Martinez?" tuduh Zac. "Tidak, kurasa kalian menemui orang yang salah," sanggah tuan rumah sambil membuat gestur acak. "Benarkah? Baiklah, kalau memang kau bukan dia, itu tidak masalah, karena kami hanya akan menanyakan apa kau mengenal seseorang bernama Elton." Zac menjelaskan maksud kedatangannya. Aaron hanya diam menyimak pembicaraan rekannya dengan wanita yang diduga adalah Gloria Martinez. "Siapa dia?" "Dia terliha
Read more

47. Pulang

"Apakah kita harus melihatnya?" sinis Ivan pada pemandangan di depan sekolah yang menurutnya ganjil. "Kau tidak suka?" Sean menanggapi, ia lalu menurunkan sedikit jendela mobil. "Bukan begitu. Menurutku aneh saja." Di halaman depan St. Angelo Higschool, si rambut pirang dan si rambut abu-abu masih bertahan dalam dekapan. Sepuluh hari dalam hitungan orang normal sama dengan sepuluh abad dalam hitungan kedua orang yang sama-sama merindu itu. Adakah yang lebih membahagiakan daripada bertemu dengan seseorang yang begitu kaurindukan? Saat kau bisa kembali benar-banar menyentuhnya, merasakan kehangatan, mendengar suara dan menghirup aromanya. Dunia sunyi dalam pendengaran kedua orang yang mendadak tuli itu. Hanya ada dirinya dan dia yang berada dalam dekapan. Tak ingin rasanya melepasnya lagi. Tak ingin ditinggalkan lagi, meski hanya sedetik. "Kalau kau tahu apa yang sudah dilalui oleh kedua orang itu, kau tak akan merasa aneh dengan yang ka
Read more

48. Fate of Two Brothers

Dini hari, Keneth terjaga dari tidurnya. Saat efek dari pain killer memudar, nyeri pada belikatnya kembali mengganggu. Tidur pun terusik. Merasa tenggorokannya kering, Kenneth turun dari ranjang dan meninggalkan kamar, berjalan menyusuri koridor, menuruni tangga, menuju dapur. Diambilnya sebuah gelas dari lemari gantung, lalu diisinya dengan air dingin dari dispenser hingga hampir setengah volume, kemudian sisanya diisi dengan air panas. Gelas hampir penuh. Lega, segelas air hangat cukup untuk membasahi sekaligus membersihkan rongga mulut Kenneth yang kering. Saat hendak kembali menaiki tangga, penglihatannya menangkap adanya cahaya kecil yang cukup tajam berasal dari ruang keluarga. Ia pun mendekati sumber cahaya. Di sana, seonggok manusia berkepala pirang meringkuk di sofa yang menghadapap ke televisi, dengan headset terpasang di telinga dan terhubung pada ponsel yang tengah menayangkan sebuah video surfing milik sebuah kanal surfing
Read more

49. Mencari Jejak O

Shoujin berdiri mematung di depan kotak-kotak kaca berisi berbagai macam kadal dan ular. Matanya tertuju pada seekor python kecil berwarna oranye yang tengah berusaha menelan seekor tikus. Cukup lama ia berdiri di sana, hingga akhirnya ia bergeser melihat kotak kaca lain. Di dalam kotak itu, seekor iguana albino bertengger pada sebarang kayu artifisial. Shoujin mengambil iguana itu dari tempatnya bertengger. "Kau tertarik dengan yang itu?" Suara seorang wanita berusia lima puluhan akhir memecah keheningan. "Tidak juga, aku tidak suka kadal atau reptil apa pun. Hanya saja, ini pertama kali aku melihat yang seperti ini." "Itu favorit Owen. Harganya cukup mahal, tapi dia tak akan menjualnya," sahut Bruce, yang datang menyusul dengan membawa sekotak sayuran. Ia meletakkan kotak itu di atas etalase kaca, lalu berjalan ke pintu depan toko sekaligus rumahnya dan membuka pintu itu. Tak lama setelah Bruce membuka pintu depan toko, terdengarlah suara derak rolling door sedang dibuka. Satu pe
Read more

50. Car Work

Garasi yang semula sempit dan tampak biasa saja telah menjadi garasi yang cukup luas dan memiliki perlengkapan modifikasi body yang cukup bervariasi. Sebaris schotclite dengan berbagai varian, 3 buah bemper, 4 spoiler, 2 set ban, 2 set velg. Semua berbeda model dan ukuran. Selain itu terdapat pula cat khusus mobil dan logam, juga kompresor. Lalu ada lembaran-lemabaran pelat logam yang telah terpotong dengan berbagai ukuran, yang semuanya menyesuaikan dengan ukuran pelat nomor mobil di berbagai wilayah. Pelat-pelat itu tersusun rapi dalam sebuah kotak besi. Bersebelahan dengan kumpulan pelat itu, ada beberapa kaleng cat semprot. Juga alat-alat mekanik elektrik maupun manual. Tanpa ragu lagi, Shoujin memulai prakarya yang telah lama tak disentuhnya. Sepertinya Shoujin tak akan tidur malam ini. Sebelum memulai pekerjaan, Shoujin mempersiapkan perlengkapan keselamatan. Perhatian Shoujin kini tertuju pada spoiler mobil. Sebagai langkah awal, Shoujin membuka pintu bagasi ke atas. Lalu, d
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status