Nicky berjalan menyusuri koridor sekolah bersama ketiga temannya, di belakang mereka menyusul Sam dan Irina.
Nicky dan kawanannya terus berjalan berarak, layaknya sekumpulan burung yang sedang bermigrasi ke tempat hangat untuk berkembang biak, tanpa peduli pada tatapan merendahkan dari siswa-siswi di sepanjang koridor. Semua orang sepertinya sudah tahu mereka menginap di Kantor Polisi St. Angelo pada Jum'at malam itu. Namun, sepertinya urat malu mereka sudah putus.
Hingga di halaman, barulah kawanan itu berpisah. Irina mengikuti Sam masuk ke mobilnya. Dan ketika melihat Shoujin bersandar pada sepeda motornya, Nicky seketika menghentikan langkah. Ketiga temannya mengikuti. Dan ketika Nicky berbelok arah, mengabaikan Shoujin, ketiga temannya masih mengikuti.
"Kalian sedang ada masalah?" selidik Shawn melihat ketidakberesan pada Nicky.
Nicky memasang muka masam. "Ya. Mulai sekarang aku tidak mau melihatnya lagi."
"Kenapa?" Kevin menyahut.
When they realized that they need each other.
Owen duduk tertunduk di ranjang dalam sebuah ruangan sempit tanpa pencahayaan dari luar. Senjatanya telah dilucuti. Sebuah lampu menjadi satu-satunya sumber penerangan di sana. Ada sebuah pintu dengan lubang berukuran kira-kira 40 x 30 cm dengan teralis yang menjadi ventilasi selain exhaust fan¹. Selainranjang, terdapat sebuah meja dan kursi di ruangan itu. Ruangan dengan dinding berwarna abu-abu gelap itu cukup bersih, tak terlihat seperti penjara untuk para kriminal rendahan. Menurut dugaannya, ini adalah ruangan tahanan SIA. Hanya ada dirinya seorang di ruangan itu. Ia tak tahu bagaimana nasib roomboy-nya. Ia berharap pemuda itu tak harus menjalani penyiksaan. Ia tak yakin pemuda itu bisa tahan. Terdengar seseorang sedang membuka kunci pintu ruangan yang lebih cocok disebut sel itu. Seorang laki-laki berpakaian seragam lapangan SIA—kaos kerah bundar dan celana kargo berwarna biru gelap; rompi dengan kantong di masing-masing sisi dada; logo
Sebuah hyper car memasuki halaman sebuah mansion. Suara derunya mengusik dua ekor pit bull terrier yang berjaga bersama dua orang di gerbang mansion itu. Mobil itu berhenti beberapa meter di samping pintu depan mansion. Seorang pria berpakaian kemeja slim fit berwarna merah terang mengkilap dengan kedua lengan panjangnya tergulung di bawah siku keluar dari sisi pengemudi mobil itu. Tiga kancing teratas dibiarkan terbuka menampilkan dadanya yang berbulu. Sebuah kalung rantai emas berbandul simbol satanik¹ menghiasi leher dan dadanya. Seorang wanita berpakaian skimpy² berkelap-kelip bak lampu diskotek keluar dari sisi lainnya dan berjalan menyusul prianya. Jalannya oleng, sepertinya ia mabuk. Ditambah tinggi heels-nya yang seperti Burj Khalifa demi menyesuaikan tebal platform sepatunya, membuat si pemakai semakin sulit menjaga keseimbangan. Jika ditimbang-timbang sepatu wanita itu kalau sampai jatuh menimpa kepala kedua pit
Aaron baru saja sampai di Kantor Polisi St. Angelo. Dengan langkah cepat ia menuju ruangan Debbie, setelah beberapa saat sebelumnya ia mendapat pesan dari perawan tua itu bahwa hasil rekam sidik jari telah keluar. "Pagi, Deb." "Debbie. Kaupikir aku penagih hutang?" ketus Debbie. "Eer ..., terserah. Mana laporannya?" Debbie menyodorkan print out tanpa map pada Aaron dengan muka masam. "Terima kasih. Lain kali buang jauh-jauh wajah masammu itu. Kau lebih cantik ketika tersenyum." "Aku tidak butuh saranmu!" Aaron berlalu tanpa mempedulikan ucapan Debbie. . . "Pagi, Zac," sapa Aaron pada Zac yang telah lebih dahulu berada di ruangan mereka. "Kau terlambat," ledek Zac sambil menoleh sepintas pada Aaron lalu kembali fokus pada layar komputer di depannya yang terbagi menjadi empat dan masing-masing sedang menampilkan rekaman CCTV dari Wizz Hotel—hotel yang tepat berseberangan dengan Rendezvous
Kenneth duduk di ranjang dengan kepala tertunduk dan fokus pada ponsel A dalam genggaman tangannya. Ia masih mengenakan piyama rumah sakit. [Aku sudah mendapatkan tanggalnya.] isi pesan yang Kenneth ketik pada ruang chat dengan kontak bernama 'Russian Blue'. Russian Blue tak langsung membalas pesannya. Kenneth pun menggeletakkan ponsel itu ranjang. "Halo, bagaimana kabarmu?" sapa suara seorang wanita. "Ya ...?" Kenneth mendongak, melihat pada sosok wanita yang masuk ke kamarnya tanpa permisi. Ia bahkan tak menyadari ketika pintu dibuka. Kenneth tak mengenali wanita itu. "Aku Drew, aku dikirim ke sini untuk mengurus ini," terang wanita itu meletakkan sebuah kantong kain di ranjang. Kantong itu terlihat menggembung karena berisi barang-barang. Drew lalu menunjukkan lencana SAPD—St. Angelo Police Department—miliknya yang ia keluarkan dari salah satu kantong jaketnya. Wanita itu mengenakan celana kargo panjang berwarna abu-abu, sepatu docmart hitam sedikit kusam, dan kaos ketat abu-
"Jadi ..., untuk apa kalian datang menemuiku?" wanita Latina berambut pendek terlihat gusar. Jika diperhatikan, ia mirip Gloria Martinez. "Ada beberapa hal yang ingin kami tanyakan padamu, Mrs. Martinez," jawab Zac sembari memasukkan lencana kepolisiannya. "Maaf ...?" "Um ... bisakah kita bicara sambil duduk?" sela Aaron. "Oh, ya. Tentu." Wanita itu—si tuan rumah—mempersilakan kedua polisi yang bertamu untuk masuk ke apartemennya. Tuan rumah dan kedua tamu pun duduk. "Tapi ... apa kalian yakin menemui orang yang benar?" "Tentu saja, bukankah kau adalah Gloria Martinez?" tuduh Zac. "Tidak, kurasa kalian menemui orang yang salah," sanggah tuan rumah sambil membuat gestur acak. "Benarkah? Baiklah, kalau memang kau bukan dia, itu tidak masalah, karena kami hanya akan menanyakan apa kau mengenal seseorang bernama Elton." Zac menjelaskan maksud kedatangannya. Aaron hanya diam menyimak pembicaraan rekannya dengan wanita yang diduga adalah Gloria Martinez. "Siapa dia?" "Dia terliha
"Apakah kita harus melihatnya?" sinis Ivan pada pemandangan di depan sekolah yang menurutnya ganjil. "Kau tidak suka?" Sean menanggapi, ia lalu menurunkan sedikit jendela mobil. "Bukan begitu. Menurutku aneh saja." Di halaman depan St. Angelo Higschool, si rambut pirang dan si rambut abu-abu masih bertahan dalam dekapan. Sepuluh hari dalam hitungan orang normal sama dengan sepuluh abad dalam hitungan kedua orang yang sama-sama merindu itu. Adakah yang lebih membahagiakan daripada bertemu dengan seseorang yang begitu kaurindukan? Saat kau bisa kembali benar-banar menyentuhnya, merasakan kehangatan, mendengar suara dan menghirup aromanya. Dunia sunyi dalam pendengaran kedua orang yang mendadak tuli itu. Hanya ada dirinya dan dia yang berada dalam dekapan. Tak ingin rasanya melepasnya lagi. Tak ingin ditinggalkan lagi, meski hanya sedetik. "Kalau kau tahu apa yang sudah dilalui oleh kedua orang itu, kau tak akan merasa aneh dengan yang ka
Dini hari, Keneth terjaga dari tidurnya. Saat efek dari pain killer memudar, nyeri pada belikatnya kembali mengganggu. Tidur pun terusik. Merasa tenggorokannya kering, Kenneth turun dari ranjang dan meninggalkan kamar, berjalan menyusuri koridor, menuruni tangga, menuju dapur. Diambilnya sebuah gelas dari lemari gantung, lalu diisinya dengan air dingin dari dispenser hingga hampir setengah volume, kemudian sisanya diisi dengan air panas. Gelas hampir penuh. Lega, segelas air hangat cukup untuk membasahi sekaligus membersihkan rongga mulut Kenneth yang kering. Saat hendak kembali menaiki tangga, penglihatannya menangkap adanya cahaya kecil yang cukup tajam berasal dari ruang keluarga. Ia pun mendekati sumber cahaya. Di sana, seonggok manusia berkepala pirang meringkuk di sofa yang menghadapap ke televisi, dengan headset terpasang di telinga dan terhubung pada ponsel yang tengah menayangkan sebuah video surfing milik sebuah kanal surfing
Shoujin berdiri mematung di depan kotak-kotak kaca berisi berbagai macam kadal dan ular. Matanya tertuju pada seekor python kecil berwarna oranye yang tengah berusaha menelan seekor tikus. Cukup lama ia berdiri di sana, hingga akhirnya ia bergeser melihat kotak kaca lain. Di dalam kotak itu, seekor iguana albino bertengger pada sebarang kayu artifisial. Shoujin mengambil iguana itu dari tempatnya bertengger. "Kau tertarik dengan yang itu?" Suara seorang wanita berusia lima puluhan akhir memecah keheningan. "Tidak juga, aku tidak suka kadal atau reptil apa pun. Hanya saja, ini pertama kali aku melihat yang seperti ini." "Itu favorit Owen. Harganya cukup mahal, tapi dia tak akan menjualnya," sahut Bruce, yang datang menyusul dengan membawa sekotak sayuran. Ia meletakkan kotak itu di atas etalase kaca, lalu berjalan ke pintu depan toko sekaligus rumahnya dan membuka pintu itu. Tak lama setelah Bruce membuka pintu depan toko, terdengarlah suara derak rolling door sedang dibuka. Satu pe
Kevin dan Shawn melanjutkan bahasan tentang penculikan Sharon. Kevin duduk di belakang kemudi.“Kau ingat Jum’at sore ketika Caleb dan Lynn mem-bully Nick?” Kevin memutar ulang kejadian pem-bully-an di depan sekolah.“Ya.” Shawn merespons datar. “Malam harinya, Nick membawa kabur Fair Lady.”“Tepat. Tapi bukan itu yang ingin kubahas. Hari Minggu setelah itu, Kenneth menemuiku dengan membawa ponsel Caleb. Dia memintaku meretas e-mail Sharon, menukar identitas pemilik ponsel Caleb dengan identitas Kenneth, dan memasang pelacak pada ponsel Nick. Aku yakin dia ada di balik penculikan Sharon. Kenneth ingin membalas mereka.”“Gosip beredar Kenneth yang menyerang Caleb dan Lynn. Aku tidak akan terkejut, kita tahu dia orang seperti apa.”“Benar. Hei, tapi tidakkah menurutmu aneh? Kenneth cukup sering melakukan kejahatan, tapi dia masih saja bebas berkeliaran. Dan menurutmu apa alasan Kenneth memasang pelacak di ponsel Nick? Apa dia ....”Shawn diam menunggu asumsi Kevin.“Penguntit? Bersikap
Hari terakhir di sekolah sebelum liburan musim panas adalah hari di mana para penghuni sekolah disibukkan dengan urusan administratif dan tak banyak kegiatan di dalam kelas. Sebagaimana kebiasaan mereka, kawanan Shawn menghabiskan waktu di tempat teduh di pinggiran lapangan baseball. Dan seperti biasa Shawn akan sebisa mungkin meluangkan waktu untuk tidur, tanpa peduli di mana pun berada, termasuk saat ini. Mengingat ia harus bekerja sampingan di bengkel Dong-woo atau menjadi pengemudi taksi online di malam hari, pasti melelahkan. Selagi Nick dan Kevin mengobrol ke sana kemari, mengabaikan Charlie yang sibuk sendiri dengan ponselnya, datanglah pasangan Sam-Irina.“Apa kau sudah mendapatkan teman Hispanic?” Irina memancing topik baru seraya duduk dan bergabung.“Belum,” jawab yang lain bersahutan.“Aku punya beberapa teman Hispanic.”Sam menyusul duduk di samping Irina.“Apa dia hot?” selorohnya.“Sam!” Irina mendengus mendengar pertanyaan tak penting Sam.“Ayolah, kau tak harus marah.
Nicky tertegun menyaksikan perkelahian di lapangan baseball, yang melibatkan dua orang siswi yang sejak awal semester ini terlihat dekat. Si pinky dan si brunette saling menjambak rambut. Caleb dan anak-anak tim baseball mencoba melerai perkelahian itu. Tak ingin terlibat, Nicky dan kawan-kawan berandalnya memilih menikmati adegan itu dari pinggir lapangan. Sementara itu Charlie tak ingin menyia-nyiakan kesempatan dengan merekam adegan itu menggunakan ponselnya. “Tidakkah menunutmu aneh, Sam?” selidik Irina, tatapannya masih tertuju pada adegan perkelahian. “Tidak. Memangnya kau lupa anak-anak seperti mereka selalu bermuka dua? Di satu waktu mereka akan terlihat sebagai seseorang yang selalu berpihak padamu dan mendukungmu. Tapi saat kau memalingkan punggungmu pada mereka, saat itu mereka akan bersiap menusukmu dari belakang,” jawab Sam santai. Tak lama kemudian, datanglah para guru pria melerai perkelahian itu. Sempat terlihat adanya perdebatan di antara guru-guru itu dengan para
Fair Lady Kenneth melaju kencang membelah jalanan Kota St. Anglo yang mulai lengang menuju West Coast tanpa ada mobil patroli yang mengejar. Mendekati perbatasan dengan West Coast, Nicky terlihat gamang. "Apa akan aman melintasi perbatasan seperti ini?" "Turunkan saja sedikit hingga di bawah 80 km/jam. Akan kuberitahu saat kau mendekati speed trap1." Setelah berhasil membawa mobil yang ia kemudikan melintasi speed trap tanpa gangguan, Nicky pun kembali meningkatkan akselerasi mesinnya. Dalam dua detik, mobil itu telah mencapai kecepatan 150 km/jam. Tak lama kemudian Fair Lady bertemu dengan area yang jalanannya berkelok dan dipenuhi semak di kiri dan kanan. Ia telah sampai di perbatasan. Mobil itu pun kemudian memulai aksinya meliuk mengikuti alur jalan yang menghubungkan kedua county. Malam sudah sangat larut. Rasi Bintang Pari mendekati posisi tegak lurus dari horizon ketika Fair Lady menepi di salah satu surfing spot di Palmline Beach. Tempat ini sedikit jauh dari tempat diadak
Sambil menahan surfboard Nicky, Pandangan Kenneth tak lepas dari setiap interaksi yang terjadi antara si bocah pirang dengan teman-temannya. Ia saat ini berdiri bersebelahan dengan Aaron dan Shoujin, sedikit jauh dari tempat teman-teman Nicky berkumpul. Wajah bocah tomboi itu tak henti mengumbar senyum dan tawa riang. Seperti halnya yang dilakukan oleh Kenneth, Aaron, dan Shoujin, kawanan Shawn dan pasangan Sam-Irina datang untuk memberikan dukungan pada Nicky dalam penyisihan kompetisi surfing hari ini. Satu per satu, mereka beradu kepalan tangan dengan Nicky. Teman-teman sekolah Nicky juga tak henti memuji aksi bocah itu di atas ombak. Bahkan Charlie merekam aksi si pirang. Sepintas Kenneth menoleh pada Shoujin. Pemuda pelit ekspresi itu bahkan terlihat tersenyum, meski tipis tetap terlihat. Begitu besarkah pengaruh Nicky pada laki-laki gunung es itu? Setelah melambaikan tangan pada teman-temannya yang beranjak meningg
Nicky sedang membereskan peralatan makan kotor bekas sarapan semua penghuni rumah. "Dulu Aaron melarangku selalu menumpang pada Shoujin. Katanya aku tidak boleh bergantung pada orang lain. Tapi lihat yang dilakukannya sekarang." Protes itu Nicky ajukan karena melilhat kebiasaan Freak Brother #2 berangkat selalu dijemput oleh Zac. "Kenapa tidak kaukatakan saja padanya?" sahut Kenneth yang sedang mengutak atik ponsel B sambil duduk menghadap meja makan. "Tentu saja akan kukatakan kalau aku sudah punya waktu bicara padanya. Kau tahu sendiri, aku tidak pernah bertemu dengannya kecuali ketika sedang sarapan. Apa perlu aku membahasnya ketika sarapan? Tidak. Itu bisa merusak mood-ku." "Baiklah. Lalu apa saja yang akan kaulakan hari ini?" "Mulai hari ini aku bekerja paruh waktu di Rhein's. Lalu nanti siang aku ke Palmline Beach. Aku hanya akan membahas dengan Emmery dan yang lain tentang persiapan untuk kontes besok." Nicky sudah selesai mencuci peralatan makan, lalu ia duduk kembali di sa
[Nick, maaf hari ini aku tidak bisa menemai latihan surfing hari ini, adikku memaksaku mengantaranya ke ulang tahun temannya. Bagaimana kalau besok?] bunyi pesan yang Nicky terima dari kontak Emmery. [F*** you. Oke. Jangan kaubatalkan lagi.], balas Nicky. Ia mendengus kesal dan melempar ponselnya ke dasbor. Ia menoleh pada Kenneth dengan bibir cemberut. "Emmery membatalkan rencana hari ini." Saat itu Nicky menyadari ada yang tak beres dengan kakaknya. Pria beruban itu tersenyum-senyum seperti sedang berhalusinasi. Namun, setelah diperhatikan lagi, sebenarnya Kenenth sedang tersenyum padanya. Anehnya, itu membuat Nicky salah tingkah. "Eer ... Kenny, apa yang terjadi padamu?" Nicky tergagap. "Kau cantik," puji Kenneth masih dengan mempertahankan senyum. "Ah, sial." Buru-buru Nicky menarik selembar tisu dari kotak tisu di dasbor. "Pasti karena ini. Karina sialan. Dan gara-gara kau datang tanpa aba-aba, aku jadi terburu-buru dan
Dari rumah Sarah, Kenneth mengebut menuju Forklore, ke apartemennya. Ada PR yang harus ia selesaikan, yaitu berkas dari SAPD. Ia harus sudah siap ketika bertemu kembali dengan Yuri. Tak sampai dua jam Kenneth sudah selesai melahap semua informasi pada berkas itu. Beberapa menit kemudian Yuri datang. Pria berambut platinum grey dan pria berambut biru elektrik duduk berhadapan, masing-masing duduk pada kursi kerja dengan melipat kedua tangan. "Kau sudah mempelajari berkas dari SAPD?" buka Yuri. Pria bernama sandi 'Blue' itu menggaruk pipinya. "Sudah," jawab Kenneth datar dan tegas. "Bagus. Sekarang aku ingin mendengar lebih detail tentang pesta di Morsey." Kenneth mulai memaparkan, "Di Morsey aku bertemu dengan Emilia, dia adalah orang kepercayaan bos Underzone. Emilia tidak menyebutkan nama bosnya, tapi besar kemungkinan itu adalah Mario Cortez. Si bos tidak ada di pesta saat itu, dia sedang berlibur dengan wanita lain. Emilia juga tidak menyebutkan di mana bosnya berada. Dan ada s
Hari sudah beranjak siang ketika ia sampai di rumah Sarah. Saat ini Kenneth sedang berada di dapur untuk menunggu Kevin menyelesaikan pekerjaan yang ia berikan. Ia duduk dengan menumpukan kedua siku pada meja makan, di samping salah satu sikunya tergeletak sebuah map. Seperti pada kunjungan terakhir Kenneth ke rumah ini, Sarah membuatkannya espresso, bedanya kali ini orang tua tunggal Kevin itu tak membuat teh chamomile, melainkan espresso juga untuk dirinya. "Apa ada hal penting yang akan kausampaikan padaku?" tanya orang tua tunggal Kevin pada Kenneth seraya meletakkan secangkir espresso di hadapan Kenneth. Lalu ia duduk berhadapan dengan Kenneth. "Ya. Ini menyangkut Frank." Kenneth menghela nafas, menatap dingin pada kopi panas di depannya. Untuk pertama kalinya Kenneth tak berminat pada minuman yang mulanya dipopulerkan oleh orang Arab itu. Bukan karena rasa kopi itu yang tak enak, melainkan suasana hatinya yang mendadak buruk. "Hanya saja, ini bukan kabar bagus." "Ada apa?" Pan