Beranda / Thriller / FATAL OPTION / 04. Palmline Beach

Share

04. Palmline Beach

Penulis: Natalie Bern
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Matahari musim panas mulai bergeser dari titik tertinggi di hari itu, di pergantian musim, tanpa mengurangi panasnya. Perhatian Shoujin terus tertuju pada satu objek di air. Tanpa ia sadari, ia sendiri sedang menjadi objek perhatian beberapa pasang mata. Matanya terus mengikuti pergerakan objek yang meliuk-liuk lincah dan indah di atas ombak. Sesekali objek itu menghilang tergulung ombak, lalu muncul kembali ke permukaan air dan tangannya mengayuh di atas surfboard. Bergantian dengan temannya bermain di atas ombak.

Sekarang ia tahu bagaimana Nicky mendapatkan kulit cokelatnya. Di bagian atas, lengan pakaian renang overall-nya tak sampai siku, sedangkan di bawah hanya setengah paha, membiarkan sengatan sinar matahari mengenai kulitnya. Sunblock pun tak sepenuhnya membantu menghalangi teriknya sengatan matahari di Palmline Beach. Sudah berapa lama Nicky menekuni surfing? Sepertinya Shoujin akan menanyakannya kapan-kapan.

Sesekali Nicky menoleh ke arah Shoujin. Sekedar memastikan kalau sepupu palsunya masih ada di tempatnya. Ia tak ingin repot memikirkan cara lain untuk pulang.

.

.

Nicky baru saja keluar dari toko surfing milik temannya. Ia mencari-cari Shoujin, karena tak melihat keberadaan sepupu palsunya itu. Sebelumnya ia sempat melihat Shoujin keluar dari toko sambil menelepon.

Ia mencoba menelepon Shoujin, tetapi tak ada jawaban.

_______

Seorang pria berambut hitam lurus  sedikit panjang terikat di tengkuknya, yang tak lain adalah Shoujin, tampak sedang berbicara melalui ponsel. Ia bersandar pada sebuah dinding, sementara wajahnya menghadap ke jalanan.

"Ya, ada apa? Lama sekali kau tidak menghubungiku. Bagaimana kabarmu?" tanya lawan bicara Shoujin.

"Maaf, Madam O. Aku sedang tidak ingin berbasa-basi."

"Uh, tentu saja. Kau tidak pernah basa-basi."

"Aku butuh bantuanmu."

"Bantuan seperti apa?"

"Aku ingin mendapatkan informasi tentang seseorang. Dua orang, tepatnya."

"Baiklah."

"Akan kukirim detailnya."

"Biar kutebak, saat ini kau sedang baik-baik saja."

Tuut ... tuut ... tuut ...

Sambungan terputus sepihak.

_______

"Hm ..., anak asuhku mulai berani." Seorang pria berwajah cantik, berambut cokelat gelap lurus panjang mengedikkan pundaknya.

_______

"Mungkin sebaiknya kutunggu di parkiran dekat pantai saja," gumam Nicky.

Namun saat berjalan melewati sebuah gang, tiba-tiba Nicky dihadang oleh tiga orang laki-laki.

"Hei, Kucing Manis," seringai laki-laki yang di tengah. "Aku tak menyangka kita akan bertemu di sini."

"Siapa kalian?!"

"Jangan pura-pura lupa! Kau yang menolak dan meludahiku seminggu yang lalu."

"Oh. Jadi kau mau kuludahiku lagi?" perlahan Nicky mengambil langkah mundur. Ia ingat seminggu yang lalu ia tidak hanya meludahi, tetapi juga menghajar seorang laki-laki tak jauh dari sebuah mall. Waktu itu mudah saja bagi Nicky mengalahkan si laki-laki brengsek yang terlihat seumuran dengannya itu, karena satu lawan satu. Tapi sekarang satu lawan tiga? Sepertinya lari adalah pilihan terbaik.

"Jangan harap kau bisa melakukannya lagi!"

Nicky sudah hampir berlari, tetapi salah satu dari ketiga laki-laki itu mencekal tangannya dan menguncinya di punggungnya. Sebelah tangan laki-laki itu mencengkeram lehernya.

Namun Nicky sigap menyikut perut orang yang mencekalnya, lalu menginjak kaki orang itu kuat-kuat. Setelah bebas, ia langsung berlari.

Akan tetapi, sia-sia. Baru beberapa langkah, kaos Nicky ditarik oleh salah seorang lagi. Orang itu lalu menghantamkan tubuh kecil Nicky ke dinding gang. Wajah Nicky menghantam tembok yang permukaannya tidak rata akibat keropos. Orang itu dan kedua temannya langsung memepet Nicky di tembok. Nicky bisa merasakan darah mengalir dari pelipis, hidung dan bibirnya. Kepalanya terasa sakit dan berputar-putar.

"Sekarang kau sudah terjepit, Sayang." Orang yang tak lain adalah si korban ludah Nicky, memepetnya ke tembok dengan posisi wajah menghadap ke tembok. "Lebih baik ..."

JDAK!!

"Brengsek!!" umpat laki-laki yang tak lain adalah si korban ludah. Hidungnya berdarah akibat benturan kepala Nicky ke wajahnya.

Nicky lalu menendangkan lutut ke 'aset' laki-laki yang di sebelah kiri. Dan sebelum laki-laki ketiga menebaskan pisau, Nicky sudah lebih dulu menendang bagian belakang lutut orang itu hingga jatuh berlutut dan Nicky menendang wajah laki-laki itu, membuat laki-laki itu terhuyung dan refleks melepaskan pisaunya.

Emosi Nicky benar-benar tersulut. Mereka harus diberi pelajaran!

Si korban ludah hampir saja menyerang dengan pisau yang tadi terlepas dari genggaman temannya. Namun, lagi-lagi Nicky kembali sigap, ia menendang tangan yang menggenggam pisau itu. Sayang, tak memberi efek, belati masih dalam genggaman si korban ludah.

Tampak dari wajahnya, emosi laki-laki itu juga tersulut. Pantang terkalahkan oleh perempuan, apalagi berperawakan kecil. Terlebih mereka bertiga, sedangkan lawan mereka hanya seorang diri. Laki-laki itu menyerang dan mencengkeram kerah kaos Nicky dan menodongkan belati.

Nicky kembali terdesak. Ia meninju perut laki-laki itu. Sial! Tinjunya terlalu lemah, tetapi paling tidak itu memberi Nicky cukup ruang dan laki-laki itu menjatuhkan pisaunya.

BUGH!!

Nicky mendapat serangan telak di perut, beruntung tak mengenai ulu hati. Dan Nicky adalah jenis orang yang punya daya tahan tinggi terhadap rasa sakit. Ia membalas lawannya dengan tinju bertubi-tubi pada kedua rahang dan tendangan di perut. Tubuh kecil Nicky memberi keuntungan berupa kelincahan dalam bergerak.

Orang itu—si korban ludah—tersungkur. Tanpa pikir panjang, Nicky melayangkan tinju berkali-kali ke wajah laki-laki itu.

Salah seorang dari lawan Nicky menyerang, memukuli punggung Nicky yang sedang menikmati acara 'hancurkan wajahnya'. Satu lagi yang sebelumnya mendapat serangan pada asetnya, juga bangkit dari kegiatan berguling-guling. Dan hampir ikut memukuli punggung Nicky.

.

.

Shoujin menghentikan langkah saat sampai di ujung sebuah gang sempit tak jauh dari sebuah toko peralatan surfing. Kepalanya menoleh ke arah gang itu saat mendengar keributan di sana. Ia langsung menutup sambungan telepon dan berlari ke arah keributan itu.

"NICKY!!"

Nicky sedang memukuli dengan brutal wajah seorang laki-laki seumurannya. Sedangkan ia sendiri, punggungnya sedang dipukuli oleh seorang laki-laki lain.

Shoujin menarik kerah baju orang yang sedang memukuli Nicky lalu melempar orang itu ke dinding di belakangnya. Dan saat seseorang hampir menyerang, Shoujin menangkap tangan orang itu, memelintir, lalu melemparkan orang itu ke arah yang sama dengan temannya dan membentur tembok. Dua orang terkapar.

Setelah itu Nicky meraih sebuah pisau yang baru saja terlepas dari genggaman laki-laki yang ia pukuli, kemudian menodongkan pisau itu padanya.

"Nicky, hentikan!" bentak Shoujin seraya merampas belati dari tangan Nicky. "Tidak perlu melukainya, dia sudah tidak berdaya!"

Wajah si korban ludah sudah tak berbentuk lagi.

Nicky terengah-engah.

"Ayo, cepat pergi!" Shoujin menarik lengan Nicky, lalu menyeretnya pergi.

Keduanya pergi meninggalkan gang itu.

.

.

Shoujin memapah Nicky memasuki toko peralatan surfing milik Emmery—teman Nicky. "Tolong ...!"

"Astaga, Nicky!" segera Emmery membantu Shoujin memapah Nicky lalu mendudukkannya di sebuah kursi di depan meja kasir. Ia segera mengambil tisu dan kotak medis.

Namun, saat hendak membersihkan luka di pelipis kanan Nicky, ia berhenti. "Kita tidak bisa melakukan ini sendiri. Sebentar."

Emmery membuka laci di meja kasir lalu mengambil sebuah kunci mobil. "Cepat bawa dia ke klinik. Pelipisnya robek dan perlu dijahit. Pakai saja mobilku." Cerocos Emmery sembari menyerahkan kunci mobil pada Shoujin. Maaf, Nick. aku tidak bisa mengantarmu."

"Uhh ..." lenguh Nicky yang matanya mulai sayu. Ia hampir pingsan.

"Cepatlah!"

Shoujin mengambil kunci yang diberikan Emmery, lalu kembali memapah Nicky.

_______

Lama menunggu belum juga ada chat masuk dari anak asuhnya, Owen—pria berwajah cantik berambut lurus cokelat gelap—kemudian bermain dengan reptil-reptil kesayangannya.

_______

Saat ini Nicky tengah mendapat perawatan di sebuah klinik di Palmline dengan ditemani Shoujin. Ia ditangani oleh seorang dokter pria dan seorang perawat wanita.

Nicky duduk di atas ranjang pasien, ia menolak berbaring karena rasa perih dan nyeri di punggungnya.

Hal pertama yang dilakukan oleh sang dokter dan perawat adalah menangani pelipis Nicky. Shoujin menahan pundak Nicky dan menyandarkan kepala Nicky di dadanya agar tak terjatuh. Setelah pendarahan terhenti dan dibersihkan, luka dijahit. Setelah sekitar empat puluh menit, luka itu selesai dijahit. Lumayan, empat jahitan akan menghiasi wajah Nicky selama beberapa hari.

“Permisi. Aku harus memeriksa punggungmu.” Si perawat kemudian meminta izin pada Nicky untuk mengangkat bagian belakang kaos longgarnya.

Sementara sang dokter melanjutkan membersihkan luka-luka di bagian wajah Nicky.

Wajah Nicky sesekali meringis saat luka-lukanya dibersihkan. Ada banyak luka lebam dan beberapa luka lecet di punggung. Perutnya pun lebam. Beruntung wajah Nicky tak mendapat lebam separah punggungnya.

Shoujin yang tak lagi menahan tubuh Nicky, masih menemani sambil berkirim chat dengan temannya yang merupakan pecinta reptil. Cara jitu untuk mengalihkan perhatian Shoujin dari punggung Nicky yang terekspos. Mana tahan? Lebih baik sekalian saja berbikini. Yang blak-blak tak bikin penasaran. Yang menginti-intip ...?

_______

Akhirnya setelah satu jam lebih berlalu. Di layar ponsel si pecinta reptil muncul notifikasi pesan chat masuk. Ia membuka pesan itu.

Tampak foto seorang remaja pirang. Di bawah foto itu terdapat caption, [Nicky Henry, usia 17 tahun, siswi St. Angelo High School.]

"Kupikir dia anak middle school," gumam Owen saat melihat foto Nicky.

Lalu sebuah foto lagi dengan caption, [Kenneth Henry, desainer grafis.]

[Cari tahu identitas dan latar belakang mereka.]

Setelahnya, si pria pucat kembali bermain dengan python peliharaannya. "Sepertinya anak itu sudah semakin dekat dengan apa yang dicarinya. Kuharap dia tidak menyesal dengan keputusanya."

_______

"Nicky, kau kenapa?" tanya Shoujin yang kini duduk berhadapan dengan Nicky.

"Mereka yang mulai. Mereka menyebutku 'kucing manis'. Aku sudah mau lari, tapi mereka menahanku dan memepetku ke diding. Mereka berniat melecehkanku." jawab Nicky lirih.

"Memang kau manis, Sayang," goda sang dokter. Saat itu ia hendak membersihkan luka di bibir seksi Nicky. Ia sampai kesulitan menahan air liurnya. "Jangan bicara dulu! Bibirmu sedikit robek."

Shoujin menatap dingin pada dokter yang mulutnya tak tahu aturan itu, tetapi tak mendapat tanggapan.

"Hei, itu sama sekali tidak lucu. Apa kau juga ingin mencubit pipiku seperti yang lain?"

Shoujin sedikit menyipitkan matanya. Shoujin hampir lupa kalau mulut Nicky juga sama saja, tak tahu aturan.

"Bolehkah?"

"Tidak!" jawab Nicky ketus.

"Hmm ... jangan bicara lagi! Aku harus mengobati ini."

"Kenapa kau tidak lari?"

"Sudah kubilang tadi ak ..."

"Sayang, aku belum selesai mengobati bibirmu. Apa kau bisa diam? Dan kau, temannya, tolong jangan ajak dia bicara dulu!"

Serasa digeplak, baru kali ini ada orang asing berani menyuruh Shoujin diam. Padahal ia tipe pendiam, masih harus diam juga? Lalu kapan ia punya kesempatan untuk bicara?

Tenang sesaat, sampai dokter selesai mengobati bibir Nicky dan berpindah ke bagian lain wajah Nicky. Sepasang sepupu palsu itu pun kembali berdebat.

"Tadiya aku sudah mau lari, tapi mereka menarik lalu memepetku. Dua orang dari mereka menahan tubuhku. Lalu yang kupukuli itu ..." Nicky menundukkan wajahnya.

“Nicky ... .”

“Apa?”

“Apa kau sering berkelahi?”

“Memangnya kenapa?”

“Aku jadi ragu kau itu benar-benar perempuan atau jadi-jadian.”

“Kau ingin ... sshh ... ingin merasakan dihajar olehku juga, huh?”

“Jadi benar kau ini perempuan? Aku sempat ragu,” sela si dokter.

“Dia memakai bra," perawat menimpali.

“Hei!!" protes Nicky pada dokter dan perawat. "Shou, diamlah! Kau ... auwh!”

"Setelah ini kita ke kantor polisi."

"Untuk apa?!"

"Tentu saja melapor."

"Tidak usah! Aku lapar, aku mau makan."

"Di situasi seperti ini, kau masih sempat memikirkan perut?"

"Makan itu kebutuhan. Ssshh ... Bisa pelan-pelan, tidak?! Perih, tahu!" protesan Nicky tak mendapat tanggapan.

"Baiklah, kita langsung pulang saja."

"Tidak."

"Lalu?"

"Kenny dan Aaron tidak pernah masak saat weekend."

"Lalu, kau mau makan apa?"

"Bigg’s ... ssshh ... Taco."

"Kau yakin?"

"Tentu saja."

_______

Mata Nicky berkaca-kaca menatap taco di hadapannya. Kedua tangannya terlipat di atas meja, menopang tubuhnya.

"Seharusnya kau makan yang lain."

"Tawi akeu sangat ingin wakan taco di sini."

"Bukankah di kantin sekolahmu ada taco juga?"

"Tidak sawa, taco di sini waling enak."

"Lalu sekarang mau kauapakan taco itu? Dia tidak bisa habis sendiri."

Nicky terdiam menahan perih di bibirnya yang sedikit robek akibat berkelahi tadi. Lalu mulai menangis. "Hiks ... hiks ... wadahal tadi tidak werih, tawi kenawa sekarang teeasa werih?"

"Astaga ..." Shoujin memijit pelipisnya.

Pemandangan yang ironis sekali dengan yang ia lihat sebelumnya. Pirang yang sebelumnya terlihat garang saat berkelahi, sekarang menangis hanya karena tidak bisa makan taco.

"Shou ... wagaiwana caranya akeu wakan taco ini ... heuu heuu ..."

"Cup ... cup ... sayang ..., Kucing Manis ..." Shoujin menepuk pelan pundak Nicky sambil menahan tawa melihat ekspresi kekanakan temannya itu.

"Jangan wanggil akeu 'kucing wanish'. Eesshh ..."

"Apa masalahnya? Panggilan itu memang cocok denganmu. Khakhakhakha ..." tawa Shoujin pecah juga.

Ooohoo ... hoo ... si pirang ngambek. Dia pergi meninggalkan Shoujin.

"Ya ampun." Segera Shoujin memasukkan taco yang batal dimakan itu ke dalam bungkusnya dan membawanya berlari menyusul Nicky.

Para pengunjung mendapat tontonan adegan drama gratis kala itu. Demi itu mereka rela jika Shoujin mengintimidasi mereka lewat tatapan tajamnya. Asalkan tak menyerang.

_______

Bab terkait

  • FATAL OPTION   05. Rekaman CCTV

    Nicky pulang ke rumah dengan menumpang taksi, sementara Shoujin dengan sepeda motornya mengikuti di belakang. Hari sudah malam. Setelah membayar ongkos taksi, Nicky keluar dan berjalan dengan langkah berat menuju pintu rumahnya. Tak mempedulikan Shoujin yang mengkhawatirkannya. "Nicky!" panggil Shoujin seraya berlari. "Huhh ...?" "Aku yang membawamu keluar dari rumah ini, itu artinya aku juga harus mengantarmu pulang." "Kau sudah wengantarku, aku sudah sawai di ruwah. Wulanglah!" jawab Nicky sambil terus berjalan tanpa menoleh pada Shoujin. . . Sementara itu dari jendela kamarnya di lantai dua, Kenneth mengawasi tingkah laku adiknya dan temannya. "Kenneth ..." Aaron memasuki kamar Kenneth tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Sudah kebiasaan. "Sstt ...." Kenneth menoleh sekilas pada Aaron sembari memberikan isyarat untuk tak bersuara. Aaron bergabung dengan Kenneth. Mendadak mereka menjadi stalker. Keduanya mengamati tingkah laku Nicky dan Shoujin. Sesekali terlihat Shoujin

  • FATAL OPTION   06. Ansos

    Sore itu, tak seperti biasanya, sepulang sekolah Nicky mendatangi Shoujin di Rhein’s, sesuai permintaan Shoujin. Di counter, di sebuah kursi yang bersebelahan dengan sebuah meja, Nicky menunggu temannya, yang menurutnya sudah seperti kakak baginya. Dengan seenaknya ia mengklaim orang sebagai kakaknya. "Tunggulah sebentar! Ada pesanan yang harus kuselesaikan dulu." "Oke, tidak masalah." Selang sepuluh menit setelah Shoujin kembali ke dapur, seorang karyawan Shoujin datang membawa nampan dengan segelas es teh lengkap dengan sedotan. Mengalihkan perhatian Nicky yang sedang tertunduk fokus pada permainan di ponselnya. "Silahkan tehnya, Nick." "Terima kasih, Karina," jawab Nicky dengan senyum tipis. Ia tak ingin memperlebar luka di bibirnya. Lalu kembali fokus pada ponselnya. "Nick, boleh aku duduk di situ?" tunjuk wanita berambut merah menyala dan berkacamata pada sebuah kursi kosong di sisi lain meja. Nicky mendongak sebentar, melihat wanita cantik yang memanggil namanya, menoleh p

  • FATAL OPTION   07. Freak Guys

    Hampir satu jam Kenneth berdiam di dalam mobilnya yang terparkir beberapa meter dari sebuah club bermain pool di Palmline Beach, hingga terlihat olehnya seseorang keluar dari club itu. Kenneth mengawasi layar pada dasbor mobil yang menampakkan pergerakan laki-laki tadi. Si abu-abu memperbesar tampilan objek. Sekarang ia yakin bahwa laki-laki yang wajahnya tampak samar masih berhias lebam-lebam itu adalah targetnya. Target Kenneth terlihat menghampiri SUV berwarana mencolok, oranye. Kenneth bergegas mengambil pistol dari dalam dasbor mobil, keluar dari mobilnya, dan berjalan dengan cepat menuju targetnya sambil menyelipkan pistol ke pinggang belakang celana. Ia menarik pundak laki-laki itu dari belakang, membalik badannya, dan langsung menghadiahkan sebuah tinju telak ke wajah si target. Target Kenneth tersungkur. Sebelum si target bangun dan memberikan perlawanan, Kenneth sudah mengunci pergerakan laki-laki itu. Sebelah lutu

  • FATAL OPTION   08. First Faint

    "Apa saja kegiatanmu hari ini?" tanya Kenny sambil bercermin, memastikan kemeja abu-abu gelapnya rapi dan rambutnya tak berantakan. "Aku hanya akan mengikuti kelas matematika dan Bahasa Spanyol hari ini. Setelah itu aku akan latihan di Palmline." jelas Nicky tanpa mengalihkan penglihatannya dari layar ponsel. "Kau serius mengikuti kompetisi itu?" "Tentu saja. Aku sudah jatuh cinta dengan olahraga ini. Kalau kau sendiri?" "Eer ... menyerahkan desain saja." "Kau akan bertemu klien atau semacamnya? Atau kembali pada kebiasaan lamamu, mengoleksi teman wanita?" satire Nicky pada saudara freak-nya yang akhir-akhir ini lebih sering mengurung diri di rumah. "Kau tidak harus percaya pada ucapanku. Fokus saja pada sekolah dan kompetisi!" Kenneth menghentikan kegiatannya di depan cermin di ruang keluarga. Ia menoleh pada adiknya, kalau tak sayang sudah lama bocah tomboi itu berakhir menjadi santapan singa yang biasa tampil menjadi lawan

  • FATAL OPTION   09. Trauma

    "Tenanglah, Nicky! Aku di sini, dia tidak akan bisa menyakitimu." Beberapa menit Kenneth mendekap tubuh Nicky hingga adiknya itu lebih tenang. Kenneth merenggangkan dekapannya. "Tidak! Jangan tinggalkan aku!" refleks Nicky memeluk tubuh Kenneth dengan lebih erat, takut ditinggalkan. "Tidak, Nicky. Aku tidak akan meninggalkanmu," bisik Kenneth. "Bajumu basah, harus diganti." Perlahan dan hati-hati Kenneth menyingkirkan kedua tangan Nicky dari punggungnya. Tak ingin membuat gerakan tiba-tiba yang bisa membuat Nicky panik lagi. Ia kemudian beranjak untuk mengambilkan Nicky pakaian ganti, tetapi tangan Nicky menahan pergelangan tangannya. “Aku hanya akan mengambilkanmu pakaian di lemari, kau harus mengganti pakaianmu yang basah itu.” Setelah Nicky melepas pergelangan tangannya, Kenneth mengambil sehelai kaos dari salah satu tumpukan pakaian di dalam lemari pakaian Nicky. “Gantilah pakaianmu!” Kenneth menyodorkan kaos itu pada Nicky.

  • FATAL OPTION   10. Cute Cat

    Kemudian wajah-wajah penuh harap itu kecewa ketika sesosok manusia tomboi, tomboi serupa kucing, kucing manis tukang onar, muncul dari dalam mobil itu. . . Siang yang panas, di dekat sebuah bangku panjang di bawah pohon rindang di halaman belakang sekolah, tak jauh dari lapangan baseball. Nicky, Kevin dan Charlie sedang duduk menikmati awal musim panas di sana. Duduk di atas rumput. Bersama mereka, Shawn sedang berbaring pada bangku panjang di belakang punggung ketiga temannya. "Heh, Nick, sejak kapan kau bisa menyetir mobil?" selidik Kevin. "Sejak kelas sembilan. Kenapa?" "Dengan badan pendekmu ini? Memangnya kakimu bisa menginjak gas?" Tak bisa disangkal, bahwa tubuh Nicky memang tergolong pendek untuk ukuran gadis Kaukasoid berusia tujuh belas tahun. "Kau meremehkanku. Itu semudah menginjak wajahmu, Kev." "Kau kenapa, Kev? Iri?" Shawn menimpali dengan matanya masih terpejam. “Lebih baik kau l

  • FATAL OPTION   11. Amnesia

    Nicky sedang berguling-guling tak jelas di kasur di kamar Shoujin sambil berkali-kali membuka ponselnya, lalu mematikan layarnya lagi. Shoujin merasa heran dengan kelakuan sepupu palsunya itu. Shoujin bersandar pada sebuah meja tulis di kamar itu. Kedua tangannya terlipat di dada. "Ada apa denganmu?" "Tidak apa-apa." "Katakanlah, mungkin aku bisa membantu." Nicky mendesah, "Aku kehilangan sebuah benda yang sangat berharga." "Apa itu?" "Sebuah foto." Pikiran Shoujin melayang pada sebuah foto yang diambilnya dari meja di kamar Nicky beberapa waktu lalu. Ia tak bisa berbohong, tetapi juga tak mungkin mengatakan bahwa ia yang mengambilnya. Shoujin berjalan ke arah ranjang, kemudian duduk di pinggirannya. "Apa foto itu sangat berharga?" "Begitulah. Umm ... aku belum pernah cerita, ya? Aku sudah tujuh tahun amnesia." Nicky merentangkan tubuhnya, menggunakan sebelah lengannya sebagai bantal, menatap pada langit

  • FATAL OPTION   12. Kasus Lama Psycho X

    Malam yang sama, di kota berbeda, yaitu Springfield, Yuri sedang berbicara dengan Kenneth di sebuah ruangan seukuran ruang keluarga di rumah Kenneth. Beberapa buku tebal bertumpuk di atas sebuah meja kerja di dekat dinding, bersebelahan dengan salinan berkas-berkas, lampu meja yang biasa digunakan ketika bekerja larut malam, alat tulis dan laptop yang sedang menyala yang terhubung ke seperangkat audio system yang memainkan musik jazz yang sama sekali tidak populer. Anggap saja ruangan itu sebagai ruang meeting. Sedangkan kedua manusia yang ada di ruangan itu, yang mana salah satunya memiliki rambut diwarnai putih keabu-abuan dan yang satunya diwarnai warna biru, duduk bersebalahan di dua kursi yang berbeda, menghadap sebuah coffee table. Di hadapan kedua pria berusia cukup matang tapi masih melajang itu tersuguhkan dua kopi dalam dua gelas kertas, sekotak pizza dengan topping pepperoni dan daging cincang, dan beberapa bungkus makanan ringan.

Bab terbaru

  • FATAL OPTION   84. Father And Son

    Kevin dan Shawn melanjutkan bahasan tentang penculikan Sharon. Kevin duduk di belakang kemudi.“Kau ingat Jum’at sore ketika Caleb dan Lynn mem-bully Nick?” Kevin memutar ulang kejadian pem-bully-an di depan sekolah.“Ya.” Shawn merespons datar. “Malam harinya, Nick membawa kabur Fair Lady.”“Tepat. Tapi bukan itu yang ingin kubahas. Hari Minggu setelah itu, Kenneth menemuiku dengan membawa ponsel Caleb. Dia memintaku meretas e-mail Sharon, menukar identitas pemilik ponsel Caleb dengan identitas Kenneth, dan memasang pelacak pada ponsel Nick. Aku yakin dia ada di balik penculikan Sharon. Kenneth ingin membalas mereka.”“Gosip beredar Kenneth yang menyerang Caleb dan Lynn. Aku tidak akan terkejut, kita tahu dia orang seperti apa.”“Benar. Hei, tapi tidakkah menurutmu aneh? Kenneth cukup sering melakukan kejahatan, tapi dia masih saja bebas berkeliaran. Dan menurutmu apa alasan Kenneth memasang pelacak di ponsel Nick? Apa dia ....”Shawn diam menunggu asumsi Kevin.“Penguntit? Bersikap

  • FATAL OPTION   83. Cottage

    Hari terakhir di sekolah sebelum liburan musim panas adalah hari di mana para penghuni sekolah disibukkan dengan urusan administratif dan tak banyak kegiatan di dalam kelas. Sebagaimana kebiasaan mereka, kawanan Shawn menghabiskan waktu di tempat teduh di pinggiran lapangan baseball. Dan seperti biasa Shawn akan sebisa mungkin meluangkan waktu untuk tidur, tanpa peduli di mana pun berada, termasuk saat ini. Mengingat ia harus bekerja sampingan di bengkel Dong-woo atau menjadi pengemudi taksi online di malam hari, pasti melelahkan. Selagi Nick dan Kevin mengobrol ke sana kemari, mengabaikan Charlie yang sibuk sendiri dengan ponselnya, datanglah pasangan Sam-Irina.“Apa kau sudah mendapatkan teman Hispanic?” Irina memancing topik baru seraya duduk dan bergabung.“Belum,” jawab yang lain bersahutan.“Aku punya beberapa teman Hispanic.”Sam menyusul duduk di samping Irina.“Apa dia hot?” selorohnya.“Sam!” Irina mendengus mendengar pertanyaan tak penting Sam.“Ayolah, kau tak harus marah.

  • FATAL OPTION   82. Keributan di Lapangan Baseball

    Nicky tertegun menyaksikan perkelahian di lapangan baseball, yang melibatkan dua orang siswi yang sejak awal semester ini terlihat dekat. Si pinky dan si brunette saling menjambak rambut. Caleb dan anak-anak tim baseball mencoba melerai perkelahian itu. Tak ingin terlibat, Nicky dan kawan-kawan berandalnya memilih menikmati adegan itu dari pinggir lapangan. Sementara itu Charlie tak ingin menyia-nyiakan kesempatan dengan merekam adegan itu menggunakan ponselnya. “Tidakkah menunutmu aneh, Sam?” selidik Irina, tatapannya masih tertuju pada adegan perkelahian. “Tidak. Memangnya kau lupa anak-anak seperti mereka selalu bermuka dua? Di satu waktu mereka akan terlihat sebagai seseorang yang selalu berpihak padamu dan mendukungmu. Tapi saat kau memalingkan punggungmu pada mereka, saat itu mereka akan bersiap menusukmu dari belakang,” jawab Sam santai. Tak lama kemudian, datanglah para guru pria melerai perkelahian itu. Sempat terlihat adanya perdebatan di antara guru-guru itu dengan para

  • FATAL OPTION   81. Malam untuk Dikenang

    Fair Lady Kenneth melaju kencang membelah jalanan Kota St. Anglo yang mulai lengang menuju West Coast tanpa ada mobil patroli yang mengejar. Mendekati perbatasan dengan West Coast, Nicky terlihat gamang. "Apa akan aman melintasi perbatasan seperti ini?" "Turunkan saja sedikit hingga di bawah 80 km/jam. Akan kuberitahu saat kau mendekati speed trap1." Setelah berhasil membawa mobil yang ia kemudikan melintasi speed trap tanpa gangguan, Nicky pun kembali meningkatkan akselerasi mesinnya. Dalam dua detik, mobil itu telah mencapai kecepatan 150 km/jam. Tak lama kemudian Fair Lady bertemu dengan area yang jalanannya berkelok dan dipenuhi semak di kiri dan kanan. Ia telah sampai di perbatasan. Mobil itu pun kemudian memulai aksinya meliuk mengikuti alur jalan yang menghubungkan kedua county. Malam sudah sangat larut. Rasi Bintang Pari mendekati posisi tegak lurus dari horizon ketika Fair Lady menepi di salah satu surfing spot di Palmline Beach. Tempat ini sedikit jauh dari tempat diadak

  • FATAL OPTION   80. First Drift

    Sambil menahan surfboard Nicky, Pandangan Kenneth tak lepas dari setiap interaksi yang terjadi antara si bocah pirang dengan teman-temannya. Ia saat ini berdiri bersebelahan dengan Aaron dan Shoujin, sedikit jauh dari tempat teman-teman Nicky berkumpul. Wajah bocah tomboi itu tak henti mengumbar senyum dan tawa riang. Seperti halnya yang dilakukan oleh Kenneth, Aaron, dan Shoujin, kawanan Shawn dan pasangan Sam-Irina datang untuk memberikan dukungan pada Nicky dalam penyisihan kompetisi surfing hari ini. Satu per satu, mereka beradu kepalan tangan dengan Nicky. Teman-teman sekolah Nicky juga tak henti memuji aksi bocah itu di atas ombak. Bahkan Charlie merekam aksi si pirang. Sepintas Kenneth menoleh pada Shoujin. Pemuda pelit ekspresi itu bahkan terlihat tersenyum, meski tipis tetap terlihat. Begitu besarkah pengaruh Nicky pada laki-laki gunung es itu? Setelah melambaikan tangan pada teman-temannya yang beranjak meningg

  • FATAL OPTION   79. Skenario

    Nicky sedang membereskan peralatan makan kotor bekas sarapan semua penghuni rumah. "Dulu Aaron melarangku selalu menumpang pada Shoujin. Katanya aku tidak boleh bergantung pada orang lain. Tapi lihat yang dilakukannya sekarang." Protes itu Nicky ajukan karena melilhat kebiasaan Freak Brother #2 berangkat selalu dijemput oleh Zac. "Kenapa tidak kaukatakan saja padanya?" sahut Kenneth yang sedang mengutak atik ponsel B sambil duduk menghadap meja makan. "Tentu saja akan kukatakan kalau aku sudah punya waktu bicara padanya. Kau tahu sendiri, aku tidak pernah bertemu dengannya kecuali ketika sedang sarapan. Apa perlu aku membahasnya ketika sarapan? Tidak. Itu bisa merusak mood-ku." "Baiklah. Lalu apa saja yang akan kaulakan hari ini?" "Mulai hari ini aku bekerja paruh waktu di Rhein's. Lalu nanti siang aku ke Palmline Beach. Aku hanya akan membahas dengan Emmery dan yang lain tentang persiapan untuk kontes besok." Nicky sudah selesai mencuci peralatan makan, lalu ia duduk kembali di sa

  • FATAL OPTION   78. Sesuatu yang Berbeda

    [Nick, maaf hari ini aku tidak bisa menemai latihan surfing hari ini, adikku memaksaku mengantaranya ke ulang tahun temannya. Bagaimana kalau besok?] bunyi pesan yang Nicky terima dari kontak Emmery. [F*** you. Oke. Jangan kaubatalkan lagi.], balas Nicky. Ia mendengus kesal dan melempar ponselnya ke dasbor. Ia menoleh pada Kenneth dengan bibir cemberut. "Emmery membatalkan rencana hari ini." Saat itu Nicky menyadari ada yang tak beres dengan kakaknya. Pria beruban itu tersenyum-senyum seperti sedang berhalusinasi. Namun, setelah diperhatikan lagi, sebenarnya Kenenth sedang tersenyum padanya. Anehnya, itu membuat Nicky salah tingkah. "Eer ... Kenny, apa yang terjadi padamu?" Nicky tergagap. "Kau cantik," puji Kenneth masih dengan mempertahankan senyum. "Ah, sial." Buru-buru Nicky menarik selembar tisu dari kotak tisu di dasbor. "Pasti karena ini. Karina sialan. Dan gara-gara kau datang tanpa aba-aba, aku jadi terburu-buru dan

  • FATAL OPTION   77. Laporan Morsey & Sebuah Pesan

    Dari rumah Sarah, Kenneth mengebut menuju Forklore, ke apartemennya. Ada PR yang harus ia selesaikan, yaitu berkas dari SAPD. Ia harus sudah siap ketika bertemu kembali dengan Yuri. Tak sampai dua jam Kenneth sudah selesai melahap semua informasi pada berkas itu. Beberapa menit kemudian Yuri datang. Pria berambut platinum grey dan pria berambut biru elektrik duduk berhadapan, masing-masing duduk pada kursi kerja dengan melipat kedua tangan. "Kau sudah mempelajari berkas dari SAPD?" buka Yuri. Pria bernama sandi 'Blue' itu menggaruk pipinya. "Sudah," jawab Kenneth datar dan tegas. "Bagus. Sekarang aku ingin mendengar lebih detail tentang pesta di Morsey." Kenneth mulai memaparkan, "Di Morsey aku bertemu dengan Emilia, dia adalah orang kepercayaan bos Underzone. Emilia tidak menyebutkan nama bosnya, tapi besar kemungkinan itu adalah Mario Cortez. Si bos tidak ada di pesta saat itu, dia sedang berlibur dengan wanita lain. Emilia juga tidak menyebutkan di mana bosnya berada. Dan ada s

  • FATAL OPTION   76. Subjek # 07

    Hari sudah beranjak siang ketika ia sampai di rumah Sarah. Saat ini Kenneth sedang berada di dapur untuk menunggu Kevin menyelesaikan pekerjaan yang ia berikan. Ia duduk dengan menumpukan kedua siku pada meja makan, di samping salah satu sikunya tergeletak sebuah map. Seperti pada kunjungan terakhir Kenneth ke rumah ini, Sarah membuatkannya espresso, bedanya kali ini orang tua tunggal Kevin itu tak membuat teh chamomile, melainkan espresso juga untuk dirinya. "Apa ada hal penting yang akan kausampaikan padaku?" tanya orang tua tunggal Kevin pada Kenneth seraya meletakkan secangkir espresso di hadapan Kenneth. Lalu ia duduk berhadapan dengan Kenneth. "Ya. Ini menyangkut Frank." Kenneth menghela nafas, menatap dingin pada kopi panas di depannya. Untuk pertama kalinya Kenneth tak berminat pada minuman yang mulanya dipopulerkan oleh orang Arab itu. Bukan karena rasa kopi itu yang tak enak, melainkan suasana hatinya yang mendadak buruk. "Hanya saja, ini bukan kabar bagus." "Ada apa?" Pan

DMCA.com Protection Status