Home / CEO / Terpikat Janda Seksi / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Terpikat Janda Seksi: Chapter 21 - Chapter 30

55 Chapters

Hutang satu 'Yes'

“Jadi maksudmu?” tanya Berliana. Sorot matanya tak lepas dari Vero. Genggam tangannya menarik kuat-kuat pria itu. Ingin rasanya Vero lari. Enggan lagi menggubris perempuan di belakangannya. Bahkan jika bukan karena perempuan itu menjerit menahannya, pantang bagi Vero memberhentikan kedua kakinya pergi dari resto malam ini. “Ver!” Berliana belum berpindah tatap dari Vero. “Vero!!” laki-laki itu masih enggan menatapnya. “Verrrrrooo Jawab!!” bentak Berliana, tapi sedikit pun tak menggetarkan tubuh laki-laki itu. Bahkan sampai tangannya menggoyang-goyangkan tubuh Vero. Bahkan sampai matanya hampir menetaskan air mata. Bahkan hingga suaranya serak hampir habis. “Aku menunggumu, Ver. Aku sengaja menahanmu. Aku ingin kau pilih Yes untuk tawaran keduamu. Vero! Dengerin aku Ver! Kumohon. Haruskan aku mengemis untuk mendapatkan tubuhmu
Read more

Sebuah Ungkapan

“Lalu?” jawab Vero. “Aku menagihnya sekarang Vero! Temani aku malam ini,’ pinta Berliana. Matanya memelas, meski masih merah pekat efek alkohol yang baru naik. Vero menghela napas panjang, lelah dengan kelakuan Berliana. “Mbak, kamu nggak sadar. Kamu mabuk!” “Iya Vero, aku memang mabuk. Mabuk sama cintamu sayang,” jawab Berliana. Kedua tangannya masih erat menahan Vero pergi. Tak lama kemudian Vero mengipaskan tangannya, menepis tangan Berliana. Membuat genggamannya terlepas. Perempuan itu sudah pasrah. Ia bersedih sebab tak bisa melakukan apa pun kecuali menangis saat menyaksikan laki-laki itu pergi. Tubuhnya lemas, tak berdaya. Habis kesadarannya digerogoti alkohol. Habis perasaannya diaduk-aduk Vero. Ia tertunduk lemas. Air matanya terjatuh lagi. Kenyataannya memang begitu. Ia sedikit pun tak mampu menahan la
Read more

Di bawah remang lampu

Malam semakin matang. Hewan-hewan di langit semakin sepi. Berganti hewan-hewan malam. Kelelawar, laron, kunang-kunang berlomba-lomba mencari mangsa, atau tempat baru dan terhangat untuk berkembang biak. Termasuk dua manusia di lantai dua sebuah Resto ternama di kota ini. Vero dan Berliana, dua manusia yang sedang dibalut perasaan kasih, cinta dan nafsu. “Seberapa besar kamu ingin mendapatkannya?” tanya Berliana. “11 banding 10,” jawab Vero pendek. Jawaban yang berujung satu cubitan di perutnya. Tidak sakit memang tapi cukup membuatnya refleks menghindar. “Aku serius, Ver!” protes Berliana. Berujung menggerutu sendiri. Vero terkekeh, tangannya gemas mencubit pipi kanan Berliana. Membuat perempuan itu mengaduh. Seketika menepis tangan Vero yang terlanjur mencubit pipinya. Mengaduh, mengusap-usap, merasakan nyeri di pipinya. &
Read more

Kau tahu artinya kan, Ver?

Pelan-pelan Berliana merundukkan kepalanya. Pelan namun pasti rambut sebahu yang ia biarkan terurai jatuh meloloskan diri dari daun telinganya. Menutupi pandangan Vero yang menatapnya dari atas. Malam makin matang, tak tampak lagi kelelawar, atau orang-orang yang baru pulang kerja. Jalanan berubah lengang. Hanya terdengar satu dua kendaraan yang lewat. Sementara di keremangan lampu kamar, permainan mereka berdua tak kunjung juga selesai. Bahkan baru memasuki babak yang mereka berdua tunggu. Pelan-pelan, meski ragu ia memberanikan diri membuka mulutnya. Menyambut sesuatu yang akan masuk ke dalamnya. Sesuatu yang bahkan genggam tangannya saja tak cukup lebar untuk melingkarinya. Vero melenguh saat sesuatu yang dingin dan basah itu menyentuh kepala batang pen*snya. “Aaakkhhhh .... jangan mengenai gigi sayang, sakit,” protes Vero yang kemudian berujung tawa Berli
Read more

Satu senti? Kau gila!

“Kau curang, Ver! Aaaahhhh .... jangan siksa aku lagi sayang,” protes Berliana. Sementara di atas tubuhnya, Vero masih menindih lembut tubuhnya. Menahan separuh berat tubuhnya dengan kedua lengan kekarnya yang terlipat separuh, bertumpu dengan sikunya. “Jangan lakukan itu Ver!!” protes Berliana lagi. “Uhhh, .... lakukan saja jangan menggantungku seperti ini,” lenguhnya. Vero menenggelamkan wajahnya di tengkuk Berliana. Membiarkan perempuan itu melingkarkan tangan dan kakinya di tubuh kekarnya. Tapi justru bukan itu yang membuat Berliana protes. Vero dengan jail sengaja tak memasukkan kejantanannya. Sengaja menggesekkannya. Memainkan ujungnya di depan bibir vagin* Berliana. Sengaja berlama lama bermain di sana. Membayangkan sebesar dan sepanjang pen*s Vero saja sudah membuat Berliana tercengang. Apalagi kin
Read more

Semua yang kau mau

Pelan-pelan batang besar itu bergerak. Sebab sudah dipaksa menelan semuanya hingga pangkal vagin* Berliana mulai terbiasa. Meski tak dipungkiri rasa perih itu masih ada sedikit. Tapi tidak separah dan sesakit beberapa menit yang lalu. Saat laki-laki itu dengan kasar mendorong semua batang pen*snya masuk. Bahkan dengan tega menusuk-nusukkan hingga bagian paling dalam yang bisa ia raih. Vero mengangkat tubuhnya yang sedari tadi merengkuh tubuh Berliana di bawahnya. Berliana mengerti apa yang akan dilakukan laki-laki itu segera membuka pahanya lebar-lebar lagi. Agar setiap gesekan yang terjadi di bibir vagin*nya tak begitu terasa nyeri. Namun pada akhirnya tetap seperti semula. Rasa perih itu masih bermukim. Membuatnya meringis, menahan, agar Vero tak kasihan lagi menatap dirinya yang kesakitan. Agar laki-laki itu segera mengakhiri permainannya. Multi orgasme yang tadi melandanya te
Read more

Terkulai lemas

Berbeda memiringkan tubuhnya. Melingkarkan tangannya di atas tubuh Vero. Kemudian tersenyum merasa bangga dengan laki-laki ini. Sebentar kemudian Vero menurunkan kepalanya, mencium kening Berliana. “Terima kasih ya,” ucapnya lembut. Dijawab oleh perempuan itu dengan anggukan kecil, membalas kecup kening Vero dengan kecupan manis di pipi laki-laki itu. Vero ingin balas memeluk Berliana. Tapi tangannya ditepis. Perempuan itu menggeliat lagi. Sebentar duduk di pinggir ranjang, kemudian berdiri. Dengan tubuh payah dan lemasnya ia beringsut keluar kamar sebentar. Meninggalkan Vero yang tengah beristirahat setelah gelombang orgasme melanda tubuhnya hingga kelelahan. Berliana kembali dengan tisu di tangan. Berdiri di depan kaca yang tingginya cukup untuk melihat seluruh bagian tubuhnya. Meski pada akhirnya ia hanya menatap satu sisi dari tubuhnya, bagian depan. 
Read more

Selamat Pagi

“Selamat pagi.” Embun pagi sudah menguap dari tadi. Matahari sudah hampir tinggi. Jalanan di depan restoran semakin ramai. Akhir pekan, banyak orang yang pergi. Sekedar melepas penat atau bahkan hingga pergi keluar kota. Menyisakan sesak isi kepalanya di rumah. Memilih mengisi ulang kepalanya dengan hal-hal menyenangkan. Garis putih bibir pantai. Terpaan angin yang membawa bulir-bulir air dari air terjun. Atau sekedar membaca buku di tempat sejuk yang sepi. Semua punya tujuan yang sama. Yaitu agar senin besok, hari baru diisi oleh semangat baru. “Uhhhhh .... Hemmm .... Pagi juga Ver!” Berliana melenguh. Menarik selimutnya menyingkir dari tubuhnya. Melemaskan semua otot-otot di tubuhnya. “Nyenyak sekali ya tidurnya?” tanya Vero. Berliana mengangguk. “He’eemmm ... huaaahhhhh
Read more

Sensasi Baru

Seketika dada Berliana sesak mendengar jawaban Vero. Bagaimana laki-laki itu bisa memikirkan hal yang sama dengannya? Sejujurnya, tidak mudah juga bagi Berliana untuk menggantikan posisi Dhita dengan Vero. Tapi laki-laki satu ini berhak dapat apresiasi atas jasanya menyelamatkan pesta kecil kemarin. Sejujurnya, pesta itu ada sangat mendadak. Kerak telur itu sebenarnya bukan orderan milik restorannya. Itu adalah milik restoran Pak Herlambang yang terpaksa mau tidak mau ia terima, malam sebelum pagi harinya kedai janda disibukkan karena ada banyak telur bebek. Malam itu Pak Herlambang menelepon Berliana untuk memberi tahu satu hal penting. “Aku harus bilang ini meski berat. Kokiku libur bersamaan besok. Tak ada yang bisa memasak kerak telur selain mereka di restoran ini,” ucap laki-laki gendut itu di seberang telepon. “Loh, maaf Pak Herlambang. Maaf banget sekali
Read more

Dua 'Yes'

“Kau tahu apa yang harus dilakukan bukan?” tanya Vero. Perempuan itu mengangguk. Tanpa banyak bicara, tanpa menjawab pertanyaan Vero tanpa menunggu arahan laki-laki itu, tubuhnya bergerak. Merasakan dingin air pada lapisan kulit di bongkahan pantatnya saja bisa menaikkan gairahnya. Apalagi sekarang ketika itu bercampur dengan kenikmatan yang Vero berikan. Saat itu yang ada di pikiran Berliana ada berfokus dengan sesuatu di bawah sana. Ia beringsut, menggerakkan pinggul dan bokongnya maju dan mundur seakan menggesekkan benda yang sudah menancap dalam-dalam di lubangnya itu. Menggesekkannya hingga ia merasa ada sesuatu yang meluruh dari lubangnya. Membuat gesekan itu semakin basah. Ditambah gelombang air yang diciptakannya. Mengikuti maju mundur gerakannya. Berliana tak ingin buru-buru meski kini ia sungguh rasakan gatal di bawah sana. 
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status