Home / CEO / Terpikat Janda Seksi / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Terpikat Janda Seksi: Chapter 41 - Chapter 50

55 Chapters

Cara terbaik

“Tap–tapi, kalian tampak baik-baik saja bukan?” tanya Angga memecah keheningan. “Kalian tak tampak ada masalah apalagi saling ingin menyingkirkan.” “Ya emang bener apa kata lu,” Dhita meraih gelas es nya lagi. Meneguknya, mengusir rasa kering di tenggorokannya hilang. “Laki-laki sok tahu yang kariernya di restoran itu karena terbantu Bu Berliana. Cih ....!!!” lanjutnya sambil membuang ludah. “Kau iri dengan dirinya?” tanya Angga. Sorot matanya jadi setajam sebelumnya. Mulai ikut terbawa emosi lawan bicaranya. “Mungkin,” jawab wanita itu singkat. “Aku hanya tidak suka caranya mendapatkan apa yang dia miliki sekarang. Hanya karena ia bisa mendapatkan hati bos kita, ia seperti semena-mena. Superior, selalu ingin jadi yang paling gemilang dari karyawan lain. Kau ingat kejadian siang itu. Dia pikir ia bisa jadi pahlawan? Ia mungkin ba
Read more

Pesanan Pak Ferdy

Hari ini Restoran janda buka seperti biasa. Hari yang sangat indah dan cerah. Hari di mana peluang-peluang baru terbuka lebar. Sama seperti betapa ramainya Restoran pada siang hari ini. Kesibukan tergambar jelas di arah bilik memasak. Ruang kerja Dhita dan Vero yang bersebelahan. Hilir mudik Angga dan Vera keluar masuk dari sana menyebutkan pesanan dari meja kasir, mendikte beberapa pesanan yang menyusul. Tak jarang Dhita dan Vero dibuat bingung. Saking banyaknya pesanan, saking menumpuknya orderan. Membuat mereka harus bertanya lagi kepada dua orang pelayan sekaligus penjaga kasir. Wilda bahkan sudah bergabung sedari tadi. Cuaca yang panas dan terik matahari yang menyengat membuat lapak kopinya sepi. Orang-orang lebih memilih memesan berbagai jenis es dan tersedia di sini. Membuat Wilda harus keluar dari persembunyiannya. Ikut membantu membawa pesanan makanan ke depan. Saking ra
Read more

Ide Brilian

“Selamat sore semuanya,” ucap Berlina memecah bisik-bisik di antara ke enam karyawannya. Mereka tengah mengadakan rapat dadakan. Sore setelah kedai tutup. Setelah semua pekerjaan rampung dan ke enam karyawannya tinggal meninggalkan Restoran ini. “Sore Mbak,” jawab mereka berenam serempak. Wajah yang lesu. Kehabisan tenaga setelah seharian penuh diperas pelanggan yang datang dan pulang silih berganti. Keringat yang belum kering di kemeja kerja. Meski tampak berantakan, semua karyawan di restoran ini tetap terlihat berkelas dan karismatik. “Ada satu hal penting yang ingin saya sampaikan. Jadi itu kenapa kalian saya kumpulkan sore hari ini.” Kalimat Berliana terpotong menatap satu demi satu karyawannya. Menatap mata-mata yang fokus menyorot dua matanya.  “Tapi sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada kalian semua. Karena tanp
Read more

Racun di saku celana

Dan malam usai dengan jauh lebih cepat. Hari itu malam berlalu dengan sangat cepat. Satu hari tepat sebelum pesanan kue dan cup cake dibuat. Satu hari yang mungkin tampak biasa saja bagi lima orang keluarga Restoran Janda. Tapi tidak dengan Dhita dan Angga. Hari itu akan jadi hari paling bersejarah bagi mereka berdua. Setelah menunggu berminggu-minggu lamanya untuk menemukan kesempatan terbaik ini. Kesempatan di mana akhirnya Restoran Janda mendapatkan pesanan makanan lagi. Kesempatan di mana akhirnya dua orang itu bisa melancarkan niat busuknya. Bukankah semua niat busuk itu berasal dari penerimaan yang salah? Sisi tumpul dari sisi yang tajam. Sisi hitam dari sisi yang putih. Sisi hujan dan guntur sebelum sisi pelangi yang romantis. Sama halnya dengan penerimaan orang lain yang tidak selalu sama. Akan selalu bayangan yang mengikuti datangnya cahaya. Akan selalu ada kebencian yang mengiringi setiap k
Read more

Dan kesempatan emas itu datang

Dan sore itu pergantian kerja terjadi. Ya, seperti aturan yang sudah diikat oleh Berliana. Dhita akan jadi orang pertama yang dapat jatah memasak kue lebih dulu dibanding Vero. Sementara Vero, harus melayani dan membuatkan semua pesanan yang datang sembari menunggu Dhita menyelesaikan kuenya. Dan misi itu sudah selesai tepat pukul dua siang tadi. Tepatnya satu jam setelah jam istirahat selesai. Tiga adonan roti Dhita sudah jadi. Selesai sempurna matang keluar dari oven. Berbagai krim yang akan perempuan itu pakai nantinya juga sudah selesai. Semuanya sudah tertata rapi di dalam kulkas. Semua komponen sudah siap untuk dirakit besok siang. Dan kini waktunya Vero beraksi. Setelah masakan pesanan terakhirnya melenggang keluar dari bilik dapur. Setelah tiga lembar sisa pesanan yang belum dibuat diambil oleh Dhita. Ini semua waktu dan tempat untuknya beraksi. Tubuh
Read more

Tak lagi sama

Sebenarnya, hanya ada satu hal yang membuat Vero keluar dari bilik ruang kerjanya. Ruang kerja berisi satu meja panjang dari keramik dengan satu kompor doble dan satu kompor singgel. Ruang kerja yang isinya lebih banyak perabotan dan berbagai bahan mentah, setengah jadi atau pun matang. Hanya ada satu alasan yang membuatnya harus pergi keluar dari sana. Meninggalkan adonan roti setengah jadinya, meninggalkan adonan agar-agar yang masih panas, bahkan meninggalkan adonan tepung hankwe, gula, dan santan begitu saja. Bukan menuju gudang, ia sudah bosan dengan tempat itu. Lagi pula, hanya karena benda yang ia cari ini tidak ada di sana lah akhirnya ia berjalan ke arah lain. Belok kiri, melewati lapak kopi milik Wilda di sisi kanan atau tepatnya di depan bilik Dhita, dan meja kasir di sisi kiri tepat di depan biliknya. Kedua kakinya dengan tenang meniti satu demi satu anak tangga. Deretan anak tangga yang
Read more

Mati kau Ver!

Sementara itu tepat saat Vero meniti anak tangga, rencana Dhita berjalan sangat lancar. Perempuan licik penuh dendam itu bersumpah tak akan gagal lagi kali ini. Tersenyum penuh kemenangan, di mana pada akhirnya laki-laki itu keliar dari biliknya untuk waktu yang lama. Dhita harus segera menyelesaikan pesanannya, ia tak boleh melewatkan kesempatan ini. Mengambil mangkok sup. Mengisinya dengan seporsi sop buntut. Lengkap dengan taburan bawang goreng dan seledri irisan tipis daging di atasnya. Bergerak lagi mengambil satu piring saji yang pipih dan lebar. Mengambil dua porsi pepes ikan dari panci kukus. Aroma kemangi yang bercampur dengan segarnya tomat dan parutan kelapa menyeruak. Membuah air liur Dhita pecah. Membayangkan menyantapnya dengan nasi putih hangat dan sambal tomat. Tapi tetap saja, aroma itu tak cukup kuat untuk menghentikan Dhita. Tubuhnya sudah bergerak lagi. Berdir
Read more

Bahwa semua, sementara.

Dan hari itu pun ditutup seperti hari-hari biasanya. Dimulai dengan pagi hari yang sangat cerah. Ditutup dengan matahari di ufuk barat yang meredup dengan sangat indah. Mengiring orang-orang yang sudah lelah seharian bekerja untuk pulang. Mengantar kalender menutup satu hari barunya. Berganti chapter, mengubah episode tapi dengan kisah yang masih sama. Restoran Janda tutup sedikit lambat hari ini. Tidak seperti hari-hari biasa sebelumnya. Bukan, bukan karena ramainya pengunjung yang datang. Bukan juga karena lembur atau perbaikan alat masak. Bukan juga karena kerja bakti bersih-bersih yang selalu di agendakan oleh mereka setiap akhir bulan. Tapi hari ini, mereka serempak untuk menunggu semua karya Vero selesai. Romantis sekali, bahkan Berliana sampai keluar dari ruangan. Turun ke lantai satu. Berbagi minuman, berbagi kopi dengan semua karyawannya. Berbincang, bergurau dengan semua karyawanny
Read more

Hari pembalasan dendam

Kemudian hari baru, menetas lagi. Membuka sebagian banyak mata manusia yang sudah melabuhkan lelahnya di dalam tidur yang panjang. Memberi kesempatan mereka menarik napas lega pagi ini. Merasakan nikmat yang tak terkira di hari yang berbeda. Nikmat yang saking seringnya mereka rasakan sampai lupa bahwa mereka masih memiliki itu semua. Kenikmatan bernapas, kenikmatan membuka mata dengan semua organ tubuh yang masih lengkap. Kenikmatan melihat matahari masih terbit dan mata hati mereka yang masih berani menatap kenyataan. Bahwa bumi masih berputar hari ini. Bahwa matahari masih menggantung di atas langit sebelah timur sana. Bahwa waktu masih memberi kita panggung untuk pentas sandiwara maha agung dengan peran kita masing-masing. Anak sekolah berangkat ke sekolah dengan penuh gairah. Ada yang diantar, ada yang berjalan bersama-sama, ada yang berlarian saling kejar. Nikmat yang bahkan tak pernah mereka s
Read more

Barang bukti

“Kalau kamu, Ta?” Leher Berliana berputar. Matanya menyorot tajam ke arah perempuan yang ada di sisi kanannya. “Apa ada masalah dengan rotimu? Sebaiknya kali ini kabar baik yang kuterima.” Sama seperti Vero, perempuan itu juga menggelengkan kepala. “Semua aman, Mbak. Tetap di posisi dan bentuk terakhir sebelum saya meninggalkannya pulang kemarin sore. Kabar baiknya, saya juga sudah buatkan kardus khusus untuk mengemas roti ini nanti. Karena kardus yang kita punya di gudang tidak cukup besar untuk mengemasnya. Jadi saya putuskan untuk bawa dari rumah.” “Good!” jawab Berliana singkat. Melipat tangan di dadanya, melirik ke arah Vero dan Dhita bergantian. “Hari ini, seperti kemarin, kita adakan rolling jam. Kalian akan bekerja bergantian lagi. Bedanya, sekarang Vero lebih dulu. Masukkan rotimu ke dalam cup langsung setelah ini. Jadikan seratus cup cake sekalian. Nanti agar lebih cepat biar sa
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status