Beranda / CEO / Terpikat Janda Seksi / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Terpikat Janda Seksi: Bab 1 - Bab 10

55 Bab

Dipecat.

6 bulan sebelum pagi itu terbit dari timur.  “Aku harus jujur padamu.” Mulut laki-laki itu malah mengatup. Suaranya tercekat, lidahnya kaku dipintal ragu-ragu. Perempuan itu membuatnya harus membuang muka, lagi. Masih tak berani menatap matanya. “Tentang apa sayang?” Cindy membenahi posisi duduknya. Ia yang baru saja sampai di cafe bahkan belum sempat memesan makanan. “A ... aku, uhhh gimana ya jelasinnya?” “Vero, udah jujur aja! Apa sih susahnya?” paksa Cindy. Vero mau tidak mau menatap Cindy. Wajah perempuan itu masih sama seperti biasanya, serius dan tak bisa diajak bergurau. Vero menarik wajahnya lagi, membuang muka. “Aku dipecat!” ucap Vero sambil menelan ludah. Terpejam, meremas lutut, siap-siap denga
Baca selengkapnya

Kenangan dengan Cindy

Vero menelan ludah, gerakan naik turun jakunnya tertangkap mata Cindy. Tapi perempuan itu terlanjur tidak ada hati untuk menyadari perasaan laki-laki di depannya. Tak ada lagi belas kasih di hitam bola matanya. Tak ada mimik kasihan di mukanya. Kini yang ada hanya amarah dan kecewa. “Harus berapa kali gua bilang, gua tak bisa hidup dengan laki-laki pengangguran. Dan lu udah buang sia-sia kesempatan yang gua kasih.” “Tu ... tunggu!” ucap Vero sambil meraih tangan kanan Cindy yang sudah berbalik badan. Tangan Vero justru dikibaskan. Sesaat sebelum Cindy menjauhkan kedua tangannya. Ia mengambil sesuatu dari salah satu jari di tangan kanannya, kemudian melemparkannya pada Vero. “Ambil cincin itu! Itu kan yang lu mau? Oh iya aku baru ingat harga emas sedang bagus-bagusnya sekarang. Lumayan buat bertahan hidup di kosmu. Dan ingat, gua bukan lagi pacarmu, kekasihmu, sayangmu, a
Baca selengkapnya

Interview.

“Vero ya?” Laki-laki yang disapa justru gelagapan. Bingung membenahi posisi duduknya, gugup. “Iii... iya, Bu.” Masih gugup, keringat dingin mulai berana-pinak. “Mbak, emmmm... emm... maksud saya, Bu. Ibu mau saya pesankan minum sekalian?” “Enggak, gausah. Saya sudah pesan kok. Kebetulan food ‘n resto ini punya paman saya,” ucapnya sambil melambai pada pelayan. Memberitahu bahwa di situ ia akan menunggu. “Boleh saya duduk?” “Bobo ... Bo ... Boleh Bu boleh.” Vero harus berkali-kali mengusap keringat di keningnya. Astaga, ternyata orang yang datang jauh dari ekspektasinya. Sangat berbeda dengan yang ia bayangkan. Umumnya seorang atasan perusahaan tidak terlalu mementingkan penampilan, aduh sorry maksudnya bentuk tubuh. Ia membaya
Baca selengkapnya

10 Menit.

Tinggg ..... Sebuah notifikasi masuk ke handphone Vero. Terhitung masih sangat pagi. Pukul enam, dan laki-laki itu masih bergumul dengan kasur biru kusam lengkap dengan selimut berwarna senada. Dengan malas dan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya tangannya beringsut meraih kotak gepeng sumber notifikasi. “Siapa sih! Ganggu banget.” Sebuah pesan dari nomor baru ‘Pagi Vero.’ “Nomor baru lagi. Tidur lagi bisa kali, ntar aja balasnya. Males banget!” gumamnya dalam hati. Kemudian terpejam dan tidur lagi. Hingga kemudian HP-nya berdering kencang sekali. Nada dering, volume penuh. Matanya langsung terbelalak. Seperti ditiup trompet sangsakala di depan telinganya. “Haaa .... hallo,” jawabnya gelagapan. Sempat salah sisi HP nya. Micropone di telinga dan speaker di mulut.
Baca selengkapnya

Belanja.

“Bisa nyetir?” Vero mengangguk “Emmm ... Bisa sih, mau ke mana emang Mbak? Berliana mengangkat pergelangan tangannya, melihat jam yang melingkar di sana. “Udah waktunya cabut atau, kau ingin jadi pengangguran saja?” Vero melotot, menggeleng ke arah Berliana. “Yang benar saja! Aku sudah sampai hampir menghancurkan engsel pintu kamarku demi sampai sini dalam 10 menit.” “Kalau begitu bagus dong,” ucap perempuan itu sambil mengemasi semua barangnya kembali. “Bagus?” “Iya bagus. Pertama, kau lolos ujian tes pertama dan mungkin satu-satunya. Kedua, masa pertama kerja kau pasti akan sangat semangat.” Gerakan tangannya berhenti sebab semua barangnya berhasil ia kemasi. “Ada pintu yang harus segera dibenahi agar tidak sembarangan perempuan bisa masuk kan?&
Baca selengkapnya

Ciuman Pertama.

“Jadi maksudnya kau ingin aku percaya bahwa laki-laki itu semua sama aja?” Kalimat Vero meluncur dari mulutnya setelah melewati sebuah lampu merah tak jauh dari pasar gede. Mobil tua milik Berliana itu berdecit saat melewati sederet polisi tidur kecil membuat keheningan jadi terpecah. Disusul tawa Vero yang kini tak lagi sungkan-sungkan. “Tross ... ejek aja troosss mobil aku,” ketus Berliana. “Seneng banget ya cari masalah.” “Ooopsss, jangan marah-marah dong. Kan kita udah janji kalau kita ga akan masalahin aku yang ngetawain mobil kamu.” “Ya kan tadi janjinya pas minum es coklat. Sekarang es nya habis. Ya janjinya ikut ga berlaku dong!” “Ih kok gitu. Yaudah-yaudah ayok janji lagi deh mumpung ga lagi makan es,” ucap Vero sambil mengacungkan jari kelingking kanannya. Berliana meng
Baca selengkapnya

Berlanjut.

Ciuman kedua yang panjang masih berlanjut. Mereka terpejam dan semakin bisa merasakan semuanya. Tangan Berliana tak lagi memegang cangkir kopi. Tak lagi juga menelusuri dagu Vero yang dipenuhi bulu pendek selepas cukur. Tangan perempuan itu kini melingkar di leher panjang nan kokoh Vero. Urat-urat besar leher terasa begitu seksi di telapak tangannya. Sesekali ia menarik leher Vero agar lebih dekat dengannya. Meskipun mereka sudah tanpa jarak. Meskipun mereka kini berciuman dengan perasaan terdalam. Tak ada lagi perasaan ragu di dalam hati mereka masing-masing. Tak ada rasa canggung bagi Berliana. Meski Vero adalah laki-laki yang baru kemarin ia jumpai. Perempuan mana saja pasti akan merasa ternoda jika jadi Berliana. Segampang dan sesingkat itu laki-laki ini mendapatkan bibirnya. Tak ada perasaan ragu juga di dalam hati Vero. Tak perlu merasa sungkan sebab perempuan yang ia cium sekarang adalah atasannya. Tak ada yang pe
Baca selengkapnya

Berubah.

“Vero, kita ga bisa lakuin ini terus-terusan,” cegah Berliana. Vero tengah mengimpit tubuhnya ke tembok. Ini jam kerja dan semua orang tengah sibuk di bawah sana. Vero terbelalak mengangkat alis heran. “Ta ... tapi kenapa Mbak? Padahal dua minggu yang la ....” “Vero Cukup!!” bentak Berliana. Membuat laki-laki di depannya menundukkan muka. Menghela napas panjang, beringsut mundur tak lagi mengimpit tubuh Berliana dengan tubuhnya. “Tapi kenapa Mbak! Kenapa?” “Karena kamu dan aku itu beda, Ver! Beda jauh sekali, dari segi mana pun!” Vero menelan ludah begitu kalimat barusan meluncur ringan dari mulut Berliana. Tenggorokannya tidak kering, tapi seketika semua kalimat jawabannya tercekat. Tak sanggup melewati tenggorokannya. Kalimat Berliana barusan melukai perasaannya. Relung hatinya tersayat ol
Baca selengkapnya

Siang di JANDA.

“Antar ke meja nomor dua!” suruh Dhita pada Vero. Tanpa menunggu aba-aba ulang laki-laki itu sudah bergerak menaruh nampan. Ganti mengangkat nampan yang sudah disiapkan Dhita. Hari ini Coffe and Snack resto JANDA ramai pengunjung. Tak hanya di luar, tapi juga di dalam. Hampir semua tempat penuh. Dari dua puluh lima tinggal satu meja yang dekat dengan pintu masuk yang masih kosong. Vero, Angga bahkan Januar sampai turun tangan melayani pengunjung. Vero bahkan baru saja mengantar pesanan dari luar. Dua kopi Toraja, satu es campur, satu wedang belimbing wuluh, dan sepiring camilan jajan tradisional yang dipilih oleh pembeli sendiri. Baru selesai dari depan, baru sampai depan pintu sudah harus kembali lagi dengan pesanan yang sudah disiapkan Dhita. Di belakang kesibukan dapur tidak kalah riuh. Dhita dan Vera silih berganti mengisi nampan baru dengan berb
Baca selengkapnya

Before you go.

Hening sebentar waktu dua pasang mata saling bertatapan. Waktu seakan berhenti meski sebentar. Alunan musik yang sebelumnya diputar oleh Berliana juga tepat sekali pas berganti. Membuat suasana bertambah hening dan keduanya sama-sama canggung bertatapan. Apa seutuhnya hening dan sepi? Sebetulnya tidak juga. Resto yang ramai di bawah sana. Suara gemuruh percakapan orang seperti sekawan lebah madu di dalam sangkar. Suara alat masak yang beradu di tangan Wilda dan Dhita, meramu berbagai pesanan. Bahkan jika didengar saksama suara jarum jam Berliana juga ikut berpartisipasi suara. Tapi kesepian yang terjadi lebih dari itu. Mereka berdua seakan tak tahu, kata pertama apa yang pantas keluar dari mulut mereka. Hingga sebuah petikan gitar mengambil alih percakapan mereka. Ya, lagu Berliana berputar kembali dan mereka sama-sama tahu melodi siapa yang tengah diputar. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status