Home / CEO / Terpikat Janda Seksi / Kabanata 11 - Kabanata 20

Lahat ng Kabanata ng Terpikat Janda Seksi: Kabanata 11 - Kabanata 20

55 Kabanata

Temani aku.

“Temani?” Vero mengangkat alis. Berliana mengangguk, masih dengan tangan dingin dan gemetarnya yang menahan Vero pergi. Matanya, meski Vero tak dapat melihatnya langsung, laki-laki itu tahu Berliana tengah sangat memohon padanya. “Maaf,” jawab Vero. Jemari tangannya menggeliat melepaskan diri. Melepaskan diri dari genggaman tangan Berliana. “Saya kira kita masih jauh berbeda. Dari sisi mana pun,” lanjutnya dengan amat menyakitkan. Sepatu pantofel kerja yang Vero kenakan mengetuk lantai. Tapi suaranya seolah menyalak di telinga Berliana. Kepergian, dan penolakan terang-terangan itu seperti menggarami hati Berliana yang berdarah. Ia ingin melanjutkan tangisnya. Tapi udara dingin dan sikap Vero, membuatnya diam. Tak ada air mata yang tersisa. Tak ada kesedihan yang sanggup ia tangisi lagi. Ia ingin sekali
Magbasa pa

Kembali.

Untuk jangka waktu yang cukup lama akhirnya bibir mereka bertemu lagi. “Buat aku tak menyesal dengan pilihanku sore ini, Ver,” ucap Berliana. “Masih adakah orang yang mampu seperti itu Mbak?” Ujung jari Vero menelusuri garis wajah Berliana. Menyingkirkan anak rambut yang berantakan dari pipi dan matanya. Memandang jauh ke dalam bola mata yang dengan iris berwarna coklat terang. “Kita hanya bisa membuat penyesalan terasa lebih indah,” lanjut Vero. Laki-laki itu mendorong tubuh sintal Berliana. Tubuh yang sedikit lebih pendek darinya namun padat berisi. Membuat perempuan itu melenguh saat tubuhnya merapat ke meja. Hanya satu gerakan bagi Vero untuk mengangkat tubuh perempuan itu, menaikkannya. “Jadi,” tagih Berliana. “Jadi?” tatap Vero. “Bisakah kau memberikan penyesalan pali
Magbasa pa

Pengalaman Pertama

Vero berdiri, membiarkan perempuan yang tadinya ada di bawah tubuhnya menikmati orgasme panjang. Dengan tenang ia berjalan ke arah meja bar kedai. Mengambil dua botol minuman. Cukup lama mereka terdiam hingga kemudian Vero memecahkan keheningan. “Apa malam ini telah usai?” ucap Vero sambil menyandarkan tubuh di meja tempat Berliana terkulai lemas. Ia membuka dua botol. Satu botol ia minum sendiri. Satu lagi ia letakkan dekat tubuh Berliana. Lumayan lama pertanyaan Vero menggantung. Hingga kemudian perempuan itu terpingkal. Susah payah bangun, duduk di tepian meja tempat Vero menyandarkan tubuhnya. “Abis ganas banget mainnya sih! Jadi cepet keluar kan,” jawab Berliana. Tangannya sibuk mengelap sisa keringat di keningnya. Sambil meraih botol minuman yang sudah Vero bukakan. Vero menerawang jauh ke depan. Matanya kosong, tak menduga malam ini akan terjadi. Ia
Magbasa pa

Besit Masa Lalu

Di bawah sinar lampu kamar Berliana adegan itu masih berlangsung. Pelan-pelan Berliana mulai menyukai perannya sekarang. Dari menjadi seorang bos Vero. Memerintah laki-laki itu sesuka hatinya. Membuatnya jadi budak kepuasan birahinya. Hingga kini, dirinya jadi seperti pelacur semalam untuk Vero. Semua bagian punya sensasi debar jantung sendiri-sendiri. Bayangkan seorang laki-laki mengangkat kedua pergelangan tanganmu ke atas. Kemudian menjilati semua bagian tubuhmu dan berlama-lama di bagian sensitif. Pusar, pinggang, ketiak, tengkuk, telinga, mengingat beberapa menit yang lalu di bawah sana membuat gairah Berliana makin menggebu. Tangannya mengepal, menggenggam pangkal batang itu. Meski tak cukup, ia tetap menikmati sensasi saat kulit batang itu bertemu kulit tangannya. Apalagi kulit bagian tubuh Berliana yang lain. Seperti saat ini pelan-pelan bibirnya ikut merasakan sensasi it
Magbasa pa

Ketakutan

“Kau harus segera tidur sesampainya di rumah!” Perempuan itu jadi berubah jadi perhatian pada Vero. Dua orang itu tengah menuruni satu persatu anak tangga menuju lantai satu Resto. Vero mengangguk, sebenarnya berat rasanya untuk pulang. Tak terasa sudah pukul sepuluh malam. Permainan mereka bahkan masih bisa masuk ke ronde berikutnya. Tapi Vero tak akan tega melakukan itu pada Berliana. “Jadi, bagaimana tentang kita?” tanya Vero. Pertanyaan yang mencekik tenggorokan, membuat Berliana mati langkah. Ia berhenti di satu anak tangga lebih tinggi dari Vero berdiri. “Ak ... aku belum bisa memutuskannya sekarang, Ver,” jawab Berliana ragu. Vero tersenyum kecil. Memutar badannya menelisik mata Berliana. “Karena?” tanyanya lagi. Perempuan itu menghela napas panjang, sebentar kemudian menggel
Magbasa pa

Pak Januar

Asap yang keluar dari gelas kopi memang sudah habis. Angin pagi pintar sekali mengusirnya. Tapi tidak cukup kuat untuk menguras rasa panasnya. Kopi yang jadi lima menit yang lalu. Sang barista peraciknya tengah bersiap. Memakai seragam kerja berwarna biru langit. Ujung bajunya diselipkan ke celana hitam panjang. Sebelum ditarik keluar sedikit agar tampak semakin rapi. Dari lemari baju ia bergerak sedikit. Lebih ke memutar badan. Di kos sempitnya tak perlu melangkah untuk tiba di cermin gantung yang tingginya hampir sama dengan panjang kepala Vero hingga lutut. Mematutkan diri, sesekali berputar, merasa sudah rapi meraih parfum. Dua semprotan di kerah kiri dan kanan, satu semprotan di pergelangan tangan, satu semprotan di dada. Belum hilang aroma parfum, tangannya bergerak lagi. Meraih satu kaleng kecil berisi minyak rambut. Mencolek sedikit, seujung jari telunjuk, meratakannya di telapak tangan, bera
Magbasa pa

Telur Bebek

“Tapi ini? Telur? Telur bebek?” Vero mengangkat alis. “Untuk apa telur bebek sebanyak ini?” Pak Januar mengangkat bahu, menggeleng tak tahu. “Ini semua Berliana yang minta. Satu kotak bayangkan. Seratus butir, emang ada menu kita yang pakai telur bebek?” Vero menggeleng, “Gak ada setahuku. Eh atau? Bakal akan ada menu baru?” “Nah!” Pak Januar mengacungkan jempol ke arah Vero. “Bener katamu. Boleh jadi tuh.” Dua laki-laki itu tengah berbincang di dekat mobil resto. Keduanya baru saja menurunkan semua barang belanjaan. Dan baru sadar jika ternyata ada telur bebek di salah satu barang bawaan mereka. “Tapi resto ini kan konsepnya Jajan Beda yakan? Menu apa yang terbuat dari telur bebek kira-kira?” tanya Pak Januar lagi. Membuat laki-laki yang jadi lawan bicaranya berpikir keras. V
Magbasa pa

Masalah

“Kalau selalu laku kita bakal kehabisan waktu!” ucap Dhita. “Harusnya kita udah dapat dua belas kerak telur, tapi sekarang cuma ada dua. Semuanya laris di beli orang.” “Tapi mereka yang mau, bahkan ketika harganya sudah kita naikkan,” jawab Vero. “Tapi itu akan menyulitkan kita, Ver. Kita ini sedang tidak meladeni mereka tapi sedang mengerjakan pesanan,” bantah Dhita lagi. “Ya karena mereka memesan makanya kita buatkan mereka,” bantah Vero balik. Dhita yang tak puas dengan jawaban yang Vero berikan akhirnya pergi dengan wajah cemberut. Ia hanya pergi dari hadapan Vero, bukan dari tanggung jawabnya. Dhita tetap berbaik hati, tetap mau membantu merecikkan bahan untuk kerak telur Vero. Pukul sebelas siang, Berliana keluar dari ruangannya. Jika perhitungannya benar, maka kerak telur yang sudah Vero buat
Magbasa pa

Acara Selesai

Matahari sedang tinggi-tingginya. Hampir sempurna pukul dua belas siang. Mobil operasional JANDA resto menyibak riuh jalan. Jalan sedang ramai, banyak orang yang bersiap santap siang. Jalan jadi padat oleh mereka. Belum mobil-mobil operasional lain yang beranjak kembali ke kantor atau gudang mereka. Truk pembawa sembako, truk tangki pertamina, mobil ambulans, mobil polisi, angkutan umum, dan masih banyak lagi. Sementara dua orang karyawan JANDA Resto baru berangkat tiga puluh menit yang lalu. “Nih, Pak. Makan dulu,” ucap Vero. Tangannya membawa satu buah kerak telur yang masih hangat. Baru saja matang, aromanya masih tercium bersama dengan asap yang mengepul lembut di permukaannya. “Loh loh, nanti makin lama loh kerjaanmu Ver,” jawab Pak Janur. Tangannya menolak sesuatu yang diberikan Vero. Tapi laki-laki itu lebih mahir memaksanya; &l
Magbasa pa

Vero, Tunggu!

“Kenapa harus selalu kamu lagi yang tertinggal?” ucap Berliana. “Kenapa harus selalu kamu lagi yang kutemui?” balas Vero. “Jangan-jangan kamu sengaja,” tuduh Berliana. Vero mengangkat bahu, “bisa juga kamu yang sengaja.” Berliana memukul lembut dada kekar Vero dengan kepal tangannya. “Aku kan tinggal di sini Ver. Mana ada aku yang sengaja.” Vero terkekeh sebentar. Kemudian menyusul perempuan itu berdiri, menarik kursi di sebelahnya. “Duduklah, semua pekerjaan sudah selesai.” Berliana tersenyum hangat, “kau sungguh romantis.” “Seperti biasanya bukan?” jawab Vero pendek. “Bagaimana kalau kuberi kau dua penawaran?” tanya Berliana. Selepas menghela napas panjang. Selepas meregangkan otot-otot tubuhnya di sandaran ku
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status