Home / Fantasi / King Wish / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of King Wish: Chapter 1 - Chapter 10

14 Chapters

1. Raizen

Pemuda Manutang menghindari dedaunan kering dalam gelap hutan, melangkah pelan sambil membungkuk. Hanya cahaya bulan dan bintang yang menjadi penuntun kaki.  Dia berhenti di belakang semak, perlahan menarik keluar pedang tusuk rapier. Telinga serigalanya bergerak-gerak, mata tajam menyongsong ke tambang tembaga tua di depan. Manutang memiliki paras dan kulit manusia. Yang membedakan dengan manusia adalah kemampuan mereka.  Sebagai Manutang jenis Catt, Ramza memiliki telinga serigala, pendengaran lebih tajam dari manusia. Dia juga bisa melihat lebih baik dalam gelap. Karena kemampuan ini dia dijadikan serdadu pengintai kepolisian Parisi. "Psst, bagaimana?" bisik Haikal, pemuda Manusia, melangkah membungkuk pindah ke sebelah Ramza. 
Read more

2. Pembohong

Langit gelap bertabur bintang menjadi selimut mereka. Dingin udara tak mampu membuat kering keringat di seragam Haikal dan Ramza. Mereka beruntung menumpang sejenak gerobak tadi, sebelum diturunkan di perempatan.  "Harusnya kita bajak gerobak tadi," keluh Haikal. "Kita polisi bukan penjahat," sahut Ramza.  "Apa sudah sampai?" Ramza bisa melihat dalam kegelapan seperti serigala. "Aku rasa ini bukit terakhir sebelum sampai ke Parisi."  "Sialan Primus. Lihat saja jika Komandan Tinggi mendengar sikap pengecut borjuis itu, bahkan Raja sekali pun tidak bisa menolongnya dari tiang gantung." Keduanya sampai di bukit. Di kejauhan terang nyala obor dalam gelap pertanda kota Parisi sudah di depan mata. Keduanya tertawa riang melihat tembok batu tua berlumut lumut yang mengelilingi kota. Dengan terengah mereka bahu membahu menuju pintu gerbang besar yang tertutup rapat. Keduanya berlari riang seperti bocah menghampiri gerban
Read more

3. Karir Polisi

Dalam barak kepolisian Parisi keduanya menanti. Ramza terlentang di kasur sambil memakan apel merah sementara Haikal mondar-mandir tidak tenang di belakang pintu yang tertutup. "Kenapa kamu bisa santai begini?" sahut Haikal."Hidup sudah berat, harus dibawa santai."Haikal mendengus kesal. "Dengar serigala, hidup tidak semudah itu. Instingku mengatakan kita akan ketiban sial."Ramza duduk mengecup sisa sari apel di jari tangan kanan. "Maksudmu?"Haikal duduk di tepi kasur di sebelah Ramza. "Primus terlalu percaya diri. Dia menyeringai. Aku tidak suka jika dia banyak bicara, tapi lebih tidak suka jika dia diam seperti tadi.""Kamu terlalu banyak berpikir. Lagi pula bukan hanya polisi, penjaga, dan penduduk sipil juga dikirim ke sana.""Instingku selalu benar, Ram.""Tidur, istirahat. Lebih baik bersiap untuk menghadapi hari esok." Ramza tidur berbalik badan menghadap beberapa kasur kosong berjajar. Kasur-kasur
Read more

4. Duo Versailles

"Lihat, dasar sinting. Panas-panas pakai pakaian tebal," komentar seorang polisi, mengamati pemuda berjas panjang kulit warna hitam, berjongkok di pinggir jalan setapak. Pemuda itu mengelus jejak kereta kuda memakai tangan."Apa yang dia cari?" tanya polisi lain."Kamu pikir aku Bapaknya?" Polisi pertama semakin penasaran mendekati Rion. "Nak, jika ingin bermain jangan di sini.""Aku bukan anakmu dan aku sedang tidak ingin bermain, jadi diamlah." "Pergilah! Di sini tempat kejadian perkara, bodoh!"Pandangan dingin Rion membuat polisi itu terdiam, kembali menemui temannya.Rion Lampagne, manusia mungil berperawakan kurus seperti anak kecil, tapi umurnya sudah selapan belas tahun. Dia berkulit putih terawat khas bangsawan. Rambut sedikit kusam tanda jika dia sering berada di bawah matahari. Jas detektif tebal di hari panas, juga memakai celana hitam panjang, topi vedora, dan sepatu bot lapangan, sering membuatnya dikira bocah ingusan yan
Read more

5. Tugas Baru

Di tengah hiruk pikuk pasar Ramza bersenandung riang. Dia memegang serbuk lembut kunyit kuning rempah khas dari daerah kekaisaran Mughal. Tangan jahil itu pindah menyentuh barang lain. Kali ini meremas kacang kapri dari kerajaan Britton. Belum puas rasa ingin tahunya, dia mengendus aroma bunga lilly putih khas dari kerajaan Prussian. Tradisi ini selalu dia lakukan ketika melintas di pasar pelabuhan Reims."Ramza." Seorang Nenek sedikit bungkuk pamer apel. Tentu yang dipanggil menghampiri.Ramza mengambil buah di tangan Nenek. "Apel! Makasih Nek." Gigitan besar gigi taring nyaris menyayat habis buah di tangan. Dia sangat suka rasa manis apel."Ini, untuk Haikal." Nenek memberi satu lagi buah apel. "Ke mana saja kalian, kenapa lima tahun belakangan jarang terlihat?""Sibuk Nek. Aku pamit dulu, ya." Ramza melangkah cepat tenggelam dalam laut pengunjung pasar.Ramza dan Haikal lumayan dikenal di kota pelabuhan Rems. Mereka besar di sini. Ketika senggan
Read more

6. Penjual Obat

Ramza dan Haikal beruntung dipinjami kuda sehingga bisa melesat langsung menuju Marseile. Berjalan kaki mungkin butuh tiga hari, tapi dengan kuda dalam satu hari perjalanan mereka tiba ke tujuan.Keduanya menginap di penginapan luar kota demi menghemat pengeluaran. Hektor memberi uang cukup banyak, tapi Haikal bersikeras untuk menyewa satu kamar, demi menabung uang untuk judi esok sekembalinya ke Reims.Ramza membanting badan ke kasur. Seperti anak kecil kedua kaki dan tangan bergerak naik turun hingga seprei kasur kusut. "Kal, bagaimana cara berjualan narkoba?""Jualan ya di pasar," jawab Haikal, menutup pintu kamar."Jadi kita ke pasar?""Ya iya lah. Kata Paman Hektor barang itu di taruh di gang dekat pasar. Pasti beliau menyuruh kita berjualan di sana.""Yang benar?" Ramza duduk bersila kaki di kasur, memandang Haikal berganti baju. "Emang Paman menyuruh menjual di sana?"Haikal menggeleng . Dia duduk di tepi kasur di sebelah kasur
Read more

7. Raja Jacob

Suara nyanyian burung begitu merdu di taman bunga yang ditumbuhi banyak bunga berkelopak putih. Cahaya matahari pagi menerpa patung seorang wanita bertelinga singa yang memegang tongkat berkepala bundar ke angkasai ujung taman.  Seorang pemuda duduk di kursi batu sambil membaca buku. Jubah putih berornamen di bagian belakang menutup tunik bangsawan putih berkancing emas. Rambut panjangnya terurai ke belakang. Dia Jacob, Raja Frankia.  Wajah tirus Jacob mendongak memandang lekat patung di depan. Patung Isabella Lionese, mendiang permaisuri yang sangat dia cintai.  "Buku ini telah tamat. Bagaimana menurutmu sayang? Apa cerita novel kali ini bagus? Aku harap bagus. Penulis kesukaanmu, Iskariot, setelah mendengar kamu menyukai bukunya, dia segera membuat buku baru tentang dirimu, sayangku. Besok akan aku coba meminta kopian sebelum terbit dan akan kubacakan untukmu seperti biasa. Semoga kamu suka, ya."  Pria tua melangkah mendekat. Jub
Read more

8. Pertempuran Korup

Tradisi sebelum masuk ke kantor polisi para penjahat berbaris di depan gedung selama beberapa jam. Mereka dijemur seperti ikan asin, lalu dilempari batu kerikil oleh para polisi dan warga yang melintas. Hal ini khusus bagi mereka yang tertangkap tangan melakukan kejahatan.Setelah tradisi selesai, mereka seperti hewan ternak digiring masuk ke kantor polisi. Sewaktu menjadi polisi Haikal selalu senang menendang pantat para penjahat ketika digiring masuk, sekarang dia tahu rasanya sol sepatu menghantam pantat. "Masuk sana, dasar sampah masyarakat!" sentak polisi gendut."Berengsek, minta dihajar?" sentak Haikal."Haikal sabar, ingat kami penjahat," bisik Ramza."Tidak perlu kau ingatkan!" Benar-benar tidak nyaman ketika tali tambang melilit perut. "Tahu begini aku memakai kaos tebal. Sial."Mereka berhenti di depan pintu ruang pemeriksaan. Seorang polisi jangkung berwajah penuh jerawat menyetop mereka. "Kasus apa?""Narkotik," jaw
Read more

9. Revolusi

Pertempuran terjadi di ruang Komandan. Ramza, Haikal dan empat pria bertudung berhasil menang melawan para polisi korup. Beberapa polisi baik bergabung dengan mereka. Para polisi baik ini melihat lambang kerajaan, sehingga mereka tidak terpengaruh oleh ujaran kebencian dari komandan.Walau ruang sekarang berada di kendali polisi baik, tetapi pertempuran tetap pecah di kantor polisi.Di sepanjang lorong para polisi saling baku hantam dan berusaha saling membunuh. Polisi manusia di Ibu kota sepertinya telah lama mengendus rencana 'revolusi' oleh kaum manutang sehingga satu teriakan revolusi saja membuat mereka langsung menyerang manutang. Sekarang semua menjadi rumit seperti benang kusut."Sial, kemana larinya komandan tadi?" tanya Haikal. Ia merapikan jas panjangnya yang kusut. "Dia di luar." Ramza menunjuk ke arah taman samping, membuat Jiro dan beberapa polisi mendekati jendela hendak melihat ke sana."Tembak mereka, para pembunuh Komandan T
Read more

10. Tujuan Misteri

Bola mata Ramza bergetar ketika melihat meriam di tembakan. Dia melindungi kepala dari hajaran bola meriam yang mendarat ke lantai atas. Suara ledakan terjadi dan asap tebal kembali menyelimuti. Setelah semua sedikit reda dia berusaha bangun menopang dinding pergi ke tempat yang aman."Haikal, di mana kamu?" "Habisi semuanya!" teriak salah satu pasukan royal guard ketika masuk melalui lubang di dinding. Ramza terduduk lemas. Pertempuran terjadi antara para polisi melawan pasukan elit. Senjata para polisi mengalami kesulitan untuk menembus pakaian besi. Sementara para pasukan elit dengan mudah menghabisi mereka semua tanpa belas kasih. "Ini, ada satu di sini!" teriak salah satu pasukan royal guard, di tengah kemelut hendak menusuk Ramza memakai pedang. Akan tetapi Ramza sigap mengangkat rapier menembus sela di antara pakaian besi  dan helm besi. Senjatanya semakin dalam menusuk karena badan pria itu ambruk menimpa Ramza. 
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status