Beranda / Fiksi Remaja / Hey, Danish! / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Hey, Danish!: Bab 41 - Bab 50

78 Bab

42. Menepati Janji atau Setia Kawan?

Aryan pingsan setelah mendapat serangan tiba-tiba dari murid SMK Zamrad saat dia baru saja pulang les kemarin sore. Perutnya dipukul dan kebetulan dia belum makan seharian, maka serangan itu langsung membuatnya terjengkang. Untung saja ada Angga di sekitar situ, dan perkelahian tak dapat dihindarkan, anak-anak lain mulai datang menyusul dengan anggota seadanya, mereka mulai saling pukul. Tidak ada tawuran terencana, tertata dan terorganisir seperti dulu.Peperangan mereka sekarang jauh lebih brutal. Siapa saja yang ditandai sebagai penyerang bisa mendapat pukulan tiba-tiba, bahkan hanya ketika membeli sesuatu ke warung dekat rumah seperti yang terjadi pada Anggun dan Rian. Suasana makin memanas dan sangat tidak kondusif, geng Konoha kalah jumlah, terlebih sejak Danish keluar dari sana, mereka kuwalahan, hanya saja baik Angga maupun Aryan tidak ingin bilang. Mereka mau Danish hidup tenang.“Bilangin ke Sayna gue ada urusan.” Danish menitip pesan pada Arvin d
Baca selengkapnya

43. Aryan dan Ledakan

“Shareloc,” gumam Danish dengan geram di ujung tenggorokan sambil memacu motornya dengan kecepatan tak keruan.Sampai beberapa detik yang lalu, Anggun masih terhubung dengannya lewat panggilan telepon. Tapi kemudian suara bising dan rusuh menelan itu semua. Danish benar-benar buta, tidak tahu di mana tepatnya mereka bentrok dengan musuh sekarang. Dia berusaha berpikir dan mendatangi satu per-satu sekolah yang menjadi musuh bebuyutan mereka. Tapi tidak ada siapa-siapa di sana dan tidak ada yang memberitahunya di mana mereka melakukan bentrokan.Danish berhenti di sisi jalan lalu mencoba menghubungi nomor Angga yang tadi pun sempat memanggilnya tapi dia abaikan begitu saja. Dua kali panggilan tidak tersambung dan tidak mendapat jawaban, kali ketiga, Danish mendapat pesan. Sebuah peta menuju lokasi tawuran. Dia pun bergegas ke sana.Dan lagi-lagi, yang didapatnya tetap kehampaan. Tidak ada siapa-siapa, bahkan tidak dengan polisi sekalipun. Hanya tersisa
Baca selengkapnya

44. Sayna dan Kehancuran

Aryan benar, bukan? Danish tidak ikut tawuran. Tidak pernah lagi, tidak sejak dia berjanji pada Sayna, Danish tidak pernah mengingkari. Jadi, sore yang hampir gelap itu dia kembali melajukan motornya ke sekolah, berharap Sayna masih ada di sana, masih menunggunya, masih mau... memaafkannya. Karena harusnya dia mendapatkan Sayna setelah kehilangan teman-temannya, bukan?Jauh dalam lubuk hatinya, Danish benar-benar tidak keruan. Pikirannya melayang, pada Oliv, pada Angga, pada anak geng mereka yang terciduk dan... pada Sayna. Meski besar harapannya memikirkan Sayna yang masih menunggu di sekolah usai melatih klub taekwondo, tapi sisi lain dari dirinya juga tahu bahwa itu tidak mungkin. Sayna pasti sudah pergi, Sayna mana mungkin menunggunya sampai saat ini.Dan semuanya terjawab saat Danish berusaha menyeberang ke sebelah kanan, tempat di mana gerbang sekolahnya berada. Dia tertegun lama dalam sunyi dan remang kala mendapati gadis pujaannya masih berdiri di sana. Mereka
Baca selengkapnya

45. Sesal dan Ragu

Sayna memandangi Bolu yang tengah bengong menatapnya sambil berurai air mata. Sudah satu minggu berlalu sejak kejadian itu. Sejak patah hati terhebat dalam hidupnya selama 17 tahun. Saat dia dan Danish saling meneriaki dan menyakiti di sore menjelang malam itu. Satu minggu, yang berjalan lebih lambat dari biasanya, dan itu menyedihkan. Teman-teman geng Danish masuk dalam penahanan pihak berwajib, dua di antara mereka terluka parah—luka di kepala hingga pendarahan dan menerima perawatan di rumah sakit. Angga, Aryan dan yang lain diperiksa polisi, sementara Danish... dia memilih pindah duduk di pojokan kelas tanpa mau berbaur dengan siapa pun lagi. Danish yang ceria, yang biasanya tidak gampang marah, yang selalu ramah pada siapa saja dan meladeni obrolan orang yang mengajaknya bicara, kini sudah tidak ada. Dia berubah jadi pemurung, bahkan tidak tampak tersenyum selama satu minggu belakangan. Atau... dia memang tidak berniat menyungginkan senyum saat ada Sayna di seki
Baca selengkapnya

46. Kenangan Masa Lalu

“Heh, awas!” Danish sudah bermenit-menit menunggu, dan anak dalam gelas putar yang ada di halaman sekolahnya itu belum juga sadar diri untuk turun. Padahal sejak tadi Danish berdiri di sekitar sana untuk menunggu giliran, bukan untuk menontonnya bermain putar-putaran sendirian. Anak itu bertubuh mungil, kalau tidak berlebihan mungkin Danish akan mengira dia baru berusia tiga tahun andai tadi mereka tidak ditempatkan di kelas yang sama. Ternyata anak itu seusia dengannya, hanya saja dia bertubuh mini seperti kurcaci. “Gue udah nungguin dari tadi!” kata Danish ngegas begitu mereka berpapasan saat ia akan naik ke gelas putar untuk menjemput gilirannya. Bocah mungil itu diam saja dan hanya berdiri menunggu di sisi halaman, seperti yang tadi Danish lakukan. Baru setelahnya dia berbinar melihat Danish berlari sambil memutari wahana dan buru-buru naik saat kecepatan sudah maksimal. Rambutnya berkibar diterbangkan angin, Danish berdiri di tengah-tengahnya sam
Baca selengkapnya

47. Perubahan Besar

Bau disinfektan, orang yang berlalu lalang di sepanjang lorong jalan, serta angka-angka di daun pintu membuat Danish pusing bukan kepalang. Dia membolos jam pelajaran olahraga, dibantu oleh Hamam, Arvin dan Herdian, tiga konco setianya di kelas 2 IPA 3. Dan setelah berhasil melarikan diri tanpa membawa Michiko, Danish naik taksi menuju rumah sakit tempat Oliv dirawat. Danish tidak tahu harus membawa apa sebagai buah tangan, tapi Oliv sangat suka gorengan, dan apakah pasien yang sakit, patah tulang, pendarahan di dalam—dan di kepala, boleh makan gorengan? Dia merasa tidak yakin, jadi memutuskan untuk tidak membawanya. Kata Dinara, lebih baik Danish membawa roti dan buah serta makanan enak untuk yang menjaga pasien dan tidak bisa ke mana-mana. Dia dapat kabar dari salah satu mantan anak geng Konoha bahwa Oliv sudah siuman dan keluar dari ruang ICU satu hari yang lalu. Itu artinya Oliv sudah dipindah ke ruang inap biasa dan dapat menerima kunjungan. Sudah beberapa hari
Baca selengkapnya

48. Memulihkan Diri

  Sore itu hampir semua murid sudah keluar dari kelas dan beranjak pulang ke rumah masing-masing. Hanya ada beberapa yang masih tertinggal, tempat parkir pun semakin sepi. Namun Sayna diam-diam sembunyi di balik tiang untuk mengamati. Sebuah sepeda motor dengan perawakan gendut berwarna abu-abu yang pemiliknya menghilang sejak pelajaran olahraga tadi berdiri sendirian saat kendaraan lain satu persatu meninggalkannya yang parkir sendiri. Ke mana Danish? Kenapa tega meninggalkan Michiko sendirian seperti ini? Setelah Bolu, apakah Michiko juga terkena imbas atas putusnya hubungan mereka berdua? Seperti anak-anak korban perceraian orangtua, anak broken home. Dan Sayna sedih mendapati kenyataannya. “Say... duh, dicariin ke mana-mana juga.” Sayna refleks berbalik dan membuat kuda-kuda saat bahunya disentuh oleh seseorang dari belakang. Rupanya itu adalah gerombolan Hamam, Arvin dan Herdian. Tiga teman Danish yang cukup dekat saat di kelas.
Baca selengkapnya

49. Memulihkan Diri II

“Ambilin gue susu cokelat,” perintahnya pada Hamam tanpa menggubris ucapan pemuda itu barusan. Danish sedang sibuk menjadi barista gadungan yang coba-coba membuat racikan minuman untuk teman-teman.“Oke!” Hamam menjawabnya penuh semangat sebelum Danish melihat ada gelagat aneh di wajahnya.“Apa?” tanya Danish peka.“Mohon maap gue mau tanya, susu cokelat warnanya apa, ya?”“Minggir lo!” ucap Danish emosi dengan kaki yang benar-benar menepis Hamam hingga anak itu menyingkir dari depan kulkas sambil tertawa.Pada akhirnya dua anak remaja itu membawa senampan penuh makanan dan nampan lain berisikan gelas-gelas berisi minuman hasil racikan Danish barusan. Ada English cake atau bolu Sukade kata mama Melia sebagai suguhan spesial untuk teman-teman, jadi Danish menentengnya juga menuju ke ruang tengah.“Wuidih...” Herdian menyambut antusias makanan dan minuman yang Dan
Baca selengkapnya

49. Tahun Ajaran Baru

Ujian dan liburan semester sudah berakhir. Semua berjalan sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Danish masih ikut remedial dalam beberapa mata pelajaran yang nilainya tidak sanggup ia tuntaskan dalam ujian. Tapi itu tidak apa-apa, toh dia tidak punya target lagi. Danish sudah tidak peduli, atau dia hanya sedang membohongi diri sendiri. Sebenarnya, dia justru sangat kecewa, merasa bahwa keputusan ini sudah yang paling benar untuk mereka. Karena Danish memang tidak pantas untuk Sayna, dia tidak memenuhi syarat untuk jadi pacarnya.“Useless,” ujar guru mata pelajaran Bahasa Inggris mereka di depan kelas. “Pernah dengar istilah ini? Ada berbagai ungkapan yang bersifat harfiah maupun istilah dengan kata useless. Secara harfiah, mungkin berupa barang atau benda. Ayo, sebutkan apa saja hal yang sifatnya useless atau kurang berguna di kelas ini.”“Saya, Miss!” Hamam mengangkat sebelah tangan tinggi-tinggi.&l
Baca selengkapnya

50. Masalah Baru

Jam istirahat sudah berakhir, dan saat semua orang sudah mendapat kembali buku essainya, Sayna tidak memiliki buku itu di atas meja. Padahal nilai dari essai itu harus segera disetorkan. Bel masuk tinggal beberapa menit lagi, dan ketika Sayna baru saja ingin membuat bewara demi mencari keberadaan bukunya, benda itu datang ke meja dari orang yang tidak dia sangka. Orang yang dia hindari selama berbulan-bulan meski mereka berada di kelas yang sama.“Gue nggak tahu ini bener semua atau ada yang keliru, periksa lagi aja.”Seperti telur pecah di atas kepala, setelah berbulan-bulan, akhirnya Danish kembali mengajaknya bicara. Walau ekspresi wajah itu terlihat sungkan dan tidak ingin. Sayna mengerutkan alis, kenapa juga Danish harus mengajaknya bicara kalau tidak ingin? Dia hanya tinggal meletakkan buku itu di meja Sayna lalu pergi. Siapa juga yang mau diajak bicara dengan keadaan seperti ini. Malah membuat situasinya semakin canggung tak terkendali.&ldquo
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status