Beranda / Fiksi Remaja / Hey, Danish! / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Hey, Danish!: Bab 21 - Bab 30

78 Bab

21. Teman Gibah dan Si Tukang Ngadu

Jagakarsa ke Kemang Raya membutuhkan waktu tempuh sekitar 18 sampai 20 menit lewat Jalur-Jalur tertentu. Dan berhubung Michiko masih memakai plat nomor sementara, Danish harus pintar-pintar menyiasati jalan-jalan tikus dari sekolah ke rumah Sayna demi menghindari polisi. Karena sejatinya plat nomor sementara tidak boleh dipakai oleh kendaraan baru dengan jangkauan jarak tertentu. Dan Danish membawa Michiko terlalu jauh.“Say,” panggil Danish saat mereka berhenti di lampu merah dengan untaian kendaraan berjejer yang tidak manusiawi lagi di hadapan.“Apa?” Sayna mendekat ke bahu sebelah kirinya, dan helm mereka beradu karena hal itu.“Gue sayang sama lo.” Danish tersipu-sipu. Ditatapnya gadis itu lewat spion dan terlihat sama tersipunya.“Gue juga,” bisik Sayna pelan. Suara kendaraan di seberang mereka meredamnya, tapi Danish masih bisa mendengar suara gadis itu dengan jelas. “Banget malah,” imbuhn
Baca selengkapnya

22. Ketahuan

“Oh, begini ya rupanya kelakuan di luar rumah. Pulang sekolah pacaran di pom bensin!”            Sayna dan Danish kontan menoleh saat seorang bocah ingusan mengendarai Vario putih dan helm cokelat susu memepet jalan mereka dari sisi kanan. Dan yang Danish ingat tentang anak itu adalah, mata sipit serta rambut lurusnya yang bagus, mirip dengan Sayna.            “Siapa yang pacaran di pom bensin?” Sayna nyolot sambil menoyor kepala adiknya yang berbalut helm. “Pulang lo!” Dia membentak.            “Teteh yang harus pulang, buruan turun! Pulang sama aku. Aduin ke ibu nih.”            “Heh!”            “Hai.&rdqu
Baca selengkapnya

23. Ibu Negara

“Tuh, dia datang. Gue ke perpus dulu, Say. Kalau lo sempet nanti susul aja.”“Oke.” Sayna mengangguk sambil mengacungkan ibu jari di udara, sementara matanya sibuk memindai deretan kalimat dari cerita fiksi dalam buku yang terbuka di atas mejanya sekarang. Dia baru mendongak saat bunyi kursi plastik di hadapannya bergeser tanda ditarik oleh seseorang.“Udah laper? Tumben jam segini ngajak ke kantin.”“Haus,” ujar Sayna, mengisyaratkan tatapan matanya pada kemasan Teh Kotak yang bertengger di sebelah kiri meja. “Jadi lo mau tetap terlibat dalam organisasi geng Kobang itu?” tembaknya langsung, setelah tadi susah payah menahan diri dan meminta Danish tidak lagi terlibat dalam hal tercemar seperti itu.“Salah satu syarat kalau gue mau keluar, ya gue harus tetap bayar uang kas bulanan.”Apakah benar begitu? Sayna baru tahu bahwasannya geng sekolah abal-abal itu ternyata memiliki sus
Baca selengkapnya

24. Taekwondo

“Gombal anjir!” Sayna mendorong pelan bahu Danish dan tertawa geli. Kesempatan sekali menjauhkan diri dari pemuda itu karena dia kelelahan sejak tadi menahan diri dan juga suara jerit-jerit di hati sebab Danish menyentuh—mengelus-elus wajahnya untuk pertama kali. Ya, meskipun itu dalam rangka meratakan sunblock, bukan karena hal lain.“Gue suka sama lo 100%, banyakan gue.” Gadis itu kembali buka suara karena Danish diam saja. Dia hanya senyum-senyum seperti orang gila.“Kita kan beda.” Danish melipat tangan di dada. “Lo tahu kan, bedanya gue sama lo?”“Beda gender?”“Salah.” Dia menggelengkan kepala. “Lo itu you, kalau gue yours.”“Apa sih, Danish? Geli ih!”Keduanya terkekeh dan menjauh dari ruang cuci, berjalan menuju lapangan sepak bola di bagian utara gedung sekolah, tempat di mana anak-anak klub taekw
Baca selengkapnya

25. Efek Samping

Setelah ciuman dadakan itu, rupanya ada yang lebih merepotkan daripada debar di dada Sayna. Danish—partner ciumannya, mendadak demam dan seluruh wajahnya memerah dengan mata sayu yang susah payah dia sembunyikan. Apa bersentuhan bibir dengan Sayna membuatnya sampai seperti itu? Apa Sayna menularkan virus kepadanya? Tapi kan dia sedang tidak sakit, Sayna juga sudah gosok gigi. Jadi Danish kenapa, sih?“Nish...” panggil Sayna sambil menggoyangkan lengan teman sekelasnya itu. Danish memejamkan mata di bangku panjang dekat parkiran, rencananya mereka akan pulang tapi dia bilang tunggu sebentar, dan ini sudah lebih dari 10 menit. Danish di sebelahnya menyandarkan kepala ke sandaran kursi dengan kelopak mata tertutup rapat.Sayna diam-diam memperhatikannya dari sisi sebelah kiri, pasti Danish sudah kelelahan dipuji ganteng selama dia hidup, tapi jika pemandangan yang dilihat orang lain adalah figur seperti ini, mana mungkin pujian itu berhenti meng
Baca selengkapnya

26. Efek Samping II

“Dek, kenapa?”Sayna memperhatikan interaksi anak dan ibu yang baru pertama kali dia lihat saat ini di depan matanya. Begitu turun dari sepeda motor dan menuntun Danish berjalan masuk rumah, seorang wanita dengan setelan kemeja dan celana kulot berwarna salem muncul tergopoh-gopoh menyambut kedatangan mereka. Sayna bisa menebak bahwa wanita itu adalah ibu kandung Danish, Melia Adiswara, pengusaha laundry terkaya di Indonesia yang sering masuk berita dan majalah enterpreneur nasional.Jika ibunda di rumah selalu mengenakan daster batik dan ke kantor memakai seragam, maka ibunya Danish tipe yang terlihat siap kapan saja meski di rumah sekalipun. Dia bisa tinggal menenteng tas dan keluar rumah begitu saja dengan pakaian apa pun yang menempel di tubuhnya saat ini tanpa perlu berdandan sama sekali. Sebab, ibu kandung Danish sangat cantik.Rambut pendek, hidung mancung, kulit yang sehat terawat serta wangi semriwing di udara tercium dari
Baca selengkapnya

27. Efek Samping III

Sayna refleks menunjuk dada dengan telunjuk dan bertampang tolol saat ini.“Kamu?” Beliau memastikan dan Sayna mengangguk ragu. “Sayna boncengin Danish naik motor karena dia sakit dan dibawa ke klinik terus dianterin ke rumah dan dituntun jalannya sampai ke depan pintu buat dikasihin ke tante?”Dikasihin? Memangnya Danish boneka? “I...iya, Tan...te.” Sayna mendadak gagu.“Ya ampun! Kenapa nggak pacaran aja, sih?”Hah? Sayna kontan memiringkan kepala dan memasang ekspresi tak percaya mendengar penuturan itu. Sementara Sayna kebingungan dengan pertanyaan barusan, Melia justru tertawa lepas dan tampak bahagia meski di sebelahnya sang anak tengah demam tinggi, belum sempat diobati.“Aduh, gemesin banget anak-anak ini.” Ibu kandung Danish itu kembali bersuara. “Nish, hei... Nish... pelet bunga pacar kita kayaknya berhasil, tuh.”Melia menepuk-nepuk p
Baca selengkapnya

28. Sahabat atau Cinta?

Ini sudah hari kedua, ke mana Sayna? Kenapa tidak menghubunginya? Seingat Danish, sore itu mereka sudah melakukan perdamaian meski sebelumnya telah terjadi tragedi uhm... keserempet bibir itu. Sayna tampak tidak mempermasalahkannya, dia bahkan mengantar Danish pulang dan mengurus Danish yang demam. Tapi setelah dia pulang, Danish tidak pernah mendapat kabar apa pun sampai hari ini.Apa sebenarnya dia masih marah? Hanya saja waktu itu Danish sakit jadi Sayna menahan diri untuk tidak meninggalkannya. Apa Danish harus minta maaf? Sudah dua hari dia beristirahat di rumah dan tidak sekolah yang artinya tidak bertemu dengan gadis itu juga. Danish merindukannya, sedang apa dia? Apa Sayna tidak khawatir padanya? Tidak merindukan Danish juga?“Say lagi ngapain, sih?” tanyanya putus asa sembari menatap langit-langit kamar. Sudah beranjak sore, karena stiker di langit-langitnya menunjukkan semburat kekuningan.Danish lebih banyak tidur daripada terjaga, saat in
Baca selengkapnya

29. Sahabat atau Cinta? II

Angga hilang dari balik pintu setelah mengatakan hal itu dan suara-suara riuh terdengar dari mereka yang menuruni tangga rumah. Melia pamit sebentar untuk mengantar para tamu senior pulang sampai ke depan pintu serta membungkus siomay pesanan mereka, sementara Hamam, Herdian dan Arvin ditinggal bersama Danish di kamar. Mereka bertiga duduk berjejer rapi di sofa yang tersedia, perilakunya jauh berbeda dengan tiga tamu sebelumnya.“Thanks udah jengukin gue.” Danish memulai basa-basi. Dia senang teman-temannya datang ke rumah hari ini, tapi kenapa harus laki-laki semua, sih? Kenapa tidak selipkan satu anak perempuan untuk datang? Sayna misalnya.“Roman-romannya dia nggak seneng lihat kita datang,” gumam Hamam pelan, tapi jarak mereka tidak terlalu jauh dan Danish masih bisa mendengarnya dengan jelas.Arvin bergerak membuka risleting tas dan mengeluarkan sesuatu dari dalam sana, lalu menyerahkannya pada Danish. “Gue tahu apa ya
Baca selengkapnya

30. Jatuh Tak Berlabuh

“Ma... mama...” Danish berteriak sambil berlarian dari kamarnya dan menuruni anak tangga rumah panjang yang meliuk tinggi sebagai penghubung lantai bawah dengan kamarnya di atas. Sepulang teman-temannya tadi, dia berpikir untuk mencari sesuatu lebih lanjut soal Sayna. Kata Herdian, gadis itu menolak untuk satu kelompok dengan Danish dalam tugas PKN yang awalnya mengharuskan mereka bersama, dan Hamam sempat keceplosan soal itu sementara teman-teman lain sepakat untuk merahasiakannya. Ada apa, kan? Danish jadi penasaran. Orang-orang itu tidak memberi tahunya dan buru-buru pulang setelah tragedi keceplosan Hamam. “Ma!” panggil Danish sekali lagi dengan suara lebih keras. “Apa sih?” tanyanya jengkel. “Teriak-teriak mulu di rumah, lari-larian, belum aja tahu kemaren tuh naik ke kamar doang dituntun sama Ceu Yati, mang Sarta, dipegangin sama mama.” “Makanya pasang lift di rumah,” ucap Danish asal yang membuat sang ibu mendelik tajam. “Hehe, bercand
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status