“Ma... mama...” Danish berteriak sambil berlarian dari kamarnya dan menuruni anak tangga rumah panjang yang meliuk tinggi sebagai penghubung lantai bawah dengan kamarnya di atas. Sepulang teman-temannya tadi, dia berpikir untuk mencari sesuatu lebih lanjut soal Sayna.
Kata Herdian, gadis itu menolak untuk satu kelompok dengan Danish dalam tugas PKN yang awalnya mengharuskan mereka bersama, dan Hamam sempat keceplosan soal itu sementara teman-teman lain sepakat untuk merahasiakannya. Ada apa, kan? Danish jadi penasaran. Orang-orang itu tidak memberi tahunya dan buru-buru pulang setelah tragedi keceplosan Hamam.
“Ma!” panggil Danish sekali lagi dengan suara lebih keras.
“Apa sih?” tanyanya jengkel. “Teriak-teriak mulu di rumah, lari-larian, belum aja tahu kemaren tuh naik ke kamar doang dituntun sama Ceu Yati, mang Sarta, dipegangin sama mama.”
“Makanya pasang lift di rumah,” ucap Danish asal yang membuat sang ibu mendelik tajam. “Hehe, bercand
PUBG Mobile level 69, SULTAN M4 The Fools level 5, M4 Lizard level 3, Beryl little pony level 2, memiliki materials 4 yang tinggal di-upgrade, set Mystic, Legend, Gacha dll, helm dan tas banyak, skin UAZ, Dacia Golden, log in twitter, email lengkap, transaksi cash on delivery di Jagakarsa.Danish mengetuk-ngetuk meja belajarnya dengan telunjuk, menimbang-nimbang apakah dia harus keluar rumah untuk membeli akun itu atau tidak, karena lokasi penjualnya di dekat sekolah, harusnya dia tidak perlu terlalu khawatir. Tapi mengingat kondisi kesehatan yang belum sepenuhnya pulih, Danish mulai memutar otak—kalau memang bisa disebut otak, dan mencari cara lain. Transaksi seperti ini sangat rentan penipuan, itu sebabnya baik penjual maupun pembeli lebih baik berhati-hati dan melakukan pembayaran secara tunai ketimbang online kalau bisa.“Yan, di mana?” Danish sudah
Ikrar bersiul sepanjang jalan, Sayna tidak tahu anak itu kenapa dan juga tidak berniat untuk menanyakannya. Lebih baik bertanya soal kejanggalan ini pada Danish setelah mereka bertemu nanti, karena Danish lebih bisa dipercaya ketimbang adik laki-lakinya.Mereka bertolak ke rumah Danish pukul 7, usai makan malam agar tidak terlalu lama di luar rumah, sebab paling lambat jam 9 Sayna sudah harus kembali. Dan sepanjang perjalanan itu pikirannya melayang-layang, apakah Danish memberi Ikrar pelajaran? Apa Ikrar diancam? Atau justru... disogok?Diancam sih mana mungkin, Danish kan sangat manis dan menggemaskan. Kalau disogok, dengan apa dia menyogok bocah tengil ini? Apa mereka bahkan sudah bertemu diam-diam di belakangnya?“Rumah Bang Danish bagus ya, Teh? Nanti kalau Teteh sama dia nikah beli rumah kayak gini juga, soalnya rumah ibu buat aku sama istri aku nanti.”Sayna langsung meringis begitu turun dari sepeda motor dan sampai di depan rumah Dani
“Eh, Sayna jangan pake yang itu!” Danish mencegah Sayna yang baru saja akan mengambil sodet alias spatula kayu berwarna cokelat tua dari wadah peralatan masak berbatang—bergagang maksudnya. “Nih, pake yang ini aja.”Sebagai gantinya, Danish memberikan Sayna spatula baru berwarna hitam yang terlihat masih kokoh dan bau toko. “Yang kayu itu kata nyokap gue sodet pusaka, beli pas sebelum gue lahir ke dunia.”Sayna melongo sejenak, lalu tidak menggubris dan mengaduk-aduk mie goreng yang tengah mereka masak. “Ternyata nyokap kita sama.”“Sama gimana?” Danish memiringkan kepala.“Suka banget nyimpen benda lama terus ntar bilang-bilang ke gue kalau lemari di kamar umurnya lebih tua dari Teteh, sofa di teras rumah itu belinya pas ibu masih hamil Teteh, dan umur mereka tuh lebih tua dari Teteh. Terus gue harus banget salim ke sofa sama lemari gitu maunya nyokap?”Danish terpingkal
“Tan... Tan... Tania maafin gue dong!” seru Hamam sambil berlari ala-ala aktor india yang mengejar pujaan hatinya.Tania berbalik dengan wajah murka lalu menggeplak orang yang mengejarnya dengan topi sekolah usai upacara bendera. “Semudah itu lo minta maaf?!” Tania balas berteriak, dan amarahnya patut dimaklumi karena Hamam memang sudah melakukan kesalahan yang fatal.Gadis itu keluar kelas ditemani oleh Sayna, dan sisanya, Hamam bersama anak-anak lain duduk berkelompok mengelilingi meja. Pemuda berambut cepak itu menggelengkan kepala. “Emang minta maaf yang susah gimana sih anjir?” gerutunya setelah Tania dan Sayna hilang dari pandangan.“Eh, ya nggak gitu juga maksudnya, ogeb!”“Terus?” Hamam berbalik pada Arvin. “Gue mesti gimana?”Tidak ada yang sudi menjawab, semua orang kompak mengangkat bahu, karena kesalahan Hamam pada Tania hari ini sempat menghebohkan satu sekol
Harga akun itu 4,6 juta rupiah. Ikrar bilang padanya sambil menyodorkan iklan di salah satu platform jual beli ternama dan menyamakan spesifikasi akun tersebut dengan yang diberikan Danish sebagai sogokan untuk adiknya. Di sana tertera bahwa akun itu sudah terjual, dan bisa saja Danish memang sengaja membelinya. Sayna sangat tidak enak, sejak kemarin dia merasakan hal itu tapi lebih memilih untuk terus memendamnya saja.Daripada dia mengomel pada Danish, lebih baik Sayna melakukan cara dan usaha lain. Toh, Danish rela mengeluarkan sejumlah uang demi kelancaran hubungan mereka, Sayna tidak boleh menyalahkannya secara sepihak. Perutnya nyeri, tapi Sayna ada jadwal pekerjaan hari ini.Dia sudah bersiap dengan setelan hanbok berwarna kuning gading-hijau, dirias secantik mungkin, dan berdiri di depan kamera serta lightning profesional sebuah butik ternama. Sayna mengambil pekerjaan ini untuk mengumpulkan uang dan bisa mengganti biaya yang dikeluar
Danish sampai di rumahnya saat langit sudah gelap dan agak larut. Tadi dia menyempatkan diri ke markas Konoha untuk memeriksa keadaan mereka setelah kembali dari tugasnya mengantarkan Sayna. Untuk kali pertama Danish melihat ada memar di wajah Angga, serta Aryan yang lengan kirinya cedera. Anggun, Oliv dan yang lain sudah tidak asing lagi kalau wajah mereka lebam tak keruan.Dan karena itu, dia merasa bersalah. Walau Angga tetap tersenyum sambil mengatakan mereka tidak apa-apa. Asal semuanya selamat dan tidak ada yang tertangkap polisi, berhubung tawuran kali ini hanya berskala kecil, tidak sampai menimbulkan kehebohan besar seperti yang terakhir kali terjadi.Danish memeriksa ponsel, Sayna mengirimkan foto-foto Bolu dan juga menjadikan videonya sebagai status di sosial media terbaru sebagai ungkapan rasa bahagia. Sejujurnya, Danish tidak pernah melihat Sayna selembut itu menatap sesuatu selain Bolu, tiba-tiba saja aura keibuannya keluar saat mereka melakukan pandangan
Danish menganga untuk beberapa detik pertama, dia ikut memperhatikan benda yang Arvin khawatirkan dan jelas-jelas melihat pusaka itu masih menempel dengan sempurna di antara kedua kakinya. Arvin mendadak buta atau bagaimana?“Nish... gimana, Nish? Ntar gue nggak bisa enaena...” Dia meraung-raung sambil memegangi celana.“Terus ini apaan, goblok?”“Aw!”Arvin menjerit keras saat Danish menyentil ujung burungnya dan kembali menangis karena kesakitan. Tidak mau berlama-lama terjebak lingkaran setan, Danish segera mencuci tangan dan keluar dari sana, membiarkan Arvin gila sendirian.Lalu hal gila lain didapatinya saat Herdian berjongkok di samping rak sepatu koleksi ibunya Hamam. Dia berdiam diri seperti patung bahkan saat Danish bertatapan dengannya.“Kenapa lo?” tanya Danish heran.“Ssshh...” Herdian menyimpan telunjuknya di depan bibir. “Gue lagi nyamar jadi sendal.&rdqu
Sayna menunggu di depan kelas dengan perasaan resah. Pagi ini sekolah mereka dihebohkan oleh kabar perkelahian antar siswa dengan sekolah lain. Dan itu tak lain tak bukan adalah gengnya Danish dulu, geng Kobang alias Konoha Bangsat. Sayna takut Danish terpengaruh karena rasa empati dan solidaritasnya yang tinggi dan malah terjun membantu teman-temannya berkelahi di luaran sana.Gelagat Danish akhir-akhir ini juga sangat mencurigakan, dia seperti waktu itu lagi, menghilang saat jam istirahat kedua, alasannya macam-macam saat dia kembali dan meminta maaf pada Sayna. Antre di mushola lah, gantian memakai sarung dengan Arvin lah, menunggu stok Teh Kotak diisi ulang oleh petugas kopsis dan lain-lain. Alasan yang makin hari makin mengada-ada, alasan yang... mau tidak mau harus Sayna terima meski rasa kesal dan khawatirnya menumpuk dalam dada.“Nish...” panggil Sayna buru-buru sambil menarik tangan Danish dan menyeretnya masuk ke kelas saat dia berjalan beriringan
Gue Hellen Vianda. Panggil aja Helen, nggak usah disingkat-singkat jadi Hell, atau Len gitu, oke? Hell itu artinya neraka, kan? Nggak habis pikir gue kenapa nyokap ngasih nama gue kayak gitu, nggak paham bahasa asing apa gimana dah? Anaknya pas gede dipanggil neraka ke mana-mana.Oh iya, kenapa jadi kepanjangan gini mukaddimahnya?Gue di sini cuma mau cerita keadaan sekolah sejak tadi pagi. Jadi, di SMA NYUSU kalo lo ngeliat Kak Aryan bawa mobil Lexus-nya ke sekolah, itu udah sirine alami banget deh. Pasti bakal ada perang besar ini mah! Tapi hari ini belum diketahui apa pemicunya, gila aja pagi-pagi liat Kak Aryan bawa mobil sementara kemarin kayaknya nggak ada masalah apa-apa yang tersebar. Mungkin pas jam istirahat pertama, atau kedua, gue bisa berburu berita ke temen-temen lain.Bahkan bukan cuma kita anak-anak NYUSU, guru-guru sampai Wakasek Kesiswaan pun waspada liat Kak Aryan bawa mobil. Bu Sri namanya, guru Kewarganegaraan yang ngerapel ngurusin
Sayna memandangi telapak tangannya sendiri sejak bermenit-menit belakangan ini. Dalam masa OSPEK untuk mahasiswa baru Fakultas Kedokteran, berinteraksi dengan mayat atau cadaver tentu bukan cuma rumor belaka. Dia baru saja melakukannya, dan meski mayat itu tidak bangun lagi, Sayna tetap merasa ngeri. Kengerian itu masih menyisa di hatinya. “Salam dulu, Dek! Ajak kenalan. Coba cari ada tulisan apa di bawah kakinya? Jangan takut, mereka pernah hidup seperti kita, mereka yang akan bantu kalian menimba ilmu selama di sini. Anggap sebagai guru, hormati dan hargai keberadaannya.” Bukan mayat baru yang masih segar memang, kulit hingga tubuhnya sudah keras dan kaku seperti kayu, Sayna bisa menganggapnya boneka peraga kalau mau, tapi tetap saja, itu mengerikan. Dia sudah mencuci tangan berulang-ulang dan belum bisa menghilangkan kesan serta ingatan terhadap sentuhan cadaver di kulitnya barusan. “Hai, Sayna, ya? Dari Nusantara Satu?” Sayna men
Lubang Hidung Danish First of all, ini bener-bener catatan nggak penting. Gue cuma lagi gabut dan nggak tahu mesti ngapain. Tapi tiba-tiba gue keingetan hal krusial ini. Jadi kayaknya dua tahun yang lalu, pertama kali gue sadar kalau Danish bukan cuma ganteng dan baik, yang dua hal ini mostly jadi daya tarik terbesar dia dan jadi alasan kenapa dia diincar banyak cewek. Khususon gue, ada satu hal lagi, lubang hidungnya. Gila, ya? Cewek gila mana yang naksir cowok gara-gara lubang hidung? Ada kok, gue orangnya. Honestly, gue udah naksir Danish sejak lama sih. Kan dia ganteng, banyak yang suka, jadi ya gue ikut seru-seruan aja buat mengagumi dia diam-diam tanpa kasih tahu ke orangnya atau ke siapa-siapa. Gue nggak nunjukin itu, gue takut Danish ilfeel sama gue dan mikir kalau gue sama kayak hama lain yang suka nempelin dia. No! Pokoknya jangan sampai derajat gue rendah di mata Danish. Gue harus jadi bucin yang berkelas.
Gadis itu menyengir, terlihat senang mengerjai pemuda yang masih bau amis dengan hormon dan imajinasi membumbung tinggi. Lalu dia sibuk dengan anak bulunya lagi, sementara Danish membuang muka dan menyapu tiap sudut kamar itu. Dia tidak akan ke sini untuk waktu yang tidak bisa ditentukan setelah penghuninya pergi.Kamar Sayna yang mengombinasikan warna pink, pastel, dan putih mengusung konsep kamar gadis-gadis ala Instagram. Danish berkeliling dan terpaku pada buku bersampul kuning di atas meja rias. Dia mendekat setelah berpura-pura memeriksa sesuatu di wajahnya karena tepat di atas meja itu adalah cermin berukuran besar, Danish melirik Sayna yang sibuk mengobrol dengan suara mencicit dengan Bolu mereka.Lubang Hidung Danish...Matanya otomatis melebar kala menemukan tulisan itu dan deretan huruf yang terangkai di bawahnya. Memo Sayna yang pernah Hamam kisahkan padanya waktu itu. Danish tidak menyangka jika ini benar-benar ada, benar-benar ditulis oleh gadisnya
Danish: Say, dessert yang kapan hari dibeliin si ibu namanya apa sih, lupa gue.Sayna: Yang mana?Danish: Yang ada kopinya.Danish: Duh, apaan itu namanya, ya?Danish: Tira... apa sih?Sayna: Misu?Danish: Miss you too :*Sayna: Dih!Danish: Hahaha, lo mau nggak? Gue serius nih, ntar gue bawain.Sayna: Apaan? Tiramissu?Danish: Iya.Sayna: Nggak ah, gue lagi kepengen donat kentang sih kalau ada. Yang pake gula dingin itu. Duh, jadi kebayang kan...Danish: Oh, ntar gue beli, gampang.Sayna: Oke, makasih.Danish: Mamanya Bolu lagi ngidam kayaknya nih, Michi sama Bolu otw punya dedek, anak ketiga kita :*Sayna: Ngga
Ekstra – EpilogHamam invited you to join Bujang NyusuHamam: Hai, temen-temen sepeliharaan gue! Kangen nggak nih?Danish: Njir, apaan ini?Arvin: Bujang Nyusu? Yang bener aja lo ngasih nama!Herdian: Ada baiknya kita berunding dulu masalah nama baru untuk grup ini.Hamam: Heh, lo udah official pensiun jadi ketua kelas, ya. Gosah ngatur-ngatur!Arvin: Ini kita berempat doang nih?Hamam: Gue masukin Rafid, Reno sih kaga, empet gue sama dia.Danish: Panggil si Rafid.Arvin: Fid!Herdian: Rafid!Rafid typing...Hamam: Oh, ada noh masih mengetik. Gue kangen sama lo pada btw. Aneh banget bolos sekolah selama ini, gue kan nggak pernah bolos.Danish: Lo nyindir
Danish: You deleted this messageSayna: Nish, ada apa? Kok dihapus? Sayna: Kirim ulang dong, gue kepo nih.Danish: Lo mau nggak jadi pacar gue? Sayna: Wkwk kirain apa. Sayna: Udah, hapus lagi aja. Danish mendengkus tidak senang, Sayna selalu begitu dari dulu dan ini sudah berbulan-bulan. Memang sih mereka sudah melakukan banyak hal bersama-sama dan tidak ada satu pun yang mengira keduanya tidak pacaran, hanya orang-orang terdekat yang tahu status mereka sebenarnya. Dan selama ini Danish juga tidak masalah, hanya karena mendengar Angga dan Aryan tidak jomblo lagi, dia iri parah. Danish juga ingin mengakui blak-blakan kalau Sayna adalah pacarnya.“Nish!” Gadis itu menepuk bahu Danish dari belakang. Mereka baru saja selesai merayakan kelulusan, Sayna bersama teman-tema
Hari kelulusan. Setelah melakukan ujian akhir beberapa waktu yang lalu, melewatkan malam prom yang menyenangkan dengan teman-teman seangkatannya, belajar yang rajin, dan lebih rajin lagi membantu ibunya di laundry, Danish melangkah ke luar kelas dengan senyum mengembang. Rasanya seperti sudah bebas.Dia dan seluruh kelas 12 yang tersisa di SMA Nyusu akan pergi, melepas seragam putih abu-abu yang mereka kenakan dan memulai petualangan baru di bangku universitas. Lembar kelulusan yang menyatakan dirinya boleh meninggalkan dunia remaja penuh warna itu Danish pegang erat. Mereka membagikannya di aula, tapi kemudian membuka lembar itu di kelas masing-masing. Dan tak lupa, papan media sekolah turut membagikan peringkat dari seluruh angkatan per-jurusan yang mereka ambil.Danish menepuk dadanya bangga, dia berpapasan dengan Angga dan Aryan yang sedang berangkulan dan berjalan ke arahnya. Mereka saling melempar senyum, tampak sama-sama lega dan bahagia.“
Selain menikah secara dadakan dengan orang yang baru ditemuinya beberapa waktu lalu, kakak kandung Danish melakukan hal lain yang lebih gila lagi. Dia menyelinap pergi ke kamar pengantin dengan sang suami lalu mengunci pintunya dan tidak muncul lagi hingga acara selesai.Tebak saja siapa yang menggantikan mereka berdua di pelaminan, Danish dan Sayna. Keduanya berpakaian ala pengantin gadungan dan cekikikan menyalami para tamu undangan. Mereka menjelaskan sedikit tentang keadaan pengantin sungguhan yang sedang berganti pakaian meski itu bohong belaka.Anehnya, Sayna terlihat senang. Danish kira gadis itu akan mengumpat kakaknya seperti yang sudah dia lakukan. Ternyata tidak, Sayna baik-baik saja, mereka bahkan berfoto berdua ala-ala pengantin aslinya. Kalau sudah begitu ya, lama-lama Danish juga senang.“Nish!” Sayna menepuk punggungnya dari arah belakang. Acara sudah selesai, tamu-tamu sudah pergi, mereka pun bersiap untuk kembali ke ka