Sayna memandangi telapak tangannya sendiri sejak bermenit-menit belakangan ini. Dalam masa OSPEK untuk mahasiswa baru Fakultas Kedokteran, berinteraksi dengan mayat atau cadaver tentu bukan cuma rumor belaka. Dia baru saja melakukannya, dan meski mayat itu tidak bangun lagi, Sayna tetap merasa ngeri. Kengerian itu masih menyisa di hatinya.
“Salam dulu, Dek! Ajak kenalan. Coba cari ada tulisan apa di bawah kakinya? Jangan takut, mereka pernah hidup seperti kita, mereka yang akan bantu kalian menimba ilmu selama di sini. Anggap sebagai guru, hormati dan hargai keberadaannya.”
Bukan mayat baru yang masih segar memang, kulit hingga tubuhnya sudah keras dan kaku seperti kayu, Sayna bisa menganggapnya boneka peraga kalau mau, tapi tetap saja, itu mengerikan. Dia sudah mencuci tangan berulang-ulang dan belum bisa menghilangkan kesan serta ingatan terhadap sentuhan cadaver di kulitnya barusan.
“Hai, Sayna, ya? Dari Nusantara Satu?”
Sayna men
Halo, akhirnya Hey, Danish! tuntas di bab ini. Silakan berkunjung ke lapak Miss Antagonist untuk membaca kelanjutan kisah Danish dan Sayna di sekuel mereka ya. Sampai jumpa!
Gue Hellen Vianda. Panggil aja Helen, nggak usah disingkat-singkat jadi Hell, atau Len gitu, oke? Hell itu artinya neraka, kan? Nggak habis pikir gue kenapa nyokap ngasih nama gue kayak gitu, nggak paham bahasa asing apa gimana dah? Anaknya pas gede dipanggil neraka ke mana-mana.Oh iya, kenapa jadi kepanjangan gini mukaddimahnya?Gue di sini cuma mau cerita keadaan sekolah sejak tadi pagi. Jadi, di SMA NYUSU kalo lo ngeliat Kak Aryan bawa mobil Lexus-nya ke sekolah, itu udah sirine alami banget deh. Pasti bakal ada perang besar ini mah! Tapi hari ini belum diketahui apa pemicunya, gila aja pagi-pagi liat Kak Aryan bawa mobil sementara kemarin kayaknya nggak ada masalah apa-apa yang tersebar. Mungkin pas jam istirahat pertama, atau kedua, gue bisa berburu berita ke temen-temen lain.Bahkan bukan cuma kita anak-anak NYUSU, guru-guru sampai Wakasek Kesiswaan pun waspada liat Kak Aryan bawa mobil. Bu Sri namanya, guru Kewarganegaraan yang ngerapel ngurusin
Danish membuka kaca mobil dan menjulurkan sedikit tangannya keluar, merasakan panas matahari yang sengit membakar kulit, kemudian buru-buru menarik tangan dengan kulit suci itu dan menutup rapat jendelanya kembali.“Bener-bener neraka bocor ke Jakarta,” dumelnya sembari merogoh-rogoh produk perawatan kulit, ada yang dikemas dalam botol dan beberapa lagi berbentuktube. Danish membaca labelnya satu persatu.Ada banyak jenis merek krim pelindung matahari yang dia koleksi, semua mempunyai fungsi dan kegunaannya tersendiri. Ada plus dan minusnya. Mulai dari yang berbentuk krim seperti pasta, encer seperti air, kental seperti sperma dan lengket sepertilotion. Danish mengelompokkannya dalam beberapa jenis. Dan berhubung hari ini panasnya bukan main, mungkin mirip dengan panas di Arab atau Mesir, Danish memilih salah satu produk yang dikirimkan kakak kandungnya dari Qatar.Fotoprotector ISDIN dengan kandungan SPF 50+ be
“Teh, kata Ibu cepet turun. Ayah mau berangkat!”“Iya, sebentar.”Sayna menyemprot hair spray sekali lagi ke poninya yang masih setengah kering, penempatan waktu yang pas adalah koentji, agar poninya nanti tetap kokoh dan tidak goyah walau ada badai melanda sekalipun. Kemudian setelah memastikan semuanya siap, sunscreen, moisturaizer, pelembab bibir dan setting spray terpasang sempurna di wajah, dia segera menyambar tasnya dan berlari menuruni anak tangga.“Tuh nya, udah dibilangin kalau bangun tidur teh langsung bangun! Jangan mantengin Hp dulu, giliran udah mepet gini buru-buru semua.”Perkenalkan, beliau adalah ibu kandung Sayna. Linda Widya Monalisa, seorang kepala sekolah di salah satu SMP terakreditasi A daerah Jakarta Selatan. Sangat disiplin, menghargai waktu dan menyayangi sekolah juga murid-murid didiknya sepenuh hati.“Iya, Ibunda, maaf. Teteh
Pertarungan hari ini adalah gagal—dalam kacamata Danish. Karena dia dapat oleh-oleh goresan halus di pipi yang membuatnya jengkel sendiri. Ketika plester dibuka, Danish bisa melihat lukanya memenjang, untung tipis jadi tidak perlu operasi plastik. Karena ya... kalau sampai lukanya lebih dalam daripada ini, Danish pasti akan segera melakukan tindakan yang lebih serius dari sekedar menutupinya dengan plester bergambar hati.“Bagaimana perasaan Anda, nyet? Perlu kita antar ke Thailand buat operasi?”“Operasi apaan?” Danish keheranan.“Operasi kelamin.”“Tai!” Danish mengumpat Angga yang bertingkah seolah-olah tengah menjadi reporter dengan menyodorkan botol air mineral sebagai mikrofon ke hadapannya. Lalu dia tertawa keras, Angga dan Aryan mungkin tidak mengerti apa yang Danish rasakan saat ini. Mereka tidak tahu, karena... mereka nyaris memiliki segalanya.Aryan yang kaya dan pintar, begitu
Akhir-akhir ini murid-murid SMA Nyusu dihebohkan dengan kabar simpang siur dari seorang gadis cupu yang baru saja menyatakan cinta pada salah satu bintang idola di sekolah. Dan kabar buruknya, si tersangka menempati kelas 2 IPA 3, kelas yang sama dengan Sayna. Gadis itu bernama Hanin, salah satu murid terpintar di sini, namanya selalu berjejer di urutan atas, tapi Hanin kurang suka bergaul dengan teman sekelas. Teman-temannya justru terdampar di kelas IPS dan orang yang disukainya malah berada di kelas sebelah, 2 IPA 1, Aryandra Yasa.Sayna tidak tahu kenapa Hanin jauh-jauh menyukai bintang di kelas lain sementara di kelas mereka sendiri sudah ada bintang seterang Danish Adiswara. Eh, barusan dia bilang apa? Danish bintang? Duh, semoga tidak ada yang mendengar suara-suara absurd dari kepalanya ini.Danish, hari ini ada plester yang menempel di pipinya. Plester bergambar dinosaurus, itu pasti karena kemarin. Sayna tahu kenapa Danish tidak datang latihan ke klub taekwond
“Kak Danish!”“Hai ...” Danish menyapa kerumunan anak kelas satu yang... kalau tidak terlalu pede sih, memang setiap pagi berjaga di sana demi menantikan kedatangannya, juga Aryan dan Angga. Mereka bilang, tiga anak Konoha adalah sumber asupan vitamin dan gizi di pagi hari agar semangat ke sekolah. Danish bangga karena pamornya mengalahkan Energen maupun Coco Crunch.“Kak Danish, mukanya bening banget kayak ubin masjid yang udah disemprot disinfektan. Suci, bersih, steril ...”Tawa anak-anak itu menggema, sementara Danish hanya menyunggingkan senyum dan terus berjalan menuju kelas. Dia datang agak terlalu siang karena sudah banyak orang di sekolah hari ini, tidak bisa bertemu dengan Sayna pagi-pagi.Danish berdiri di depan cermin kelas yang seukuran dengan tubuhnya, merapikan rambut, mencoba mengabaikan jerit-jerit kecil tertahan dari anak perempuan di kelas. Yang Danish tidak paham, sampai kapan mereka tidak t
Kepala Danish rasanya berasap setelah mengerjakan dua jam penuh pelajaran Matematika bagian Matriks. Kalau saat pelajaran Fisika ada trampolin di dalam kepalanya, hingga membuat rumus-rumus itu memantul, kali ini sepertinya ada yang sedang menggoreng lele di sana. Apinya besar dan panas, persis penjual pece lele kebanyakan di sepanjang jalan Danish pulang. Selain harus menghitung dan menyebutkan jumlah Ordo, dia juga harus mempelajari tentang transpose. Ada yang paham di sini? Danish pusing, dia harus belajar dua kali lipat lebih banyak dan lebih keras dari orang-orang kebanyakan untuk membuatnya benar-benar mengerti. Sebab Danish memang sepayah itu. Katanya ya, kecerdasan itu diturunkan oleh ibu kandung. Berarti ibunya Danish pilih kasih karena hanya menurunkan kecerdasannya pada Dinara. Sementara Danish kebagian remahannya pun tidak. Semuanya dibawa oleh Dinara yang tamak akan kepintaran. Untung saja Danish ganteng paripurna. Jadi itu semua tidak masalah, s
“Sayna, gue boleh mampir ke rumah lo nggak, kebetulan kan ki—”“Nggak boleh,” jawab gadis berponi itu dingin. Tipe orang yang tidak suka berpura-pura atau tidak enakan pada ajakan orang lain kira-kira merasa dirinya kurang nyaman.“Kenapa?”“Keluarga gue takut sama anjing.”Lalu dia pergi, begitu saja, meninggalkan pemuda yang tadi mengajaknya bicara sambil membawa sebungkus Twisko rasa jagung bakar dan tangan kirinya menggenggam minuman dengan label Teh Kotak.Danish memerhatikannya saat itu sambil sibuk menahan tawa, sekitar tiga tahun yang lalu, saat pertama kali mereka bertemu di klub taekwondo. Gadis itu bernama Sayna Lalisa Ghissani, Danish baru mengetahuinya beberapa waktu kemudian. Dan Sayna adalah gadis paling aneh yang dia kenal. Sayna tidak ramah, tidak pada siapa pun, termasuk kepadanya.Padahal Danish kurang apa? Kurang ganteng? Tidak mungkin. Kurang baik? Rasanya tidak. Kura
Gue Hellen Vianda. Panggil aja Helen, nggak usah disingkat-singkat jadi Hell, atau Len gitu, oke? Hell itu artinya neraka, kan? Nggak habis pikir gue kenapa nyokap ngasih nama gue kayak gitu, nggak paham bahasa asing apa gimana dah? Anaknya pas gede dipanggil neraka ke mana-mana.Oh iya, kenapa jadi kepanjangan gini mukaddimahnya?Gue di sini cuma mau cerita keadaan sekolah sejak tadi pagi. Jadi, di SMA NYUSU kalo lo ngeliat Kak Aryan bawa mobil Lexus-nya ke sekolah, itu udah sirine alami banget deh. Pasti bakal ada perang besar ini mah! Tapi hari ini belum diketahui apa pemicunya, gila aja pagi-pagi liat Kak Aryan bawa mobil sementara kemarin kayaknya nggak ada masalah apa-apa yang tersebar. Mungkin pas jam istirahat pertama, atau kedua, gue bisa berburu berita ke temen-temen lain.Bahkan bukan cuma kita anak-anak NYUSU, guru-guru sampai Wakasek Kesiswaan pun waspada liat Kak Aryan bawa mobil. Bu Sri namanya, guru Kewarganegaraan yang ngerapel ngurusin
Sayna memandangi telapak tangannya sendiri sejak bermenit-menit belakangan ini. Dalam masa OSPEK untuk mahasiswa baru Fakultas Kedokteran, berinteraksi dengan mayat atau cadaver tentu bukan cuma rumor belaka. Dia baru saja melakukannya, dan meski mayat itu tidak bangun lagi, Sayna tetap merasa ngeri. Kengerian itu masih menyisa di hatinya. “Salam dulu, Dek! Ajak kenalan. Coba cari ada tulisan apa di bawah kakinya? Jangan takut, mereka pernah hidup seperti kita, mereka yang akan bantu kalian menimba ilmu selama di sini. Anggap sebagai guru, hormati dan hargai keberadaannya.” Bukan mayat baru yang masih segar memang, kulit hingga tubuhnya sudah keras dan kaku seperti kayu, Sayna bisa menganggapnya boneka peraga kalau mau, tapi tetap saja, itu mengerikan. Dia sudah mencuci tangan berulang-ulang dan belum bisa menghilangkan kesan serta ingatan terhadap sentuhan cadaver di kulitnya barusan. “Hai, Sayna, ya? Dari Nusantara Satu?” Sayna men
Lubang Hidung Danish First of all, ini bener-bener catatan nggak penting. Gue cuma lagi gabut dan nggak tahu mesti ngapain. Tapi tiba-tiba gue keingetan hal krusial ini. Jadi kayaknya dua tahun yang lalu, pertama kali gue sadar kalau Danish bukan cuma ganteng dan baik, yang dua hal ini mostly jadi daya tarik terbesar dia dan jadi alasan kenapa dia diincar banyak cewek. Khususon gue, ada satu hal lagi, lubang hidungnya. Gila, ya? Cewek gila mana yang naksir cowok gara-gara lubang hidung? Ada kok, gue orangnya. Honestly, gue udah naksir Danish sejak lama sih. Kan dia ganteng, banyak yang suka, jadi ya gue ikut seru-seruan aja buat mengagumi dia diam-diam tanpa kasih tahu ke orangnya atau ke siapa-siapa. Gue nggak nunjukin itu, gue takut Danish ilfeel sama gue dan mikir kalau gue sama kayak hama lain yang suka nempelin dia. No! Pokoknya jangan sampai derajat gue rendah di mata Danish. Gue harus jadi bucin yang berkelas.
Gadis itu menyengir, terlihat senang mengerjai pemuda yang masih bau amis dengan hormon dan imajinasi membumbung tinggi. Lalu dia sibuk dengan anak bulunya lagi, sementara Danish membuang muka dan menyapu tiap sudut kamar itu. Dia tidak akan ke sini untuk waktu yang tidak bisa ditentukan setelah penghuninya pergi.Kamar Sayna yang mengombinasikan warna pink, pastel, dan putih mengusung konsep kamar gadis-gadis ala Instagram. Danish berkeliling dan terpaku pada buku bersampul kuning di atas meja rias. Dia mendekat setelah berpura-pura memeriksa sesuatu di wajahnya karena tepat di atas meja itu adalah cermin berukuran besar, Danish melirik Sayna yang sibuk mengobrol dengan suara mencicit dengan Bolu mereka.Lubang Hidung Danish...Matanya otomatis melebar kala menemukan tulisan itu dan deretan huruf yang terangkai di bawahnya. Memo Sayna yang pernah Hamam kisahkan padanya waktu itu. Danish tidak menyangka jika ini benar-benar ada, benar-benar ditulis oleh gadisnya
Danish: Say, dessert yang kapan hari dibeliin si ibu namanya apa sih, lupa gue.Sayna: Yang mana?Danish: Yang ada kopinya.Danish: Duh, apaan itu namanya, ya?Danish: Tira... apa sih?Sayna: Misu?Danish: Miss you too :*Sayna: Dih!Danish: Hahaha, lo mau nggak? Gue serius nih, ntar gue bawain.Sayna: Apaan? Tiramissu?Danish: Iya.Sayna: Nggak ah, gue lagi kepengen donat kentang sih kalau ada. Yang pake gula dingin itu. Duh, jadi kebayang kan...Danish: Oh, ntar gue beli, gampang.Sayna: Oke, makasih.Danish: Mamanya Bolu lagi ngidam kayaknya nih, Michi sama Bolu otw punya dedek, anak ketiga kita :*Sayna: Ngga
Ekstra – EpilogHamam invited you to join Bujang NyusuHamam: Hai, temen-temen sepeliharaan gue! Kangen nggak nih?Danish: Njir, apaan ini?Arvin: Bujang Nyusu? Yang bener aja lo ngasih nama!Herdian: Ada baiknya kita berunding dulu masalah nama baru untuk grup ini.Hamam: Heh, lo udah official pensiun jadi ketua kelas, ya. Gosah ngatur-ngatur!Arvin: Ini kita berempat doang nih?Hamam: Gue masukin Rafid, Reno sih kaga, empet gue sama dia.Danish: Panggil si Rafid.Arvin: Fid!Herdian: Rafid!Rafid typing...Hamam: Oh, ada noh masih mengetik. Gue kangen sama lo pada btw. Aneh banget bolos sekolah selama ini, gue kan nggak pernah bolos.Danish: Lo nyindir
Danish: You deleted this messageSayna: Nish, ada apa? Kok dihapus? Sayna: Kirim ulang dong, gue kepo nih.Danish: Lo mau nggak jadi pacar gue? Sayna: Wkwk kirain apa. Sayna: Udah, hapus lagi aja. Danish mendengkus tidak senang, Sayna selalu begitu dari dulu dan ini sudah berbulan-bulan. Memang sih mereka sudah melakukan banyak hal bersama-sama dan tidak ada satu pun yang mengira keduanya tidak pacaran, hanya orang-orang terdekat yang tahu status mereka sebenarnya. Dan selama ini Danish juga tidak masalah, hanya karena mendengar Angga dan Aryan tidak jomblo lagi, dia iri parah. Danish juga ingin mengakui blak-blakan kalau Sayna adalah pacarnya.“Nish!” Gadis itu menepuk bahu Danish dari belakang. Mereka baru saja selesai merayakan kelulusan, Sayna bersama teman-tema
Hari kelulusan. Setelah melakukan ujian akhir beberapa waktu yang lalu, melewatkan malam prom yang menyenangkan dengan teman-teman seangkatannya, belajar yang rajin, dan lebih rajin lagi membantu ibunya di laundry, Danish melangkah ke luar kelas dengan senyum mengembang. Rasanya seperti sudah bebas.Dia dan seluruh kelas 12 yang tersisa di SMA Nyusu akan pergi, melepas seragam putih abu-abu yang mereka kenakan dan memulai petualangan baru di bangku universitas. Lembar kelulusan yang menyatakan dirinya boleh meninggalkan dunia remaja penuh warna itu Danish pegang erat. Mereka membagikannya di aula, tapi kemudian membuka lembar itu di kelas masing-masing. Dan tak lupa, papan media sekolah turut membagikan peringkat dari seluruh angkatan per-jurusan yang mereka ambil.Danish menepuk dadanya bangga, dia berpapasan dengan Angga dan Aryan yang sedang berangkulan dan berjalan ke arahnya. Mereka saling melempar senyum, tampak sama-sama lega dan bahagia.“
Selain menikah secara dadakan dengan orang yang baru ditemuinya beberapa waktu lalu, kakak kandung Danish melakukan hal lain yang lebih gila lagi. Dia menyelinap pergi ke kamar pengantin dengan sang suami lalu mengunci pintunya dan tidak muncul lagi hingga acara selesai.Tebak saja siapa yang menggantikan mereka berdua di pelaminan, Danish dan Sayna. Keduanya berpakaian ala pengantin gadungan dan cekikikan menyalami para tamu undangan. Mereka menjelaskan sedikit tentang keadaan pengantin sungguhan yang sedang berganti pakaian meski itu bohong belaka.Anehnya, Sayna terlihat senang. Danish kira gadis itu akan mengumpat kakaknya seperti yang sudah dia lakukan. Ternyata tidak, Sayna baik-baik saja, mereka bahkan berfoto berdua ala-ala pengantin aslinya. Kalau sudah begitu ya, lama-lama Danish juga senang.“Nish!” Sayna menepuk punggungnya dari arah belakang. Acara sudah selesai, tamu-tamu sudah pergi, mereka pun bersiap untuk kembali ke ka