Beranda / Romansa / My Arrogant Lawyer / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab My Arrogant Lawyer: Bab 71 - Bab 80

264 Bab

Terima Akibatnya

Sungguh bulan madu yang sangat melahkan bagi Sinar. Lima hari yang menguras tenaga, begitu pun dengan emosinya. Menyesuaikan diri dengan Pras, ternyata lebih sulit dari pada dengan Bintang dahulu kala.Rasanya wajar, jika sebagai manusia, Sinar membandingkan Pras dengan Bintang. Meskipun di dalam hatinya tidak memiliki tujuan apa pun. Hal itu hanya dilakukan untuk memuaskan rasa kesal di dalam hati, karena tidak tahu harus menumpahkannya kepada siapa.Bintang, merupakan pendengar yang baik dan selalu menanggapi semua ucapan Sinar, sekecil apa pun. Sedangkan bersama Pras, pria itu benar-benar memiliki egoisme yang tinggi. Pras tidak jarang memaksakan seluruh kehendaknya kepada Sinar. Hingga mereka kerap melakukan perdebatan yang hanya berujung kesal.“Aku mau pulang ke rumah bunda besok,” ucap Sinar ketika baru memasuki mobil yang menjemput mereka di Bandara Soekarno-Hatta.“Hm,” Pras hanya menjawab sang istri dengan gumaman singkat
Baca selengkapnya

Semua Bisa Diatur

“Oke kalau begitu, kita ketemu lagi besok lusa, permisi,” ucap Pria dengan penampilan parlente berkumis tipis kemudian berdiri. Mengakhiri sebuah pertemuan untuk membahas sebuah kasus perebutan sengketa lahan yang terjadi di dalam perusahaanya.Setelah pria tua itu menjauh, ada helaan panjang diikuti gelengan dari Lex. “Fiiuh, aku gak suka sebenarnya dapat klien seperti ini, mereka banyak duit tapi terlampau sombong. Apalagi, kalau tahu mereka berada di pihak yang benar.”“Gak usah dipedulikan, kita kerjakan kasusnya, selesai, dan dia berani bayar mahal,” balas Pras tidak ingin masuk terlalu jauh dalam sifat sekaligus kepribadian kliennya. Selama mereka bersikap sopan dan saling menghargai, itu saja sudah cukup bagi Pras. “Serahkan kasus ini ke Novan, biar dia yang tangani. Tapi terus kamu pantau.”“Hm,” gumam Lex sembari mengangguk. “Kita belum sempat bicara tentang istri barumu, Pras,” sin
Baca selengkapnya

Kali Pertama

Matahari, masih belum berpendar di ufuk timur. Bahkan, orang rumah pun, masih terlelap di di alam mimpi. Namun, Sinar sudah bangun untuk berkutat di dapur secepat mungkin. Meninggalkan sang suami yang baru saja bangun dan membersihkan diri di kamar mandi.Setelah urusan di dapur selesai, Sinar buru-buru masuk ke kamarnya. Pras terlihat sudah selesai mandi dan tengah memasang kancing kemeja putih, yang sudah diantar oleh Mario beberapa waktu lalu. Sinar menghampiri dan berhenti di depan sang suami. Mengambil alih untuk membantu mengancingkan kemeja putih pria itu.Pras terdiam. Kembali, ia merasa aneh diperlakukan seperti ini oleh Sinar. Bukan tidak suka, hanya saja, Pras belum terbiasa karena ini kali pertama baginya. Pria itu sudah terbiasa melakukan semuanya seorang diri. Setelah beres dengan urusan kancing, Sinar dengan cekatan menaikkan kerah kemejanya dan membelitkan dasi dengan sempurna.Apa … Bintang dulu juga mendapat perlakuan seperti ini? Pras m
Baca selengkapnya

Kunci Pintunya

Kembali, Pras merasa dimanjakan, karena tidak lagi perlu memilih pakaian untuk dikenakannya untuk berkerja. Satu setel jas lengkap beserta dasi dan tetek bengeknya sudah tergantung rapi. Siap untuk dikenakan. Belum lagi, dengan cekatan Sinar membantu mengancingkan kemeja dan memasang dasi persis seperti kemarin. Itu berarti, Pras akan mendapat perlakuan seperti ini setiap harinya dari sang istri. Yang sampai detik ini, Pras seolah masih belum bisa mempercayai semuanya. “Bekal yang kubawain kemarin, kamu makan gak, Mas?” Sinar memicing menatap curiga, menunggu Pras untuk menjawab pertanyaannya. Kemarin Sinar membawakan satu buah sandwich tuna dan dua buah roti gulung sosis untuk bekal Pras di pesawat. Padahal, pria itu pasti mendapatkan makanan dari maskapai, tapi tetap saja Sinar membawakannya, hanya untuk melihat bagaimana perasaan Pras kepadanya. Bagaimana pun, mereka sudah menjadi suami istri, jadi wajar kalau Sinar ingin tahu, sejauh mana niat Pra
Baca selengkapnya

Impas

“Seriously, Pras?” Daya terkekeh dengan gelengan, ketika Pras baru saja menjatuhkan bokongnya di kursi. Keduanya tengah duduk berhadapan, di sebuah restoran Jepang. Sesuai dengan janji Pras, kala tengah berbulan madu di Raja Ampat bersama Sinar. Pria itu akan menemui Daya pada saat makan siang. “What?” tanya Pras pendek, lalu menyebutkan menu yang akan dipesannya untuk makan siang kepada seorang pelayan, yang sudah berada di sisi meja mereka. Daya pun menjeda jawabannya sejenak, untuk memesan menu kepada pelayan. Setelah sang pelayan mencatat semuanya, dan pergi, barulah Daya kembali berujar. “Kalian menikah?” Daya kembali terkekeh, masih sulit untuk mempercayainya. “Ada yang salah?” Daya menarik kursinya, semakin memasuki kolong meja makan, untuk lebih mencondongkan tubuh. “Kamu, sama Sinar? apa yang terjadi sebenarnya, sampai kalian bisa menikah?” Pras menatap datar, mengatup kedua telapak tangan di atas meja. “Kamu bawa berkas yang
Baca selengkapnya

Kamu Kangen

Pras duduk bersandar dengan menyilang kaki. Seperti biasa, wajahnya terlihat datar terkesan begitu arogan. Melihat tajam pada seseorang yang baru saja keluar dari balik pintu, kemudian duduk tepat di depannya. Tatapan kedua sangat tidak ramah. Mengandung kebencian dalam konteks yang berbeda. “Kamu pasti sudah dengar kabar baik, tentang pernikahanku dengan Sinar.” Tidak perlu berbasa-basi atau pun bertanya kabar, karena itu tidak lah penting bagi Pras. Ia hanya ingin menunjukkan sebuah pencapaian, yang tidak pernah luput dalam genggamannya. Pria yang duduk bersebrangan dengan Pras itu, bergeming. Enggan menunjukkan ekspresi apapun. Namun Pras tahu, kalau pria itu pasti semakin membencinya. “Apa maumu, Pras?” “Aku, mau mengembalikan sepuluh persen saham Sinar yang ada di perusahaanmu. ISTRIKU, gak butuh itu semua.” Pastinya, kata istriku yang diungkapkan oleh Pras, diucap dengan penuh penekanan. Menerangkan, kalau Sinar sudah menjadi milik Pras seutuhny
Baca selengkapnya

Keterbukaan

Manik Sinar membola ketika membaca berkas di depannya dengan teliti. Bahkan, Sinar sampai membacanya berulang kali karena tidak percaya. “Ini, beneran punyaku, Mas?” Andai benar, mengapa Sinar baru tahu saat ini. Kenapa pula Bintang tidak pernah memberitahunya dahulu kala. “Hm, sepuluh persen saham Surya Eksporindo sudah jadi punya kamu sejak tanggal yang tercantum di situ.” Pras menunjuk berkasnya dengan mengendik dagu. “Tapi, hari ini juga harus kamu lepas dan kembalikan ke Bintang. Jadi tanda tangan di bawah sana.” Bibir Sinar kontan maju beberapa senti. Kenapa rejeki seperti ini harus ditolak, pikirnya. Setelah beberapa saat berpikir, Sinar menggeleng. “Apa boleh aku ketemu Mas Bin?” jelas saja jawabannya tidak. Sinar sebenarnya sudah tahu hal itu, tapi namanya usaha, kan, tidak ada salahnya. Siapa tahu otak Pras tengah bergeser sedikit hingga mengizinkannya bertemu Bintang. “NO!” Benar, kan, tebak Sinar, pasti ditolak. “Ta
Baca selengkapnya

Sampai Aku Yakin

Sinar terbangun dengan tubuh lelahnya. Hanya karena sekarang adalah hari libur, Pras benar-benar mengajaknya lembur dan tidak membiarkan Sinar jauh darinya.Memutar kepalanya ke samping, Sinar tidak menemukan Pras di sana. Tempat tidur pria itu kosong dan tidak terdengar pula suara gemericik air di kamar mandi. Ketika melihat jam yang terpaku di dinding dan terangnya bias mentari yang masuk melalui balkon, Sinar terhenyak. Buru-buru bangkit dan mengambil pakaian yang tercecer di lantai dengan asal.Memakai kaos sang suami, sembari beranjak keluar kamar. Sudut bibirnya tertarik lebar, tapi dengan rasa bersalah. Melihat Pras tengah duduk pada stool bar yang berada di kitchen island, sembari menyantap roti.“Kenapa gak bangunin aku?” Untung saja saat ini Sinar tengah menginap di apartemen. Entah apa jadinya jika ia tengah berada di rumah mertua. Bangun dari tidur, ketika jarum jam hampir mengarah ke angka delapan, sungguhlah memalukan.Pras melir
Baca selengkapnya

Semoga

“Mas.” Sinar berusaha mendorong tubuh sang suami yang masih sibuk menjelajah di atasnya. “Ada yang ngetuk pintu. Buka dulu, paling mami.” Benar saja, selang beberapa detik setelah Sinar berujar, terdengar suara Aida mendayu dari balik pintu. Memanggil nama Pras dan Sinar secara bergantian. Helaan panjang dihembuskan Pras dari mulutnya. Lalu memberikan satu jejak terakhir pada dada sang istri sebelum bangkit. Beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu untuk Aida. Buru-buru Sinar melompat dan berlari menuju kamar mandi. Membenarkan pakaian dalam yang pengaitnya sudah terlepas sedari tadi. Meskipun dress rumahan yang dikenakannya masih untuh membalut tubuhnya. “Mana Sinar?” tanya Aida yang langsung menerobos masuk, setelah Pras membuka pintu. Pras melihat tempat tidur mereka yang sedikit berantakan, tidak ada Sinar di sana. “Di kamar mandi,” jawabnya karena tahu pasti, Sinar akan membenarkan sesuatu terlebih dahulu sebelum bertemu dengan A
Baca selengkapnya

Berpura-pura

Sinar menutup tas bekalnya, setelah keduanya menghabiskan waktu untuk makan siang bersama. Setelah Pras menggantikan Raja di Casteel High, Sinar memang lebih sering pergi untuk makan siang bersama sang suami. Terkadang mereka makan di luar, tapi tidak jarang juga, Sinar membuatkan makan siang untuk dimakan bersama di ruangan Pras.“Pulang cepet, ya!” seru Sinar mengingatkan setelah meminum air mineralnya. “Mami sudah buatin janji sama dokter soalnya, jangan sampai telat.”“Hm.” Pras beranjak dari sofa menuju meja kerjanya. “Habis ini mau ke mana?”“Ke butiknya bunda.” Sinar melepas high heelnya kemudian mengangkat kakinya di atas sofa berselonjor. Bersandar pada lengan sofa dan melihat Pras yang sudah kembali menatap layar komputernya.“Apa ada butik baru di sekitar tempat bunda, Nar?” tanya Pras ketika mengingat ucapan Gusti. Ia belum mengambil kembali undangan yang sudah teronggok d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
27
DMCA.com Protection Status