Semua Bab Jerat Tuan Pebinor: Bab 81 - Bab 90

128 Bab

81. Mari Bertukar Pasangan.

Kutatap mata Arsen yang semakin mengelabu. Dia meraih pinggangku untuk naik ke atas tubuhnya. Rasa di dalam diriku semakin memaksa saat dua tangannya menelusup masuk ke balik baju yang aku kenakan."Arsen ..." lirihku. "Ja-jangan."Siapa sih yang akan menolak melayani suami seperti dia? Tentu saja aku sangat ingin, apalagi dengan kondisi kami yang sama-sama menginginkan, sekarang. Aku hanya tak punya keberanian untuk menanggalkan pakaian ini di depan laki-laki lain, yang sedang bercinta sambil menonton kami. Aku tak bisa membayangkan bisa saja Arsen menjadi illfeel padaku, ketika dia mengingat Jakcy pernah melihat tubuh telanjangku. Ini sungguh sangat menyiksa sampai kurasa terkadang ingin menyerah, menuruti maunya Arsen."Hei, perempun bodoh! Kau ini terlahir idiot, ya? Arsen bisa mat
Baca selengkapnya

82. Pertolongan Tak Terduga.

"Jack, siapa yang mengganggu kita? Bisa kau lihat ke luar sana?" Nara berkata geram, matanya menatap pintu di sebelah kanan kami. Brak!Brak!Bunyi dobrakan pintu itu terdengar semakin sering dan keras. Daun pintunya pun terlihat mulai bergerak setiap kali mendapat hantaman dari luar sana. Harapan mulai menyapaku, beranggapan mungkin para pelayan kapal sudah tahu akan kejadian ini. Mereka akan menolong kami, mereka akan melepaskan kami dari cengkraman dua iblis ini."Siapa di luar? Apa kalian tidak mendengar perintahku? Diam di sana atau aku membunuh kalian semua!" teriak Jacky, bangkit dari atas tubuhku dan berjalan cepat menuju pintu. Tapi dobrakan di luar sana tidak juga berhenti, sehingga dia semakin geram saja.
Baca selengkapnya

83. Anak Itu Dalam Masalah.

Keadaan Arsen semakin membaik setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Efek obat sialan yang diminumnya sudah menghilang sepenuhnya, tentu setelah aku membantunya dengan ehm ... kuyakin kalian paham maksudku. Ya, begitu lah. Kami melakukannya berulang kali di ranjang rumah sakit, dan aku selalu merasa malu setiap kali bertemu dokter juga perawat rumah sakit ini, membayangkan apa yang ada di pikiran mereka tentang kami selama di dalam sana.Seperti saat ini contohnya, kala kami berdua berada di ruangan sang dokter mendengarkan penjelasannya, aku lebih banyak menunduk atau berpura melihat ke arah lain."Maksud dokter, obat yang terminum istriku bisa saja berakibat buruk pada janin kami?" Arsen memperjelas perkataan dokter, dan bisa kurasakan aura kemarahannya di nada suara itu. Apalagi tinju yang meremas di atas meja, entah apa yang tengah dia pikirkan sekarang."Benar, seperti itu maksud saya. Meski Ibu Nara terlihat baik-baik saja saat ini, mungkin karena dia me
Baca selengkapnya

84. Mengambil Langkah Yang salah

Mobil yang membawa kami terus melaju menuju kantor polisi terdekat. Kata Papa Sudrajat, dia menyerahkan Nara dan Jacky pada kepolisian sambil menunggu mengirimkan mereka pada pengadilan negaranya. Papa Sudrajat terlimat tak bisa tenang duduk di tempatnya, seakan takut bahwa Arsen sudah melakukan hal yang mengerikan itu. Tentu saja aku juga berpikiran yang sama.Begitu supir menghentikan mobil ini, kami bertiga bergegas memasuki kantor polisi itu dan papanya Arsen langsung disambut dua orang petugas."Di mana dua pelaku itu? Aku ingin bertemu mereka.""Bukannya putra Anda sudah menjemput mereka, Tuan? Tuan Arsen berkata dia yang akan mengurus segalanya dengan kedutaan. Mereka sudah pergi sejak setengah jam yang lalu," sahut salah satu petugas, yang lantas membuat kami semua terdiam.Mama Riana menutup mulut dengan kedua tangannya, sementara isakan kecil terdengar dari balik bungkaman itu. Kami saling menatap sejenak, dengan pikiran yang dipenuhi oleh adega
Baca selengkapnya

85. Lihat Aku, Jangan Tutup Matamu.

"Kau lemah, Arsen. Kau terlalu lemah hanya untuk perempuan. Ayolah, apa yang spesial dari mereka? Kau bisa mengganti istri berkali-kali, kenapa harus peduli padanya?"Jacky mempererat lengannyan mencekik leherku, sehingga napas kurasakan sesak. Kulambaikan tangan pada Arsen untuk meminta pertolongannya."Ar-s-heeen ..." lirihku. "To-longh."Terlalu sulit kata itu aku keluarkan, sebab bukan hanya sesak saja yang aku rasakan di sini. Perut juga semakin sakit, melilit di bawah sana. Dadaku menyempit oleh oksigen yang semakin tak sedikit."Le-pas! Lepaskan!" kataku, berusaha melepaskan diri dari rangkulan lengan Jacky.Arsen sudah berhasil menuruni setiap dek, sampai kini dia berdiri beberapa meter di depan kami. Jacky memaksa aku mundur ke belakang, menjaga jarak dari suamiku."Kau ingin dia mati?" kata Jacky. "Kalau kau masih menginginkannya, sebaiknya mari bernego, Bung.""Apa yang kau inginkan?" Arsen berkata dari balik gigi-giginya.
Baca selengkapnya

86. Cinta Yang Berbalas

'Kau harus melihat aku, Nara, lihat suamimu ini.''Kita akan ke rumah sakit. Sabar lah sebentar, Sayang.'Seperti bisikan kecil aku mendengar suara-suara Arsen. Kalimat itu terus saja terulang, mengganggu tidurku yang sangat nyaman. Ingin rasanya kubuka mata ini tapi terlalu berat kurasakan.'Sayang, bertahan sebenta lagi, oke.'Kembali kudengar dia bicara.Sebenarnya di mana ini? Aku tidak bisa merasakan pelukan hangatnya, seperti terakhir kali aku berada dekat di dada lelaki yang sangat kucintai itu. Semua terasa dingin, seperti aku berada di atas gundukan salju. Hanya suara-suara Arsen yang bisa terdengar telingaku, sebelum kurasakan seseorang tengah menyentuh beberapa bagian tubuhku.Siapa dia? Kenapa tangan ini terasa sangat banyak di sekujur tubuhku? Aku juga bisa mendengarkan seseorang terus berbisik-bisik di sekitarku, mengatakan berbagai kata yang belum bisa kucernah dengan benar. Siapa dia? Itu yang pertama kali terpikir oleh benak
Baca selengkapnya

87. Semua Baik-baik Saja

"Bayi kita ...."Sekali lagi aku mengulang pertanyaan itu. Bisa kulihat ekpresi sedih dan menyesal di wajah Arsen. Aku tak kuasa menahan bening hangat yang kini meluncur dari netraku, hidung terasa perih, sedang mulut kutahan rapat-rapat agar tidak mengeluarkan isakan. Aku tak kuasa ... sungguh, aku tak kuasa mengatakan apa yang sedang berputar di bayangan kepalaku. "Nara ..." panggil Arsen. Nada yang cukup menyakitkan, membunuhku sampai ke relung yang paling dalam, sehingga isakan itu pun meluncur begitu saja. Aku sudah tak bisa menahan bibir ini terus terkatup."Sayang, tenangkan dirimu. Semua akan baik-baik saja, oke?"Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin semuanya akan baik-baik saja saat aku kehilangan kandunganku? 
Baca selengkapnya

88. Panggil Aku Suami Perkasa

"Selamat siang, Ibu Nara, saatnya untuk makan."Arsen masuk ke ruang tempat aku dirawat, dengan sebuah nampang di tangannya. Dia berbicara seperti seorang perawat sungguhan, memamerkan senyumnya yang sangat tampan. Aku tak bisa mengabaikan gaya bicaranya itu yang lantas membuat aku tertawa kecil, lalu tangan segera memegangi perutku yang terasa perih. Biusnya sudah menghilang, jadi bekas luka operasi itu menjadi sakit setiap kali aku terbatuk atau tertawa. Bahkan berbicara pun, aku harus menahannya selalu pelan."Masa puasa Anda sudah selesai, jadi sekarang makan lah, Ibu Nara."Arsen ... ini perih. Jangan menggoda aku seperti itu lagi," selaku, menunjukkan wajah cemberut."Apa? Saya tidak dengar apa yang Ibu Nara katakan. Bisa Anda u
Baca selengkapnya

89. Berjanjilah Jangan Menangis.

Kupikir, mungkin ini kah balasan untuk semua kesabaranku selama ini? Aku menemukan sebuah keluarga yang menerima apa adanya juga lelaki baik yang sebelumnya tak pernah terlintas di pikiranku, kalau dia akan menjadi suamiku. Rasanya seperti semua beban hidup yang kutanggung selama ini ikut melebur, kala melihat Arsen tertidur pulas di sebelahku. Dia meletakkan kelapa di sisi ranjang sedang dirinya duduk di atas kursi. Setiap malam selama dua hari ini, dia selalu menjaga seperti itu.Kuraih tangan Arsen, menggenggamnya erta. "Terima kasih," bisikku, mencurahkan rasa nyaman di dalam dada.Dia menggerakkan kelopak mata dua kali, lalu bola indahnya pun terbuka dan tatapan kami lantas beradu. Sigap Arsen-ku bangun mengangkat kepala."Aku tidak ketiduran," katanya, mengusap wajah yang masih mengantuk."Iya, aku tau, kok. Kau memang tidak tidur.""Kau tak percaya padaku?" Ditelengkan kepala ke kiri. "Nara, aku tidak tidur.""Lantas kenapa kalau kau
Baca selengkapnya

90. Penjara Terlalau Bagus Untuknya

Sepanjang lorong rumah sakit yang kami lewati, tak henti-henti hatiku bertanya apa sebenarnya yang terjadi. Bagaimana keadaan bayiku, apakah dia mungkin cacat, ataukah bayi itu terlihat mengerikan sampai Arsen meminta aku berjanji lebih dulu? Aku tak kuasa menahan pikiran buruk ini di dalam kepala, sebelum melihat boks beroda yang tengah didorong seorang perawat. Bayi mungil tertidur lelap di dalamnya, bisa kulihat dari boks kaca transparan itu. Kala itu pun aku baru menyadari bahwa kami sudah melewati ruangan bayi.Melewati ruangan bayi? Lantas, akan ke mana tujuan kami sebenarnya? Dadaku semakin bergemuruh oleh pertanyaan-pertanyaan itu, tanpa berani mengutarakannya pada Arsen.Di depan sebuah pintu yang bertuliskan 'Ruang Inkubator' akhirnya Arsen menghentikan langkah. Dia menekan bagian menutup cairan hand sanitizer, membalurkannya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status