Home / Romansa / Jerat Tuan Pebinor / 84. Mengambil Langkah Yang salah

Share

84. Mengambil Langkah Yang salah

Author: Butiran_Debu
last update Last Updated: 2021-06-24 21:06:04

Mobil yang membawa kami terus melaju menuju kantor polisi terdekat. Kata Papa Sudrajat, dia menyerahkan Nara dan Jacky pada kepolisian sambil menunggu mengirimkan mereka pada pengadilan negaranya. Papa Sudrajat terlimat tak bisa tenang duduk di tempatnya, seakan takut bahwa Arsen sudah melakukan hal yang mengerikan itu. Tentu saja aku juga berpikiran yang sama.

Begitu supir menghentikan mobil ini, kami bertiga bergegas memasuki kantor polisi itu dan papanya Arsen langsung disambut dua orang petugas.

"Di mana dua pelaku itu? Aku ingin bertemu mereka."

"Bukannya putra Anda sudah menjemput mereka, Tuan? Tuan Arsen berkata dia yang akan mengurus segalanya dengan kedutaan. Mereka sudah pergi sejak setengah jam yang lalu," sahut salah satu petugas, yang lantas membuat kami semua terdiam.

Mama Riana menutup mulut dengan kedua tangannya, sementara isakan kecil terdengar dari balik bungkaman itu. Kami saling menatap sejenak, dengan pikiran yang dipenuhi oleh adega

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Ane Setiawati
keseeeeel ma s Nara ,......
goodnovel comment avatar
Dilansbudiono
si nara emang oon banget...bikin ribet aja nih ..tukang drama nara emang
goodnovel comment avatar
Ajram Pasti
kesal lihat si Nara...memang nya dia bisa karate....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jerat Tuan Pebinor   85. Lihat Aku, Jangan Tutup Matamu.

    "Kau lemah, Arsen. Kau terlalu lemah hanya untuk perempuan. Ayolah, apa yang spesial dari mereka? Kau bisa mengganti istri berkali-kali, kenapa harus peduli padanya?"Jacky mempererat lengannyan mencekik leherku, sehingga napas kurasakan sesak. Kulambaikan tangan pada Arsen untuk meminta pertolongannya."Ar-s-heeen ..." lirihku. "To-longh."Terlalu sulit kata itu aku keluarkan, sebab bukan hanya sesak saja yang aku rasakan di sini. Perut juga semakin sakit, melilit di bawah sana. Dadaku menyempit oleh oksigen yang semakin tak sedikit."Le-pas! Lepaskan!" kataku, berusaha melepaskan diri dari rangkulan lengan Jacky.Arsen sudah berhasil menuruni setiap dek, sampai kini dia berdiri beberapa meter di depan kami. Jacky memaksa aku mundur ke belakang, menjaga jarak dari suamiku."Kau ingin dia mati?" kata Jacky. "Kalau kau masih menginginkannya, sebaiknya mari bernego, Bung.""Apa yang kau inginkan?" Arsen berkata dari balik gigi-giginya.

    Last Updated : 2021-06-25
  • Jerat Tuan Pebinor   86. Cinta Yang Berbalas

    'Kau harus melihat aku, Nara, lihat suamimu ini.''Kita akan ke rumah sakit. Sabar lah sebentar, Sayang.'Seperti bisikan kecil aku mendengar suara-suara Arsen. Kalimat itu terus saja terulang, mengganggu tidurku yang sangat nyaman. Ingin rasanya kubuka mata ini tapi terlalu berat kurasakan.'Sayang, bertahan sebenta lagi, oke.'Kembali kudengar dia bicara.Sebenarnya di mana ini? Aku tidak bisa merasakan pelukan hangatnya, seperti terakhir kali aku berada dekat di dada lelaki yang sangat kucintai itu. Semua terasa dingin, seperti aku berada di atas gundukan salju. Hanya suara-suara Arsen yang bisa terdengar telingaku, sebelum kurasakan seseorang tengah menyentuh beberapa bagian tubuhku.Siapa dia? Kenapa tangan ini terasa sangat banyak di sekujur tubuhku? Aku juga bisa mendengarkan seseorang terus berbisik-bisik di sekitarku, mengatakan berbagai kata yang belum bisa kucernah dengan benar. Siapa dia? Itu yang pertama kali terpikir oleh benak

    Last Updated : 2021-06-25
  • Jerat Tuan Pebinor   87. Semua Baik-baik Saja

    "Bayi kita ...."Sekali lagi aku mengulang pertanyaan itu. Bisa kulihat ekpresi sedih dan menyesal di wajah Arsen. Aku tak kuasa menahan bening hangat yang kini meluncur dari netraku, hidung terasa perih, sedang mulut kutahan rapat-rapat agar tidak mengeluarkan isakan. Aku tak kuasa ... sungguh, aku tak kuasa mengatakan apa yang sedang berputar di bayangan kepalaku."Nara ..." panggil Arsen. Nada yang cukup menyakitkan, membunuhku sampai ke relung yang paling dalam, sehingga isakan itu pun meluncur begitu saja. Aku sudah tak bisa menahan bibir ini terus terkatup."Sayang, tenangkan dirimu. Semua akan baik-baik saja, oke?"Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin semuanya akan baik-baik saja saat aku kehilangan kandunganku?

    Last Updated : 2021-06-26
  • Jerat Tuan Pebinor   88. Panggil Aku Suami Perkasa

    "Selamat siang, Ibu Nara, saatnya untuk makan."Arsen masuk ke ruang tempat aku dirawat, dengan sebuah nampang di tangannya. Dia berbicara seperti seorang perawat sungguhan, memamerkan senyumnya yang sangat tampan. Aku tak bisa mengabaikan gaya bicaranya itu yang lantas membuat aku tertawa kecil, lalu tangan segera memegangi perutku yang terasa perih. Biusnya sudah menghilang, jadi bekas luka operasi itu menjadi sakit setiap kali aku terbatuk atau tertawa. Bahkan berbicara pun, aku harus menahannya selalu pelan."Masa puasa Anda sudah selesai, jadi sekarang makan lah, Ibu Nara."Arsen ... ini perih. Jangan menggoda aku seperti itu lagi," selaku, menunjukkan wajah cemberut."Apa? Saya tidak dengar apa yang Ibu Nara katakan. Bisa Anda u

    Last Updated : 2021-06-26
  • Jerat Tuan Pebinor   89. Berjanjilah Jangan Menangis.

    Kupikir, mungkin ini kah balasan untuk semua kesabaranku selama ini? Aku menemukan sebuah keluarga yang menerima apa adanya juga lelaki baik yang sebelumnya tak pernah terlintas di pikiranku, kalau dia akan menjadi suamiku. Rasanya seperti semua beban hidup yang kutanggung selama ini ikut melebur, kala melihat Arsen tertidur pulas di sebelahku. Dia meletakkan kelapa di sisi ranjang sedang dirinya duduk di atas kursi. Setiap malam selama dua hari ini, dia selalu menjaga seperti itu.Kuraih tangan Arsen, menggenggamnya erta. "Terima kasih," bisikku, mencurahkan rasa nyaman di dalam dada.Dia menggerakkan kelopak mata dua kali, lalu bola indahnya pun terbuka dan tatapan kami lantas beradu. Sigap Arsen-ku bangun mengangkat kepala."Aku tidak ketiduran," katanya, mengusap wajah yang masih mengantuk."Iya, aku tau, kok. Kau memang tidak tidur.""Kau tak percaya padaku?" Ditelengkan kepala ke kiri. "Nara, aku tidak tidur.""Lantas kenapa kalau kau

    Last Updated : 2021-06-27
  • Jerat Tuan Pebinor   90. Penjara Terlalau Bagus Untuknya

    Sepanjang lorong rumah sakit yang kami lewati, tak henti-henti hatiku bertanya apa sebenarnya yang terjadi. Bagaimana keadaan bayiku, apakah dia mungkin cacat, ataukah bayi itu terlihat mengerikan sampai Arsen meminta aku berjanji lebih dulu? Aku tak kuasa menahan pikiran buruk ini di dalam kepala, sebelum melihat boks beroda yang tengah didorong seorang perawat. Bayi mungil tertidur lelap di dalamnya, bisa kulihat dari boks kaca transparan itu. Kala itu pun aku baru menyadari bahwa kami sudah melewati ruangan bayi.Melewati ruangan bayi? Lantas, akan ke mana tujuan kami sebenarnya? Dadaku semakin bergemuruh oleh pertanyaan-pertanyaan itu, tanpa berani mengutarakannya pada Arsen.Di depan sebuah pintu yang bertuliskan 'Ruang Inkubator' akhirnya Arsen menghentikan langkah. Dia menekan bagian menutup cairan hand sanitizer, membalurkannya

    Last Updated : 2021-06-28
  • Jerat Tuan Pebinor   91. Perlu kah Aku Jadi Pembunuh?

    Arsen menghentikan mobilnya di sebuah tempat yang sangat aneh, menurutku. Kuedarkan pandangan ke seluruh arah, yang hanya dibatasi peti kemas container di sisi kiri dan kanan kami. Alisku mengerut heran, tak mengerti kenapa Arsen membawa kami ke tempat ini. Dan saat aku meliriknya, dia hanya menaikkan bahu acuh."Arsen ... di mana kita? Apa yang kita lakukan di sini?" tanyaku.Bukankah dia katakan kami akan melihat Nara dan Jacky? Kenapa justru datang ke tempat ini? Sesuatu yang menakutkan memenuhi kepalaku seketika, membayangkan kejadian-kejadian di televisi yang pernah aku lihat.Ya, container bekas seperti ini sangat sering digunakan untuk mengangkut mayat yang dibekukan. Menrinding kudukku membayangkan Arsen mungkin membuat dua orang itu menjadi mayat beku."Kau ... kau tidak membunuh mereka, kan?" tanyaku lagi.Lantas Arsen terkekeh kecil mendengar pertanyaan itu."Apa salah jika aku membunuh mereka? Kedua iblis itu sudah melakuka

    Last Updated : 2021-06-29
  • Jerat Tuan Pebinor   92. Aku Tidak Terpengaruh!

    Jika aku membunuhnya, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Arsen akan ketakutan memperistri aku? Apakah anakku nanti bisa menerima bahwa mamanya seorang pembunuh? Aku sangat marah sehingga kedua tangan kuremas di bawah sana, menutup mataku, menjaga agar kemarahan ini sedikit surut."Kau pengecut," sindir Nara kemudian, yang membuat aku tersadar dari semua pikiran. "Kau hanya seorang pengecut, Nara. Aku sudah menggoda suamimu tapi kau hanya bisa menampar aku? Padahal, aku pikir tadinya kau akan membunuhku sampai mengunci kami di sini.""Jujur saja aku memang sudah tak sabar ingin membunuhmu, perempuan gatal!" sahutku yakin."Tapi nyatanya kau tidak bisa. Hanya mulutmu lah yang lebar seakan kau bisa melakukannya.""Aku bisa m

    Last Updated : 2021-06-30

Latest chapter

  • Jerat Tuan Pebinor   128. Happy Ending

    Setelah membersihkan diri lebih dulu, kududukkan diri di depan meja rias yang besar itu. Hari ini Arsen akan kembali dari luar kota, dan kupikir ingin menyambut suamiku dengan dandanan yang sedikit menarik. Dia pasti merindukanku, dan akan semakin senang dia melihatku nanti dengan riasan ini. Setelahnya, tak lupa kuganti pakaian dengan gaun yang baru kubeli siang tadi, memang sengaja aku membelinya demi menyambut Arsen kembali.Tepat setelah kupikir siap, pintu kamar diketuk dari luar sana. Hatiku melambung seketika itu juga, menduga suamiku akhirnya kembali. Dengan sedikit berjingkrak, kubuka handel pintu sembari menyambut suamiku dengan kedua tangan melintang.“Selamat datang suamiku ...!” seruku sangat girang.Tapi apa ini? Bukannya wajah Arsen, tapi Bi Ratna lah yang berdiri di depanku. Sedikit malu aku dengan tatapan lurusnya yang tertuju pada penampilanku.“Eh, Bi Ratna. Ada apa, Bi?” tanyaku menghilangkan rasa gugup.

  • Jerat Tuan Pebinor   127. Roda Itu Berputar.

    Sudah tiga hari ini Arsen harus pergi ke luar kota untuk mengurus beberapa pekerjaan yang diminta oleh papanya. Jujur, aku sudah sangat merindukan suami yang sangat manja dan bawel itu, sampai-sampai ketika menyusukan Joseph pun hanya wajahnya lah yang terbayang di mataku. Mungkinkah ini yang disebut dengan jatuh cinta sangat dalam? Seperti aku tidak bisa mengendalikan diriku dari rasa rindu yang menggetarkan jiwa.Ketika baru saja kuletakkan Joseph di atas boks tidurnya, ponselku sudah berbunyi di atas nakas. Beruntung suara nyaring itu tidak mengganggu tidur putraku. Hanya menepuk bokongnya beberapa kali, Joseph sudah kembali terlelap. Ah ... itu ulah Arsen. Ketika dia akan berangkat tempo hari, Arsen membuat nada ponselku sangat besar. Katanya agar aku tidak beralasan tidak mendengar suara ponsel ketika dia menghubungiku.Dan lihat siapa yang menelepon sekarang? Siapa lagi jika bukan dia. Lantas kugeser layar ponselku pada posisi menerima, dan wajahnya segera terlih

  • Jerat Tuan Pebinor   126. Mereka Pelayanmu.

    "Ini, makan lah yang banyak."Arsen meletakkan sangat banyak potongan daging dan sayuran di atas piringku.

  • Jerat Tuan Pebinor   125. Sayang, Aku belum ....

    “Sayang, aku tidak melihat gelas kopinya!”Arsen berseru dari dapur, menghentikanku yang baru saja akan membuka baju.“Itu ada di laci atas kepalamu, Sayang. Mendongak lah dan buka lacinya!” balasku tak kalah kencang.“Laci yang mana? Aku tidak melihatnya!”Ini tidak akan berhasil. Jika aku terus berteriak, Joseph akan terbangun dari tidurnya yang belum lima belas menit. Lantas kubenarkan lagi letak pakaianku sembari mendatanginya ke dapur.Dia memang selalu begitu. Apa pun tak pernah terlihat oleh matanya. Entah karena malas mencari atau memang dia tak bisa menemukan sebuah barang dengan benar, hanya dia dan Tuhan lah yang tahu.“Di mana itu? Di mana gelas kopinya?”Kulihat Arsen tengah membuka-buka laci di atas kepalanya tapi tidak juga melihat gelas yang dia cari. Astaga ....Mengambil posisi berdiri di sebelahnya, kuraih salah satu gelas dari dalam laci dan menyera

  • Jerat Tuan Pebinor   124. Joseph-ku Bahagiaku. END

    Sejak pagi masih terbilang samar, semua orang sudah sibuk mempersiapkan diri untuk menjemput Joseph ke rumah sakit. Ini terlalu membahagiakan sampai kami tidak sabar menunggu hari sedikit lebih siang.Lihat lah Papa Sudrajat yang sangat bersemangat menuruni anak tangga. Beliau lah yang lebih sibuk sejak tadi dan beliau pula yang lebih lama berbenah, seakan cucunya sudah bisa menilai penampilan seseorang.Aku tersenyum melihat papa mertua yang biasanya tak pernah absen berangkat ke kantor itu, kini seperti seorang anak kecil yang tidak menunggu diajak jalan-jalan.“Kalian belum siap? Sudah pukul sebelas, kita harus berangkat sekarang.”“Siapa yang sangat lama turun dari kamarnya? Kurasa kami sudah menunggu tiga puluh menit di sini,” sahut Mama Riana menimpali perkataan suaminya.“Kenapa tidak memanggilku jika begitu? Aku pikir kalian belum siap.”Aku dan Arsen hanya tertawa mendengar perbincangan dua orang

  • Jerat Tuan Pebinor   123. Aku Sangat Bahagia.

    Tak dapat kuhindarkan pacuan jantung yang memicu sangat cepat kala mendengar perkataan dari papa mertua. Telapak tangan segera berkeringat dan dudukku tak bisa tenang sekarang. Bayangan buruk segera menghampiri kepala ini, membuat dugaan-dugaan buruk di dalam sana. Apakah Joseph mengalami penurunan? Tak sabar aku ingin mendengar penjelasan dari Papa Sudrajat. Dengan sedikit memajukan tubuh, aku lantas bertanya pada beliau. “Jo-Joseph? Apa yang terjadi pada Joseph?” Arsen segera memeluk dan memberikan kata-kata penenang untukku. Tapi suaranya seakan menghilang oleh pikiran buruk yang sudah lebih dulu merasuki pikiran ini. Tak sabar kutunggu papa mertua melanjutkan perkataannya yang tertunda. “Papa Mertua, katakan ada apa dengan Joseph-ku?” “Sayang, tenangkan dirimu. Kau tidak boleh seperti ini,” peringat Arsen, meremas pundakku tempat tangannya bertengger. Kemudian dia berbicara pada papanya. “Biar aku antar Nara ke atas, nanti papa bisa berbic

  • Jerat Tuan Pebinor   122. Kau Lelaki Yang Baik Hati.

    “Nara ....” Dia memanggil namaku pelan. Tangannya semakin dekat ke wajah, sehingga bisa aku rasakan udara yang dibawanya. Berusaha untuk tidak terpengaruh, aku kembali mengingatkannya meski suaraku terdengar bergetar. “Aku adik iparmu, Arlan. Kau tidak boleh melakukannya,” kataku, tapi Arlan tidak mengindahkan kalimat itu. Punggung jarinya menyentuh permukaan kulitku sehingga kaki di bawah sana semakin gemetar. Tidak. Jika seseorang berpikir aku menikmati perlakuannya, jelas itu salah. Aku hanya ingin menunjukkan pada lelaki ini bahwa aku tidak setakut yang dia bayangkan. Aku tidak ingin Arlan merasa diriku melihat dirinya seperti monster yang menakutkan dan harus dijauhi. Aku tidak ingin dia merasa dirinya tidak diinginkan oleh kami. Maksudku ... keluarga. Ya, karena sekarang aku adalah menantu di keluarganya, jadi aku juga menempatkan diri sebagai keluarga baginya. Harus kulihat, sejauh apa dia sebenarnya ingin dimengerti. Beberapa detik dia s

  • Jerat Tuan Pebinor   121.

    Arsen tahu Arlan memiliki perasaan padaku, sebab itu dia tak pernah merasa rela membiarkan aku pergi untuk menemui saudaranya. Dia tentunya takut jika masalah ini akan merembet lebih jauh lagi, sehingga membuat kegaduhan ke depannya. Tapi setelah kuyakinkan Arsen bahwa aku pasti bisa menjaga diri, dia hanya mengangguk ketika melepaskan aku pergi menemui saudaranya.“Hati-hati, Sayang. Ingat, kau harus segera menghubungiku jika sesuatu terjadi. Dan berusaha lah membuat Arlan tidak marah,” pesannya. Dia mengecup puncak kepalaku berkali-kali dan mengatakan dia sangat mencintai diriku.Ah ... aku sendiri juga merasa gemetar ketika memasuki apartemen milik Arlan, membayangkan mungkin dia akan semakin marah melihat kedatanganku.Ketika kutekan bell di sebelah pintu, seseorang lantas membukanya dan mengatakan Arlan berpesan tidak ingin diganggu.“Tapi ini sangat penting, Bi. Tolong biarkan aku masuk,” ucapku pada asisten rumah yang sudah

  • Jerat Tuan Pebinor   120. Mari Kita Luruskan.

    “Aku akan gila dengan semua ini.” Mama Riana tertunduk lemas. Sedangkan aku hanya bisa diam mengusap pundak mama mertua yang pastinya sedang sangat tertekan. Beliau memegangi wajah di atas kedua telapak tangannya dengan mulut yang terus saja mengoceh tentang kelakuan dua putranya yang ... memang sangat keterlaluan. “Bagaimana jika Naomi benar melakukan aborsi? Aku akan membunuh Arsen yang dengan bodohnya menyarankan hal gila itu padanya!” Beliau mengangkat wajah dan menatapku. “Lihat lah, Nara, aku adalah ibu yang gagal mendidik putra-putranya, sampai kalian harus menderita karena itu. Aku sangat menyesal yang selalu menuruti keinginan dua anak itu,” ucapnya lagi. Setiap kata yang beliau ucapkan adalah penyesalan dan menyalahkan diri sendiri. Rasanya sangat tak adil, padahal bukan beliau yang bersalah. Semua ini adalah kesalahan Arlan dan juga Arsen yang sangat tidak tahu diri. “Jangan membeb

DMCA.com Protection Status