Home / Fiksi Remaja / Langit & Mega / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Langit & Mega: Chapter 1 - Chapter 10

41 Chapters

1. Awal Kehancuran

 "Aku tidak  akan membiarkan siapapun masuk meski mengetuk. Siapapun kamu, jangan coba-coba menelusup! Barang sejengkal, aku tak akan tinggal diam." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Aku melangkah dengan tenang, memasuki koridor sekolah yang sudah mulai ramai. Kini sudah banyak orang yang berdatangan, terdengar dari obrolan ringan yang memenuhi koridor disusul dengan suara derap langkah kaki. Sesekali, aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Mencari temanku-Sani. Namun tiba-tiba saja earphone yang menempel di telinga kanan dilepas oleh seseorang. Langkahku terhenti. Aku bisa melihatnya, seseorang dengan dinginnya memakai earphone milikku. Kini tatapanku bertumpu padanya. Dia balas menatap dengan senyuman lebar. Tampak seperti tidak pernah melakukan apa-apa. "Lagunya enak, ya?" tanyanya tiba-tiba. Aku menatap name tag pada bajunya yang bertuliskan Langit Aditya. Lantas tatapanku beralih padanya dan dengan gerakan cepat kurebut paksa earp
Read more

2. Si Manusia Aneh Bagian Pertama

"Bagiku kamu adalah malapetaka, bukan hanya kehidupanku yang akan hancur tapi diriku pun akan hancur jika aku terus-menerus bersama denganmu." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Sudah seminggu sejak si manusia aneh itu mengatakan bahwa aku dengannya telah  resmi jadian, yang langsung membuat kehidupan SMA-ku berantakan dalam sekejap. Semua usaha yang aku bangun, hancur seketika akibat ulahnya. Baru seminggu aku jadian, aku sudah menjadi target perudungan dari banyak siswi di sekolah ini. Ini gila! Benar-benar gila! Hal yang aku takutkan terjadi, padahal aku sudah bersusah payah untuk menjaga jarak dengan banyak orang termasuk lawan jenis. Aku membentengi diriku agar kokoh dan tak tersentuh. Namun, teganya Langit menghancurkan semuanya dalam sekejap. Murid pindahan yang baru tiga hari bersekolah itu meruntuhkan benteng yang sudahku susun selama satu semester. Aku menghela napas panjang, merutuki kesialanku setelah bertemu dengan Langit. Setelah kejadian itu, a
Read more

3. Manusia Aneh Bagian Kedua

"Bagiku, menghindarimu adalah sebuah keharusan dan tidak ada kompromi tentang hal itu. Berlarilah, menjauh pergi. Jangan pernah mendekat  atau berniat menetap." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ "Mega ..." Aku berdecak pelan, mendengar namaku dipanggil lagi. Lagi? Kenapa lagi? Karena sejak tadi Langit berusaha memanggilku yang entah keberapa kalinya dan tak ada satupun dari panggilannya yang aku respons. Seharusnya aku sudah terbiasa dengan sapaan yang ramah itu, seharusnya. Tapi, aku tetap tidak terbiasa dan karena aku tahu kenapa dia mengejarku seperti ini. Apalagi kalau bukan karena aku bilang kita tidak pernah jadian dan aku memintanya untuk mengakhiri aksi konyolnya ini. Kalian pasti bisa menebaknya sendiri reaksi Langit seperti apa. Ya, tepat seperti yang kalian duga, Langit tidak menyetujuinya! Langit tidak mau hubungan aneh ini berakhir dan Langit malah merengek dan mengejarku seperti ini.  Dasar bocil! Maka dari itu aku memilih untuk kabur. Mendenga
Read more

4. Manusia Aneh Bagian Ketiga

"Kamu seharusnya sadar, kisah kita memang tidak pernah di mulai. Mungkin juga tak akan ada kata selesai." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ "Jadi alasannya karena ... " Langit menggantungkan kalimatnya. Aku menoleh ke arahnya sambil menahan napas. Aku dan Langit sama-sama terkejut, ketika mendapati wajah kami yang jaraknya dekat, sangat dekat. Deg! Mataku membulat. Ini terlalu dekat! Napasku pun terhenti dalam beberapa detik. Cepat-cepat aku segera palingkan ke arah lain. Hening. Ah, sial! Suasananya jadi tidak nyaman. Agaknya, Langit juga tersentak kaget. Karena mungkin aku tiba-tiba menoleh ke arahnya tanpa permisi. Kami berdua saling diam dalam beberapa saat hingga perasaan canggung langsung menyelimuti. Langit berderham pelan sebelum berbicara kembali. "Kamu memang tidak bisa menebaknya?" Langit malah bertanya balik sambil mencairkan suasa yang sempat aneh. Aku mengembuskan napas kasar, sudah tadi dia menggantungkan kalimatnya,
Read more

5. Manusia Aneh Bagian Keempat

 "Berhenti keras kepala, jika kamu terus memaksa bukan hanya kamu yang akan terluka tapi aku juga."  ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Ini gila! "Aku nggak gila, Meg. Otakku masih berfungsi dengan baik. Jadi berhenti mengatakan aku ini gila," ucap Langit seolah mendengar suara hatiku. "Lo ..." jariku menunjuk ke arahnya sambil berkata, "nggak waras!"Ya, meskipun nggak waras sama gila sama saja, sih, ya? Aku menatap tajam ke arah Langit, masih tidak habis pikir dengan permintaannya. Karena aksiku tadi, dia memintaku untuk melakukan sesuatu sebagai permintaan maaf. Alih-alih meminta hal yang normal Langit malah meminta yang aneh. Apa tidak bisa di ganti, ya? "Lo, nggak usah aneh, deh!"  Langit tampak keberatan dengan ucapanku. Terlihat sekali dari ekspresi wajah yang dia tunjukkan. Langit memintaku untuk tetap jadi pacarnya dan malah memperpanjang waktu dari delapan bulan hingga aku dan dia lulus.  Aku menatap ke arahnya t
Read more

6. Masa Lalu?

Melihatmu lagi adalah suatu kemustahilan, namun jika aku bertemu lagi denganmu aku tidak tahu apakah itu sebuah keberuntungan atau malah suatu kesialan?" ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ "Meg, aku mau bicara." Aku menoleh ke arah Langit dengan malas. Deg! Keningku mengernyit. Mengapa wajah Langit serius sekali?Kali ini ada apa? Tatapanku beralih memandangi sekitar. Kenapa suasana rumahku tiba-tiba ikut berubah? Apa berganti genre menjadi horor, ya? Aku bergidik ngeri, nggaklah, nggak mungkin! "Meg." Langit memandangiku dengan serius. Tidak ada muka tengil menyebalkan yang biasa dia tampilkan.  Napasku tertahan seperti ada sesuatu yang menyedot pasokan oksigen di sini. Sebenarnya ada apa, sih? Terdengar suara denting jarum jam. Kami sempat bertatapan dalam beberapa detik. "Meg?" "Hmm ..." aku merespons seadanya. Sekarang perasaanku mendadak tidak enak. Sebenarnya, ada apa?
Read more

7. Hari Buruk Bagian Pertama

  "Kebersamaan ini hanya inginmu bukan inginku atau kehendak kita bersama. Karena kamupun tau, kamu mendekat lalu hinggap bukan karena terperangkap namun karena terpikat." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Sani kamu dimana? Aku mengedarkan pandangan ke sekitar mencari Sani tapi nihil. Di sini dia tidak ada. Selama seminggu pikranku terganggu oleh banyak hal. Kantung mata tercetak jelas, mukaku kusut dan tak bergairah. Sungguh mengenaskan.  Aku menoleh ke ambang pintu saat mendengar desas-desus yang teman-teman layangkan lalu mengembuskan napas kasar. Karena malah menemukan sosok laki-laki yang akhir-akhir ini masuk ke kehidupannku. Sering membuatku jadi termenung, merenungkan baik-baik apa langkah yang harus aku ambil. Kehadirannya benar-benar membuat hidupku berantakan. Memang benar aku tidak menyukai mereka. Karena mereka tetap mengerikan bagiku. Meskipun aku tahu, laki-laki itu tidak sama. Tidak semua mengerikan dan berbahaya. Namun, tidak ada salahnya un
Read more

8. Hari Buruk Bagian Kedua

"Tidak ada yang menyenangkan  dari kenangan. Hadirnya pun begitu menyiksa. Jika rindu pun tak bisa berbuat apa-apa. Karena kenangan bersamamu memang bukan untuk diulang hanya dikenang." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Aku berusaha untuk menenangkan diri. Wajahku pucat masai. Bahkan tanganku sampai gemetaran. Beruntungnya teman-teman kelasku tidak ada yang menyadari hal ini, semoga saja. Karena yang aku lihat mereka terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Atau lebih tepatnya tidak mau peduli.  Sani di sampingku melihatku dengan khawatir--terlihat dari wajahnya. Aku masih tidak mampu mengatakan apapun. Karena kejadian barusan masih membuatku terkejut. Aku melangkah dengan gontai ke arah bangku mejaku setelah tadi diam mematung selama beberapa menit. Beruntung tanganku langsung ditarik oleh Sani, jika tidak, aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Perlakuan itu ... aku tidak mau merasakannya lagi! Tidak. Cukup. Aku tidak mau lagi merasakan perlakuan yang
Read more

9. Tidak Apa-Apa Jika Tidak Baik-Baik Saja

"Nggak apa-apa kalau kita nggak baik-baik aja, kita cuma manusia biasa. Akui dan terima bukan menyangkal dan pura-pura bahagia!" ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Sudah seminggu sejak kejadian itu berlalu. Aku masih ingat saat Langit tertidur di sampingku, di ruangan UKS. Tidak mengira kalau dia akan datang disaat Sani kembali ke kelas. Langit benar-benar keras kepala sekali! Padahal Sani sudah menyuruh Langit agar tidak menemuiku dulu tapi tidak didengarkan olehnya. Meskipun setelah Langit bangun tak ada percakapan yang terjadi diantara kami. Baik aku maupun Langit hanya diam dalam waktu yang cukup lama. Mungkin, karena suasana yang begitu canggung atau mungkin karena Langit mengerti dengan keadaanku yang tidak ingin berinteraksi dulu dengan siapapun. Entahlah aku tidak tahu pastinya. Satu hal yang aku ingat betul,  ekspresi wajahnya yang terkejut ketika melihat diriku yang sudah terbangun terlebih dulu. Saat itu, aku sempat bersitatap dengannya selama beberapa deti
Read more

10. Hujan dan Masa Lalu

  "Bagiku hujan yang membangkitkan masa lalu itu saat hujan turun dari mataku. Saat di mana aku tak kuat lagi menahan sakit juga rindu." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Aku menghela napas lega. Akhirnya beban dalam diriku sedikit berkurang. Meski tidak semua hal aku ceritakan pada Sani. Tapi, aku sudah cukup merasa lega. Sekarang, perasaanku jauh lebih baik daripada sebelumnya dan juga terbebas dari lebah. Ya, yang jatuh itu sarang lebah. Bisa kalian tebak bagaimana takutnya kami melihat kawanan lebah yang seperti menemukan pelaku kejahatan padahal jelas bukan kami yang menjatuhnya sarangnya. Kami berdua lari terbirit-terbirit dengan kondisi wajah yang bisa dibilang mengenaskan. Setelah menangis hingga mata bengkak, aku pergi ke toilet untuk membasuh wajah, tak memedulikan tatapan orang-orang yang keheranan. Ekspresinya, mengisyaratkan tanda tanya. Mereka seperti sedang menebak-nebak mengenai apa yang terjadi padaku. Penampilan Sani tidak lebih buruk dariku. Ma
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status