Beranda / Fiksi Remaja / Langit & Mega / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Langit & Mega: Bab 21 - Bab 30

41 Bab

21. Kilas Balik Bagian Kesebelas

Tidakku sangka keputusan yang tadinya membawa tawa bahagia dikemudian hari malah menjadi keputusan yang menjelma menjadi luka dan duka."๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ"Kenapa?"Aku menoleh ke arah kak Bima. Lantas menggeleng sambil menghela napas. "Gapapa, kak."Lalu tersenyum, meski mungkin agak sedikit di paksakan.Atensi kak Bima tertuju padaku, ia tersenyum terlebih dahulu sebelum berbicara. "Kebiasaan wanita.""Bilang gapapa?" tanyaku sambil menatapnya. Kak Bima lantas mengangguk dan menghela napas panjang. Tangannya terjulur mengelus puncak rambutku. Selalu saja begini. Aku diam. Lantas mengalihkan pandangan karena jantungku sudah tidak aman."Gapapa kalau belum mau cerita," lanjutnya lagi.Kak Bima menepuk-nepuk bahunya, aku menatap sambil halisku sudah sempurna terpaut. "Kenapa, kak? Banyak debu, ya?"Gerakan tangannya terhenti, dia menatapku dengan ekspresi
Baca selengkapnya

22. Luka dan Hadiah Bagian Pertama

"Jika saja bisa, aku hanya ingin mengingat hal bahagia, karena sungguh aku tak sanggup mengingat semua ingatan buruk yang menikam dada." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Aku menatap langit-langit kamar, pikiranku menerawang jauh. Malam ini aku baru saja membuka memori masa lalu walau tak banyak. Membuka memori saat itu. Awal mula aku merangkai pertemuan dan terjadinya kata kita. Memori kelam masih terkunci di sudut ruangan gelap. Tak terjamah. Belum mampu aku tampilkan atau akui keberadaannya.Mataku sudah bengkak, bahkan berkali-kali aku sesak napas ketika menceritakannya. Padahal, jika dipikir ulang. Ini adalah ingatan bahagia? Mengapa jadi sendu sedan begini? Mengapa menyakitkan saat mengingatnya? Bukankah seharusnya aku mengenangnya dengan senyum mengembang? Bukankah seharusnya sekarang aku tertawa riang? Mengapa aku menyesali ingatan ini? Bukankah aku seharusnya bersyukur karena ada kenangan bahagia yang terpatri? Celakanya, me
Baca selengkapnya

23. Luka dan Hadiah Bagian Kedua

"Salah paham memang perlu diluruskan namun aku tak siap untuk mendengar alasan apalagi kembali dihancurkan."๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผAku meringkuk di pojok kamar. Dengan kemul yang membungkus tubuh. Sejak dua hari lalu aku mematikan ponsel dan menutup semua jendela. Apa yang nomor asing itu katakan benar, di depan rumah ada hadiah. Entah dari siapa tanpa nama. Kotak berukuran sedang. Yang berisi kutukan! Itu kotak kedua. Setelah kotak berisi cokelat.Tatapanku kosong, tubuhku masih terguncang. Aku semakin menaikan  kemul. Mencoba memejamkan mata yang sedari kemarin susah terpejam. Rasa kantuk itu hanya bertahan selama beberapa menit setelahnya aku terjaga kembali meski tubuhku lelah tapi mataku tak bisa terpejam. Posisiku berganti jadi telentang, pandanganku nyalang ke udara sedang perasaanku kembali tak keruan. Di kepalaku kini riuh dengan berbagai pertanyaan yang berlalu lalang seperti kendaraan di jalanan. Terbesit beragam t
Baca selengkapnya

24. Kotak Kutukan?

"Haruskah aku mengadu perihal kamu, yang senang memberi kejutan sedang aku ketakutan. Pun luka lama yang kamu hadirkan, mengundang perih tak terperikan."๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผHari keempat, sejak aku tidak masuk sekolah. Selama itu pula aku mengurung diri di kamar. Tak berniat bergerak dan jauh-jauh dari tempat tidur. Tubuhku meringkuk di balik kemul. Aku mendengkus kasar, mengapa aku sampai begini?Bukankah itu malah menunjukkan bahwa aku itu lemah? Bukannya aku harus menunjukkan kalau aku yang sekarang sudah kuat? Aku mengigit kuku-kuku jariku berusaha mengusir kekhawatiran yang selama ini bertengger di kepala. Kalau ada Sani di sini sudah dapat di pastikan dia akan mengomel dan mengatakan hal itu jorok. Akhir-akhir ini banyak hal yang terjadi saat aku dengannya. Ingatan-ingatan masa lalu yang bermunculan. Belum lagi hadiah-hadiah yang entah dari siapa. Aku mencuri pandang ke arah kotak kutukan yang tergelatak di lantai yang dingi
Baca selengkapnya

25. Terulang?

"Perlu kamu tahu, tindakan dan perkataan mampu menghancurkan seseorang. Entah sengaja atau tidak. Luka yang kamu torehkan boleh jadi tak terlihat, ia menjelma menjadi ketakutan. Membunuh dengan perlahan dari dalam."๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผKantin di hadapanku tampak ramai seperti biasanya. Tak ada yang berubah. Aku melengang lantas duduk di salah satu kursi. Sani mengikutiku. Sejak kejadian kemarin tak ada yang bisa aku bahas atau perjelas. Sani pun memilih bungkam. Mungkin ia menunggu diriku yang memulai. Keterkejutan tercetak jelas di wajahnya saat mengetahui isi kotaknya. Dugaanku benar. Namun, saat itu berbeda. Bukan kotak kutukan yang datang namun kotak hadiah yang tetap berhubungan dengan masa laluku. Ya, ada dua kotak. Kotak pertama yang aku sebut kotak pengingat kenangan dan kotak kedua kotak kutukan yang menyimpan semua rasa sakitku. Sama saja sih kedua kotak itu berbahaya!Hening.Tak ada percakapan. Aku melirik San
Baca selengkapnya

26. Petunjuk?

"Seharusnya kamu tidak mengorek sesuatu yang menjadi masa lalunya. Karena apa yang sudah berlalu biarkan berlalu. Kita tidak akan pernah tahu luka apa yang akan diterima jika kita memaksa membuka ingatan terdahulu."๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผHari ini hari libur. Hari di mana seharusnya aku bisa bersantai dengan bebas karena tidak masuk sekolah. Namun ternyata tidak. Karena, tugas sekolah menunggu untuk dikerjakan. Aku menatap tugas-tugas itu dengan jeri. Tugasku masih menumpuk. Padahal aku sudah mengerjakan sebagiannya. Salahku sendiri sih, empat hari tidak masuk. Banyak sekali tugas dan materi yang harus kusalin ke buku catatan. Membuatku berpikir berapa lama aku harus duduk dan mengerjakan semua tugas ini sampai selesai.Jariku bergerak lincah di atas kertas. Sudah satu jam aku duduk. Berkutat dengan catatan Sani yang aku pinjam. Di ruangan ini hanya ada aku denganngan tumpukan buku. Rumahku juga kosong. Tak ada siapapun, sepi. Hanya ada aku, seorang diri. B
Baca selengkapnya

27. Masih Sama

" Dahulu, aku pernah menyematkan satu nama dalam doa, tiada henti kupinta. Namun, keadaan punya kenyataan. Takdir teramat kejam. Aku dihadiahi oleh semesta sebuah kehilangan yang menyakitkan. Tak terelakan perpisahan menjadi sebuah jawaban atas apa yang selama ini kupanjatkan." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Saat ini, Langit menjadi tersangka. Terlebih, semenjak kotak-kotak ini hadir, dia malah menghilang entah ke mana. Tak sekalipun menunjukkan batang hidungnya. Bukankah hal yang wajar, jika aku mencurigainya? Langit yang datang tanpa permisi. Langit yang memaksa masuk ke dalam kehidupanku. Dan Langit yang menghancurkan kehidupanku juga. Meski alasanku belum kuat dan tak berdasar. Namun, aku yakin kehadirannya bukan tanpa tujuan. Karena aku dan Langit tidak saling mengenal. Sejak aku kecil hingga sekarang, tidak ada temanku yang bernama Langit selain Langit Aditya. Pemuda yang tidak tahu asal usulnya itu.   Kehadiran Langit terasa
Baca selengkapnya

28. Langit Pelakunya?

"Kadang kala masa lalu itu perlu diselesaikan, kadang juga tidak harus. Kalau pun harus, apakah kamu siap terluka kembali dengan cara yang sama? Maafkan dan sudahi. Mari berdamai dan melangkah ke depan."๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผPelajaran telah usai sejak 10 menit yang lalu. Kelas pun mulai lengang. Hanya ada beberapa orang, itupun yang kebagian piket. Sisanya sudah pulang. Itupun hanya ada aku dan dua teman, karena yang lain memilih kabur. Bukan hal aneh lagi bukan? "Meg, lo masih lama nggak?" Kepala Sani nyembul dari balik pintu.Aku menghela napas sambil menatap ke arahnya. "Lama, nggak usah nunggu.""Kalau nggak lebih dari 15 menit, gue tungguin ya. Kalau lebih ditinggal!""Duluan aja.""Emang bakalan lama banget?""Nggak juga, sih. Cuma gue nggak suka bikin orang nunggu."Sani terlihat terlekeh. "Lo kayak ke siapa aja, Meg. Santai aja kali. Kalau gue bosen gue bakalan ninggalin lo, kok. Tenang aja."Aku menoleh ke ar
Baca selengkapnya

29. Bertemu Kembali

"Bertemu denganmu mungkin takdir untukku, entah apa yang semesta rencanakan. Kuharap aku tidak lagi dibuat jatuh cinta dan hancur berantakan kemudian." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Aku diam di depan ruangan kelas Bahasa. Ya, di depan kelas Langit dengan waswas. Setelah jam sekolah usai, aku langsung melesat ke kelas Langit setelah melewati tiga kelas lain. Tanpa basa basi, langkah kakiku bergerak cepat ke sana. Melaju cepat bak orang yang dikejar-kejar penagih hutang.  Seharusnya sudah kulakukan dari dulu untuk bertindak seperti ini! Bukan malah memperlihatkan aku lemah dan ketakutan!  Ya, aku tidak lagi lemah. Aku tidak ingin lagi dipermainkan. Masalah kotak itu harus selesai sekarang. Tidak ada besok lusa. Hari ini harus selesai dan Langit harus diberi pelajaran segera. Setelah mendengar rekaman bukti kemarin. Aku semakin percaya jika itu Langit. Rekaman itu sebagai buktinya.  Dari awal aku sudah curiga dengan kedatangannya dihidupku.
Baca selengkapnya

30. Penyangkalan

"Perihal kamu, aku tidak tahu menahu. Apakah kamu datang untuk menyembuhkan atau malah menghancurkan?  Jika memang menyembuhkan bantu aku untuk percaya namun jangan hanya sekadar kata-kata. Karena aku perlu tindakan nyata." ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ๐ŸŒผ Seharusnya kemarin masalah kotak itu selesai. Ternyata diluar dugaan, permasalahan kotak itu masih belum bisa selesai. Aku benar-benar sudah lelah, kotak hadiah itu sungguh mengganggu. Namun, aku tak mampu berbuat banyak. Bahkan niat ingin memarahi Langit habis-habisan pun urung. Entah mengapa energiku terasa terkuras dan habis. Apa karena aku terlalu banyak berhubungan dengan masa lalu?  Kejadian yang paling benci ketika aku bahas bahkan untuk aku ingat.  Tubuhku sudah berbaring di atas tempat tidur. Aku menatap langit-langit kamar dengan perasaan campur aduk. Lelah sudah menyelimuti diriku namun mataku masih belum mau terpejam.  Kotak hadiah itu belum muncul kembali. Saat ini jumlahnya tetap s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status