"Bagiku hujan yang membangkitkan masa lalu itu saat hujan turun dari mataku. Saat di mana aku tak kuat lagi menahan sakit juga rindu."
🌼🌼🌼🌼
Aku menghela napas lega. Akhirnya beban dalam diriku sedikit berkurang. Meski tidak semua hal aku ceritakan pada Sani. Tapi, aku sudah cukup merasa lega. Sekarang, perasaanku jauh lebih baik daripada sebelumnya dan juga terbebas dari lebah. Ya, yang jatuh itu sarang lebah. Bisa kalian tebak bagaimana takutnya kami melihat kawanan lebah yang seperti menemukan pelaku kejahatan padahal jelas bukan kami yang menjatuhnya sarangnya. Kami berdua lari terbirit-terbirit dengan kondisi wajah yang bisa dibilang mengenaskan.
Setelah menangis hingga mata bengkak, aku pergi ke toilet untuk membasuh wajah, tak memedulikan tatapan orang-orang yang keheranan. Ekspresinya, mengisyaratkan tanda tanya. Mereka seperti sedang menebak-nebak mengenai apa yang terjadi padaku.
Penampilan Sani tidak lebih buruk dariku. Ma
"Debar itu menelusup masuk tanpa mengetuk. Tanpa aba-aba aku dibuat tak berdaya." 🌼🌼🌼🌼 "Mega Ayudia?" Dia membaca namaku ditag nama yang tertera di seragam. Nada bicaranya seolah bertanya. Melihat hal itu sontak membuatku terkejut dan segera menutupi tag nama itu. Karena orang yang di hadapanku sekarang adalah orang yang tak ku kenali. Dengan takut, aku memberanikan diri menatapnya. "Saya Bima." Tangannya terulur ke arahku. Aku menyambut uluran tangan itu dengan bingung. Saat itulah pertama kalinya aku mengenal kakak. Di bulan Agustus semester satu, saat aku kelas sembilan. Dia mengenalkan dirinya sambil tersenyum ramah kepadaku. Setelah itu aku hanya mengangguk dan ikut mengenalkan diri. "Mega." "Saya sering lihat kamu di sini." Eh? Dia selalu lihat aku? "Kenapa belum pulang?" Aku menatapnya dengan takut lantas menjawab ragu-ragu. "Belum mau aja, ka
"Cinta bagiku seperti pelangi, berwarna-warni. Yang hadir setelah hujan reda, seakan membasuh duka lara." 🌼🌼🌼🌼 Hari itu, aku makan es krim bersama dengan Kak Bima sambil tangannya di genggam. Tak hanya itu kak Bima sampai menukar tempat, karena banyak kendaraan yang berlalu lalang. Boleh baper tidak, sih? Kedai es krim tidak jauh dari taman ini, hanya 20 meter dari tempat kami berdiri. Saat itu kami berjalan beriringan tanpa percapakan apa-apa. Kami terbiasa diam menikmati pikiran masing-masing. Langit sore kali ini pun sama indahnya dengan kemarin. Biasanya aku akan pamit pulang, namun hari ini berbeda, kami pergi mengunjungi kedai es krim terlebih dahulu. Hal yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Kini di hadapanku banyak orrang-orang sedang berlalu lalang begitupula laju kendaraan. Pemandangan yang sudah tak asing di sore hari. Yap, ramainya aktivitas! Kedai di hadapanku juga tampak ramai. Kami yang baru
"Bersama denganmu mampu menghentikkan waktu. Tiada terasa waktu bergerak tak terkira, melesat cepat membuatku terperangkap." 🌼🌼🌼🌼 Aku membaca pesan yang hanya berisi satu kata, Ayu? Mataku sempurna membulat saat membaca pesan itu. Saat ini hanya ada satu nama dalam kepalaku yang menjadi orang di balik pesan singkat ini. Tidak salah lagi, ini pasti kak Bima! Aku yakin sekali kalau ini kak Bima. Karena kak Bima satu-satunya orang yang memanggilku dengan sebutan Ayu. Tidak ada lagi orang yang memanggilku demikian. Hanya kak Bima seorang. Aku tidak akan menyangka ia akan mengirimi pesan. Karena baru tadi sore ini kami bertukar nomor ponsel. Tanpa berpikir panjang lagi jariku menari lincah di sana, membalas pesan dari Kak Bima dengan senyum merekah dan degup yang berdetak lebih cepat dengan kalimat singkat. Iya, kak? Hanya beberapa detik tepat setelah pesan itu di kirimkan, ponselku berbunyi
"Bersamamu memang seindah itu. Mungkin aku keliru, tapi ini begitu candu." 🌼🌼🌼🌼 "Ayu!" Tangannya melambai-lambai ke arahku. "Di sini." Aku melihat kak Bima di ujung taman, senyumnya merekah. Wajahnya terlihat sangat cerah, aku pun segera mempercepat laju langkahku. Hari ini aku datang terlambat beberapa menit dari biasanya. "Udah lama, kak?" ucapku yang langsung bertanya ketika sampai di tempat kak Bima berada. "Duduk dulu," kata kak Bima sambil menunjukkan tempat untuk aku dudukki. "Nih!" Aku menatap kak Bima dengan heran. Menatap sesuatu di tangannya yang mencuri perhatianku. Halisku sudah sempurna terpaut. Coba tebak itu apa? Melihat hal itu sontak membuat kak Bima menatapku dalam beberapa detik lantas meraih tanganku tiba-tiba. "Minum dulu, Meg." "Biar nggak dehidrasi." Aku masih bergeming. Benar-benar kebingungan karena aksi kak Bima yang tiba-tiba. Tahu a
"Jika kamu menyukaiku, yang kupinta hanya satu. Menetaplah jika singgah yang kamu lakukan itu sungguh." 🌼🌼🌼🌼 "Ada apa?" Kak Bima bertanya sambil terlihat khawatir. Terlihat jelas sekali dari ekspresi yang di tampilkan. "Kenapa teriak?" "Ada apa Ayu?" Kak Bima terus mencecarku dengan pertanyaan. Aku tersenyum kikuk sebagai jawaban sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal dan merutuk dalam hati. Kami masih berada di taman. Teriakanku barusan tidak hanya membuat kak Bima terkejut tapi juga diriku pun sama terkejutnya. Benar-benar refleks. Beruntungnya semua yang berada di sini tidak peduli. Padahal aku yakin sekali kalau mereka mendengar teriakanku yang nyaring minta dipukul! "Kok malah senyum, ada apa Ayu?" Kalian masih ingat kan tadi aku dan Kak Bima sedang bermain tatap-tatapan. Konyol, sih. Tapi aku tidak keberatan apalagi rupa kak Bima tampan dan menawan, nyaman di pandang lama-lama. Siapa sih yang akan keb
"Rasa ini kini menjalar, menelurkan senang dan nyaman hingga mengakar jauh tertanam di dalam atma yang lahirkan harapan." 🌼🌼🌼🌼 Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, mataku awas menilik. Mencari keberadaan kak Bima. Tidak ada. Langkahku mendadak lemah. Aku berjalan dengan sedikit gontai ke tempat di mana kami biasa duduk. Taman ini terlihat seperti biasanya. Ramai. Aku membuka tas lantas mengambil sebuah buku novel. Karena hari ini tidak ada tugas apapun. Novel ini memang sengaja aku bawa ke sekolah, untuk mengisi waktu luang seperti ini. Pandanganku mulai foku pada buku dalam genggaman. Aku mulai tenggelam ke dalam dunia sana. Tak terdengar lagi suara riuh percakapan orang-orang atau suara laju kendaraan. Seperti melebur begitu saja saat aku membaca buku. Apa kalian sepertiku? Suka membaca novel hingga abai akan sekitar karena terlalu fokus? Sebetulnya aku membaca bukan karena sekadar hobi saja. Aku membaca untu
"Kamu, satu kata yang bisa berarti bahagia. Semu atau tidak aku sudah tidak memedulikannya." 🌼🌼🌼🌼 "Bukan!" Aku melempar baju itu sembarangan dan mengambil lagi pakaian di dalam lemari sambil mencobanya dengan melihat ke arah cermin. "Ini juga bukan!" Saat ini aku tengah mencari pakaian mana yang cocok untuk dikenakan. Mencoba memadu padankannya. Ya, hari ini aku pergi dengan kak Bima. Namun, sudah satu jam aku tidak menemukan pakaian yang cocok. Lihatlah, hasil dari satu jam itu pakaianku berserakan di mana-mana. Hampir seisi lemari dikeluarkan. Hampir ya, tidak semua. Mengapa rasanya semua baju tidak ada yang menarik dan cocok?Aku berdecak kesal. Glek! Helaan napas tertahan dalam diriku, aku menatap pakaian yang berceceran sambil bergidik ngeri saat menyadari aksi konyolku ini. Padahal kami hanya akan bertemu di taman seperti biasanya tapi kenapa aku harus seheboh ini, ya? Jam di dinding sudah men
"Kita adalah yang aku harapkan. Kita adalah yang aku semogakan. Dan kita adalah kata yang kupinta selamanya bukan hanya sementara." 🌼🌼🌼🌼 Tanganku masih setia digenggam oleh kak Bima. Tidak tahu kenapa tiba-tiba kak Bima menggenggam tanganku dengan erat. Jari-jariku terasa sangat pas ketika bertaut dengan jari-jemari milik kak Bima. Sebenarnya tidak sih, cuma di pas kan saja. Setelah ini aku tidak akan cuci tangan! Biar saja disebut jorok. Aku tidak mau aroma kak Bima yang menempel di tanganku hilang saat dicuci. "Kamu seneng banget ya?" Aku menoleh mendapati kak Bima yang tengah menatapku. "Padahal tokohnya lagi ditusuk-tusuk. Kamu nggak takut?" Jarinya menunjuk layar yang sedang menampilkan kekerasan. Mataku melebar. Sepertinya aku jadi terlihat wanita psikopat di mata kak Bima! Padahal otakku saja tak fokus, malah lebih asyik memikirkan kak Bima dibanding menonton film yang sedang terputar.