Home / Romansa / Tasbih Cinta Yang Hilang / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Tasbih Cinta Yang Hilang: Chapter 1 - Chapter 10

49 Chapters

1. Kedua Orang Tua Inayah Mengalami Kecelakaan

Pukul sembilan pagi, Tommy dan Celly sudah bersiap hendak berangkat ke bandara. Karena pukul sepuluh, mereka harus berada di bandara. Satu jam berikutnya mereka langsung terbang dengan menggunakan pesawat komersial langsung menuju ke Bali. "Sebentar, Mas! Aku mau menemui Inayah dulu," kata Celly lirih. "Iya, tapi jangan lama-lama takut telat!" jawab Tommy. "Iya, Mas tunggu saja di luar! Ada yang mau aku bicarakan dengan Inayah." Tommy pun langsung melangkah keluar rumah, sementara Celly langsung menemui Inayah di kamarnya. Setibanya di depan kamar putrinya, Celly langsung mengetuk pintu kamar tersebut. Tok! Tok! Tok! "Nay!" panggil Celly kepada putri semata wayangnya "Iya, Bun." Inayah bangkit dan langsung membuka pintu kamarnya. "Ada apa, Bun?" tanya Inayah. "Kok, tanya ada apa? Bunda sama ayahmu, hari inikan mau berangkat ke Bali." "Iya, dari kemarin juga Nay tahu, Bunda." "Bunda hanya mau pesan sama kamu, selama Bunda dan ayahmu berada di Bali, kamu jangan nakal!" "Iya,
last updateLast Updated : 2021-03-20
Read more

2. Inayah Berduka

Erni merasa berat untuk mengatakan hal yang sebenarnya yang sudah diberitahukan oleh petugas bandara kepadanya, tentang kecelakaan yang menimpa kedua orang tua Inayah. Meskipun demikian, Erni harus mengatakan semuanya kepada Inayah. Perlahan, Erni menarik napas dalam-dalam. Kemudian berkata lirih, "Kata petugas bandara, kecil kemungkinan mereka yang ada di pesawat yang mengalami kecelakaan itu akan selamat. Termasuk bapak dan ibu." Setelah menyampaikan apa yang diberitahukan oleh petugas bandara, Erni menundukkan kepalanya. Ia tampak bersedih dan merasa terpukul dengan kabar dari petugas bandara yang berbicara langsung dengannya via telepon. Hal tersebut, dirasakan pula oleh Inayah. Sontak, gelas dalam genggaman tangannya ia lempar hampir mengenai sisi kiri sebuah televisi yang ada di ruangan tersebut. Inayah menangis sekeras-kerasnya, dan berlari ke arah Erni. ''Tidak ...! Teh Erni pasti bohong, 'kan?'' tanya Inayah berteriak keras. Inayah sedikit mendorong tubuh Erni sembari ter
last updateLast Updated : 2021-03-22
Read more

3. Inayah dan Erni

Setelah itu, Erni langsung melangkah ke arah dapur segera menyiapkan air minum untuk kedua tamu itu. Usai membuatkan air minum, Erni kembali melangkahkan kedua kakinya menuju ke ruang tengah dan menyajikan minuman tersebut kepada kedua tamu tersebut. Selang beberapa menit kemudian, Inayah sudah datang menghampiri dan langsung menyapa serta berjabat tangan dengan tamu-tamu itu. "Maaf, Bapak-Bapak ini siapa, yah?" tanya Inayah lirih dengan sikap ramahnya. "Kami, orang kepercayaan Almarhum Pak Tommy, Mbak," jawab salah satu dari pria yang berpenampilan rapi itu. ''Kami, sebagai pengacara Almarhum Pak Tommy, akan menyampaikan surat wasiat ini sesuai dengan pesan almarhum semasa hidupnya. Semua ini akan kami serahkan langsung kepada Mbak Inayah selaku ahli waris tunggal putri dari Almarhum Pak Tommy,'' sambungnya menjelaskan. Inayah langsung menerima surat wasiat tersebut, dan langsung diminta untuk menandatangani sehelai kertas putih lengkap dengan materai, sebagai bukti surat wasiat t
last updateLast Updated : 2021-03-23
Read more

4. Hijrah

Kemudian, Inayah bangkit dan mengajak Erni untuk segera menemui tamu tersebut, "Ayo, Teh. Kita ke sana sekarang!" Erni pun tidak banyak berkata-kata lagi, ia langsung bangkit dan melangkah mengikuti Inayah yang sudah berjalan menuju ke ruang tengah. Setibanya di ruang tengah, Inayah langsung menyapa tamunya dengan penuh keramahan. ''Assalamu'alaikum! Sudah lama menunggu ya, Teh?" sapa Inayah lirih sambil mengulurkan tangan seraya mengajak bersalaman dengan tamu tersebut. ''Wa'alaikum salam. Baru beberapa menit saja, Non," jawab wanita berkerudung biru itu lirih. ''Jangan panggil aku non! Panggil saja neng atau Nay!'' pinta Inayah, kemudian duduk di hadapan tamunya. ''Iya, Neng," jawabnya mengangguk perlahan. ''Mohon maaf sebelumnya, nama Teteh, siapa?'' tanya Inayah mengarahkan pandangannya ke wajah tamunya itu. ''Saya Fatimah, Neng," jawabnya tampak lirih. ''Oh, kalau aku Inayah, biasa dipanggil Nay," kata Inayah balas memperkenalkan diri. "Teh Erni sudah menjelaskan masalah
last updateLast Updated : 2021-03-24
Read more

5. Warisan dari Almarhum Tommy

Inayah sudah memutuskan, untuk tidak mengulangi kenakalan-kenakalan yang pernah ia perbuat di masa lalu, sewaktu kedua orang tuanya masih hidup. Inayah ingin mengangkat derajat kedua orang tuanya di akhirat. Seperti yang ia tahu, kedua orang tuanya sangat jauh dari agama. Bahkan melupakan kewajiban mereka sebagai Muslim. Mereka terlalu menyibukan diri kepada keduniawian yang terus mereka kejar. Meskipun demikian, mereka tetaplah orang tua Inayah, ia harus mempersembahkan yang terbaik untuk almarhum ayah dan bundanya, agar mereka tidak terlalu menderita di alam akhirat. Masih banyak di sekitar kita, ditemui orang-orang yang jauh dari Allah, hidup mereka dipenuhi dengan hal-hal tidak bermanfaat bahkan membuat hati semakin keras dan tidak bercahaya. Seperti yang ditemui di jalan raya menuju kampus. Inayah melihat sekelompok bapak-bapak sedang asik bermain judi. Seakan-akan mereka tidak ingat dengan umur mereka, dan melupakan apa yang dilarang oleh Tuhan. Seharusnya di usia mendekati
last updateLast Updated : 2021-03-26
Read more

6. Bersyukur dan Belajar Al-Qur'an

Sementara Fatimah saat itu tengah duduk santai menonton acara televisi, ia hanya menyimak perbincangan Inayah dengan Erni. Inayah tidak pernah memperlakukan mereka sebagai bawahan, menurutnya mereka adalah saudara dan bagian dari keluarga. Kehadiran mereka sebagai penawar dari kesedihan yang ia rasakan semenjak meninggalnya Tommy dan Celly. Mereka memberikan warna baru dalam kehidupan Inayah, menjadi penyemangat hidup dan teman baik di kediaman megah tersebut. Malam semakin larut, rasa ngantuk pun sudah menyelimut. "Teh Fatimah!" panggil Inayah lirih. "Iya, Neng," jawab Fatimah menghampiri. "Tolong beritahu Pak Andri, mobilnya masukan saja ke dalam garasi semua ya, Teh!" "Iya, Neng," jawab Fatimah. "Aku mau istirahat dulu," pungkas Inayah. Ia langsung melangkah bergegas masuk ke dalam kamar. Sebelum beranjak keperaduan, Inayah melaksanakan Salat Isya terlebih dahulu, di akhir Salat ia selipkan doa-doa yang terbaik, berharap ayah dan bundanya tenang di Surga. "Limpahkanlah doa
last updateLast Updated : 2021-03-27
Read more

7. Bertakwa dan Berakhlak Baik

Beberapa saat kemudian, terdengar suara teriakan dari arah belakang tempatnya berdiri, “Nay...! Nay...!” teriaknya kencang, tepat dari arah halaman parkir yang ada di depan restoran tersebut. Inayah langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut. Tampak seorang pemuda tengah berlari kecil menuju ke arahnya, pemuda tersebut adalah Rangga teman Inayah waktu duduk di bangku SMA. "Rangga!" desis Inayah sedikit kaget dan tidak menyangka bisa bertemu di tempat itu. “Iya, Nay. Apa kabar?” Rangga tersenyum lebar menatap wajah Inayah sambil mengulurkan tangannya. “Masya Allah! Rangga ... alhamdulillah baik, Ga,” Inayah meraih uluran tangan pemuda berwajah tampan itu. “Mau ke mana, Nay?” tanya Rangga terus mengamati penampilan Inayah. “Mau pulang ... aku sedang menunggu kakakku," jawab Inayah lirih. "Kenapa, Ga. Ada yang aneh pada penampilanku?” sambung Inayah balas bertanya, karena heran melihat sikap Rangga yang terus mengamati penampilannya. “Delapan puluh derajat, Nay!" Rangga geleng-
last updateLast Updated : 2021-03-27
Read more

8. Kedatangan Rangga

Seperti biasa setelah selesai mengaji, Inayah dan Erni hanya duduk-duduk santai di ruang tengah. Tidak lama kemudian, datang Fatimah dengan membawa tiga gelas teh hangat dan makanan ringan.Mereka bertiga menikmati malam dengan berkumpul di rumah saja, tidak ada pekerjaan yang lain untuk malam itu. Karena saat ini, Inayah sudah tidak mau lagi keluar rumah terkecuali menyangkut masalah pekerjaan atau bisnis yang sedang ia jalani bersama Erni.Di antara mereka bertiga tidak ada batasan-batasan tertentu, tidak ada istilah bawahan atau atasan. Erni dan Fatimah sudah Inayah anggap sebagai kakaknya sendiri, mereka banyak membantu dalam hal pekerjaan dan bimbingan akhlak yang baik untuknya.Di saat mereka sedang berbincang, terdengar suara ponsel berdering tanda panggilan masuk.“Ada panggilan telepon masuk, Nay!” ucap Erni memberi tahukan Inayah.“Angkat saja, Teh!” jawab Inayah meminta Erni untuk menerima panggilan telepon tersebut.Erni hanya mengangguk dan segera menerima panggilan masuk
last updateLast Updated : 2021-03-28
Read more

9. Pria Terbaik dalam Islam

Inayah hanya diam menyimak apa yang diutarakan oleh Rangga. Kemudian Rangga mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, benda kecil berupa tasbih kayu berwarna hitam mengkilat. “Ini buat kamu, Nay!” kata Rangga menyerahkan tasbih itu kepada Inayah. “Masya Allah! Terima kasih, Ga,” jawab Inayah meraih tasbih dari tangan Rangga. Inayah tampak terharu dengan hadiah yang diberikan oleh Rangga. Jarang sekali, seorang anak di zaman sekarang yang memberikan hadiah yang berkaitan dengan ibadah. “Aku ingin berubah seperti kamu, Nay. Tolong bantu bimbing aku!” ucap Rangga lirih. "Subhanallah!" bisik Inayah dalam hati. Ia menghela napas dalam-dalam, sejatinya Inayah merasa kaget dan terharu dengan kalimat yang diucapkan Rangga saat itu. Tentu sangat bertolak belakang dengan sikap Rangga yang selama ini dikenal sebagai seorang pemuda iseng, gemar hura-hura, dan selalu jahat kepada teman. Oleh sebab itu, Inayah masih ragu dengan kalimat-kalimat yang telah diucapkan oleh Rangga. Namun, Inayah te
last updateLast Updated : 2021-03-29
Read more

10. Pesan dari Rangga

Apa yang di utarakan Fatimah, sangat menambah pengetahuan untuk Inayah dan menjadi suatu pedoman tatkala Inayah dihadapkan dengan kerisauan memilih pasangan yang baik untuk menemani hidupnya kelak. Sangat berkesan, banyak sekali kalimat-kalimat nasihat bersumber dari hadits dan ayat-ayat Al-Qur'an, yang dituturkan oleh Fatimah. Sikap lugu dan pendiam dari sosok Fatimah, sangat bertolak belakang dengan kepintaran dan kecerdasan yang ia miliki, sejatinya Fatimah merupakan sosok wanita Muslimah yang patut dijadikan contoh sebagai panutan. Malam semakin larut, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, rasa ngantuk pun sudah melanda. “Teh, aku masuk kamar dulu yah, sudah malam,” pungkas Inayah lirih. “Iya, Neng,” jawab Fatimah sambil merapikan gelas dan piring serta dus sisa makanan yang ada di meja. Inayah langsung berlalu dari hadapan Fatimah, melangkah menuju kamarnya untuk segera beristirahat, merehat tubuh yang seharian disibukkan dengan berbagai aktivitas. Di dalam
last updateLast Updated : 2021-03-29
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status