Beranda / Romansa / Tasbih Cinta Yang Hilang / 9. Pria Terbaik dalam Islam

Share

9. Pria Terbaik dalam Islam

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-29 00:36:22

Inayah hanya diam menyimak apa yang diutarakan oleh Rangga. Kemudian Rangga mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, benda kecil berupa tasbih kayu berwarna hitam mengkilat.

“Ini buat kamu, Nay!” kata Rangga menyerahkan tasbih itu kepada Inayah.

“Masya Allah! Terima kasih, Ga,” jawab Inayah meraih tasbih dari tangan Rangga.

Inayah tampak terharu dengan hadiah yang diberikan oleh Rangga. Jarang sekali, seorang anak di zaman sekarang yang memberikan hadiah yang berkaitan dengan ibadah.

“Aku ingin berubah seperti kamu, Nay. Tolong bantu bimbing aku!” ucap Rangga lirih.

"Subhanallah!" bisik Inayah dalam hati.

Ia menghela napas dalam-dalam, sejatinya Inayah merasa kaget dan terharu dengan kalimat yang diucapkan Rangga saat itu.

Tentu sangat bertolak belakang dengan sikap Rangga yang selama ini dikenal sebagai seorang pemuda iseng, gemar hura-hura, dan selalu jahat kepada teman.

Oleh sebab itu, Inayah masih ragu dengan kalimat-kalimat yang telah diucapkan oleh Rangga. Namun, Inayah tetap bersikap bijak dan positif dalam menanggapinya.

'Semoga saja, Rangga benar-benar ingin merubah kehidupannya supaya lebih baik lagi dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini menyelimuti kehidupannya,' bisik Inayah dalam hati penuh dengan pengharapan.

“Tasbih ini akan menjadi saksi, atas ucapan-ucapanku ini Nay," kata Rangga sembari menghela napas dalam. "Simpan baik-baik ya Nay! Besok aku akan ke Purwakarta untuk belajar agama di sebuah pesantren yang dekat rumah pamanku!” sambung Rangga, tampak jelas dua bola matanya berkaca-kaca.

Inayah tersenyum lebar memandang wajah Rangga, kemudian berkata, "Asal kamu konsisten dan mempunyai niat yang sungguh-sungguh. Insya Allah! Dalam waktu singkat kamu akan berubah, dan mendapatkan ilmu agama sesuai keinginan kamu, Ga!" tandas Inayah penuh dukungan.

"Iya, Nay. Aku ingin membersihkan jiwa ini dari kotoran dosa masa laluku," desis Rangga suaranya terdengar berat, tanpa terasa air matanya menetes.

Seakan-akan pikiran Rangga kembali ke masa lalu yang ia jalani dengan penuh kemaksiatan.

Inayah hanya diam, terharu mendengar kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Rangga. Bagaikan sebuah mimpi, Rangga yang dulu Inayah kenal sebagai sosok pemuda yang arogan sombong dan usil, kini menangis di hadapannya menyesali segala keangkuhan dan kesombongannya.

'Semoga saja Rangga benar-benar mendapatkan hidayah dari Allah,' kata Inayah dalam hati, penuh harap agar Rangga bisa hijrah mengikuti jejaknya.

Saat itu, Rangga sudah bertekad hendak meninggalkan semua yang sudah menjadi kebiasaannya, hanya untuk memperdalam ilmu agama.

"Semoga Allah melapangkan niat baik kamu, Ga," ucap Inayah tersenyum memandang wajah Rangga.

"Insya Allah. Kamu doakan saja, supaya aku tetap istiqamah!" jawab Rangga tersenyum lebar memandang wajah Inayah.

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dihendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman,” (QS. Al An’am [6]:125). 

Setelah menyerahkan tasbih kepada Inayah, Rangga langsung pamit dan berlalu dari hadapan Inayah.

Inayah terus berdiri menatap laju mobil warna putih yang dikemudikan oleh Rangga, perlahan melaju keluar dari halaman rumah mewah tersebut. Setelah itu, Inayah melangkah masuk ke dalam rumah.

Rangga berusaha mengambil sikap dan mencoba menempuh jalan hidup yang baru, semua itu mengingatkan Inayah kepada masa lalunya. Di mana Inayah pernah mengalami hal serupa seperti yang sekarang dialami oleh Rangga sahabatnya itu.

Malam harinya, Rangga kembali menelepon Inayah, ia memberi tahukan kepada Inayah bahwa besok pagi dirinya akan langsung berangkat ke Purwakarta. Inayah sebagai sahabat selalu berdoa untuk kebaikan Rangga.

"Semoga apa yang Rangga niatkan menjadi satu amalan kebaikan dan semakin dipermudahkan dalam menggapai hidayah Allah," ucap Inayah lirih.

Setelah itu, ia langsung bangkit dan segera melaksanakan Salat Isya berjamaah bersama Fatimah.

Di kediamannya, malam itu Inayah hanya berdua saja dengan Fatimah . Sementara Erni sedang pergi ke Rangkasbitung mengantarkan Riska pulang, karena orang tua Riska mengalami sakit keras dan sedang dirawat di rumah sakit.

“Maaf, Teh, boleh aku tanya sesuatu?” desis Inayah lirih mengawali pembicaraan.

“Silakan, Neng! Mau tanya tentang apa?” jawab Fatimah tersenyum menatap Inayah.

“Aku mau tanya tentang masalah jodoh yang baik, pria seperti apakah yang harus kita jadikan calon imam atau suami?" kata Inayah mengajukan pertanyaan kepada Fatimah yang duduk di sampingnya.

Kemudian, Fatimah menjawab lirih dan secara rinci pertanyaan yang diajukan oleh Inayah.

“Dalam pernikahan tidak hanya mengandalkan cinta saja. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan pilihan."

Fatimah terdiam sejenak, kemudian melanjutkan kembali perkataannya, "Pada dasarnya, tidak hanya pria yang memiliki impian untuk mempunyai istri yang baik ketika menikah nanti. Setiap wanita pun juga pasti memiliki impian yang sama, yaitu mempunyai suami yang baik ketika kelak menikah,” imbuh Fatimah menuturkan.

“Terus tipe pria yang seperti apakah yang menurut Agama Islam bisa dijadikan sebagai suami yang baik, Teh?” tanya Inayah lagi, pandangannya terus terarah ke wajah Fatimah.

“Yang pertama adalah pria yang beragama Islam. Kedua pria yang taat dalam beragama, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi Muhammmad SAW yang artinya, “Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhoi agama dan akhlaknya, hendaklah kamu nikahkan dia, karena kalau engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)

Kriteria yang ketiga adalah, seorang laki-laki yang senantiasa menjauhkan dirinya dari kemaksiatan. Karena apabila seseorang mendekati kemaksiatan maka biasanya orang tersebut akan cenderung melakukan kemaksiatan.

Oleh karena itu alangkah lebih baik bila seorang muslim menjauhi kemaksiatan. Seperti yang tertera pada firman Allah SWT yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah atas perintah Allah kepada mereka dan selalu taat pada apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahriim: 6).

Kriteria yang keempat adalah seorang laki-laki yang berasal dari keluarga baik-baik. Bukan hanya laki-laki yang menginginkan hal itu, namun seorang wanita pun pastilah menginginkan hal tersebut.

Lingkungan keluarga biasanya akan mencerminkan bagaimana kepribadian seseorang. Oleh karena itu sebelum memilih laki-laki cobalah untuk mengetahui bagaimana kehidupan keluarganya atau kamu bisa mencoba untuk mengakrabkan diri dengan keluarganya terlebih dahulu.

Kriteria yang ke lima adalah seorang laki-laki yang taat dan santun kepada kedua orang tua. Karena hal ini bisa menunjukkan bagaimana nantinya kepribadian seorang laki-laki setelah berumah tangga denganmu. Apabila iya taat dan santun kepada kedua orang tuanya khususnya ibunya maka dapat di pastikan bahwa laki-laki tersebut akan menghormatimu dan menyayangimu seperti ibunya sendiri. Seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi Muhammmad SAW yang artinya :

“Dari Mu’awiyah bin Jahimah, sesungguhnya Jahimah berkata: “Saya datang kepada Nabi SAW untuk meminta izin kepada beliau guna pergi berjihad, namun Nabi SAW bertanya:

Apakah kamu masih punya Ibu-Bapak (yang tidak bisa mengurus dirinya)?”. Saya menjawab: “Masih” Beliau bersabda: “Uruslah mereka, karena surga ada di bawah telapak kaki mereka.”” (H.R. Thabarani, adapun ini adalah hadits Hasan (baik).

“Dari Ibnu Umar RA, ujarnya: “Rasulullah SAW bersabda: “Berbaktilah kepada orang tua kalian, niscaya kelak anak-anak kalian berbakti kepada kalian; dan periharalah kehormatan (istri-istri orang), niscaya kehormatan istri-istri kalian terpelihara.”” (H.R. Thabarani, adapun ini adalah hadits Hasan).

Kriteria yang keenam adalah seorang laki-laki yang mandiri dalam ekonomi. Maksud dari mandiri dalam berekonomi adalah seorang laki-laki yang sudah memiliki penghasilan sendiri.

Kriteria yang ke tujuh adalah seorang laki-laki berjiwa pemimpin. Seperti yang di syariatkan dalam Islam bahwa seorang insan harus bisa menjadi seorang khalifah minimal untuk dirinya sendiri. Sama halnya dalam berumah tangga.

Kriteria yang ke delapan adalah memiliki tanggung jawab.

Kriteria yang ke sembilan adalah seorang laki-laki yang berperilaku lemah lembut. Karena bagaimana pun kodrat seorang wanita selalu ingin diperhatikan dan di manja oleh seorang laki-laki yang ia cintai.

Kriteria yang kesepuluh adalah laki-laki yang suka berketurunan dan subur. Setiap mahkluk hidup pastilah berkeinginan untuk memiliki keturunan dan dengan memiliki keturunan maka hubungan keluarga akan terus terjalin.

Sebenarnya inilah yang membedakan Islam dengan agama lainnya. Dalam Islam diwajibkan untuk menikah dan bercampur apabila sudah waktunya sedangkan di agama lain membebaskan umatnya untuk tanpa pasangan dan tanpa keturunan sekalipun," ujar Fatimah menjawab pertanyaan Inayah secara detail.

Bab terkait

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   10. Pesan dari Rangga

    Apa yang di utarakan Fatimah, sangat menambah pengetahuan untuk Inayah dan menjadi suatu pedoman tatkala Inayah dihadapkan dengan kerisauan memilih pasangan yang baik untuk menemani hidupnya kelak. Sangat berkesan, banyak sekali kalimat-kalimat nasihat bersumber dari hadits dan ayat-ayat Al-Qur'an, yang dituturkan oleh Fatimah. Sikap lugu dan pendiam dari sosok Fatimah, sangat bertolak belakang dengan kepintaran dan kecerdasan yang ia miliki, sejatinya Fatimah merupakan sosok wanita Muslimah yang patut dijadikan contoh sebagai panutan. Malam semakin larut, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, rasa ngantuk pun sudah melanda. “Teh, aku masuk kamar dulu yah, sudah malam,” pungkas Inayah lirih. “Iya, Neng,” jawab Fatimah sambil merapikan gelas dan piring serta dus sisa makanan yang ada di meja. Inayah langsung berlalu dari hadapan Fatimah, melangkah menuju kamarnya untuk segera beristirahat, merehat tubuh yang seharian disibukkan dengan berbagai aktivitas. Di dalam

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-29
  • Tasbih Cinta Yang Hilang   11. Fatih itu Rangga

    Satu jam kemudian, rombongan dari LBUKD (Lembaga Bantuan Untuk Kaum Dhuafa) dari Purwakarta sudah tiba di lokasi. Mereka membawa ratusan paket sembako untuk diserahkan langsung kepada Kartika sebagai ketua panitia penyelenggra bantuan sosial tersebut. Pak Kades dan Kartika sebagai perwakilan dari panitia, langsung menyambut hangat kedatangan rombongan tersebut. Tampak sosok pemuda berkopiah putih dengan mengenakan kemeja jasko warna biru langit berdiri dan bersalaman dengan Pak Kades. Inayah hanya mengamati pemuda tersebut dari kejauhan, pemuda itu berdiri dalam posisi membelakanginya, sehingga wajahnya tidak terlihat jelas. “Masya Allah! Kok, orang itu mirip dengan Rangga ya, Nay?" desis Erni bertanya kepada Inayah yang duduk di sampingnya. Kemudian Erni bangkit pandangannya terus mengarah kepada orang-orang yang ada di tenda tersebut. Terutama kepada pemuda yang dianggap mirip sekali dengan Rangga. “Ah, Teteh. Hanya mirip saja, Teh!” jawab Inayah lirih sambil meraih ponsel yan

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-06
  • Tasbih Cinta Yang Hilang   12. Kunjungan Rangga

    Kemudian, mereka langsung melangkah menuju ke sebuah Masjid terdekat yang ada di desa itu, untuk segera melaksanakan Salat Zuhur. Usai melaksanakan Salat Zuhur, sekitar pukul satu, acara bansos tersebut dimulai dengan membagikan ratusan paket sembako kepada masyarakat yang ada di desa tersebut. Acara berjalan dengan lancar tanpa kericuhan. Pukul setengah empat sore, acara pun sudah selesai dilaksanakan. Inayah dan rekan-rekannya langsung melaksanakan berjamaah Salat Asar. "Alhamdulillah, akhirnya selesai juga," ucap Inayah penuh rasa syukur. Setelah itu, Inayah dan yang lainnya langsung pamit kepada kepala desa setempat dan kepada para panitia yang ada di tempat tersebut, dan langsung kembali ke Bandung. Dalam perjalanan, Inayah terus kepikiran tentang Rangga. Rangga benar-benar sudah berubah dan berpenampilan sebagai pria Muslim sejati. Entah kenapa perasaan Inayah mulai gundah? Ia merasakan getaran-getaran cinta yang perlahan mulai merasuk jiwa dan pikirannya. “Nay, kita mampir

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Tasbih Cinta Yang Hilang   13. Inayah dan Rangga Resmi Menjalin Hubungan Asmara

    Inayah hanya diam terpaku, menahan rasa haru mendengar kalimat yang diucapkan oleh Rangga. Inayah sudah tak bisa berkata apa-apa lagi, ia hanya diam di antara rasa kagumnya terhadap perubahan sikap Rangga. Teman sekolah yang dulu sangat ia benci, berubah menjadi sosok Arjuna yang berbudi pekerti baik. “Kamu mau, 'kan, aku halalkan?” tanya Rangga memandang bias wajah Inayah. “Insya Allah, aku bersedia. Semoga Allah meridhoi niat baik kamu,” jawab Inayah dengan raut wajah berbinar-binar. Rangga tampak semringah mendengar jawaban dari Inayah. "Terima kasih ya, Nay," ucap Rangga lirih. Apa yang Inayah harapkan akhirnya terkabul juga, ia sangat berharap niat baik dari Rangga mendapatkan kemudahan dari Allah, serta hubungan mereka bisa berlanjut hingga jenjang pernikahan. "Simpan baik-baik tasbih itu, karena itu merupakan pemberian dari Ustadz Rafie!" Rangga terus menerus menebar senyum, memandang wajah gadis nakal yang kini sudah berubah menjadi seorang gadis Muslimah yang berbudi pe

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Tasbih Cinta Yang Hilang   14. Kabar Tentang Rangga

    Setelah itu Erni kembali masuk ke dalam rumah, membantu Fatimah menyiapkan makanan untuk makan malam mereka bertiga. Inayah hanya duduk termenung, pandangannya menerawang ke atas langit yang tampak indah dengan pancaran sinar bulan dan gemerlapnya bintang-bintang. Seakan-akan alam ikut merayakan dan menyambut hari pertama Inayah menjalin kasih asmara dengan Rangga Al-Fatih. Tak ada yang tidak mungkin, jika Allah sudah menghendaki, terjadi maka terjadilah. Sebagai mana kisah hidup Inayah yang diawali dengan sifat buruk dan tabiat yang tidak terpuji. Namun, Allah telah memberikan hidayah melalui ujian besar dengan meninggalnya kedua orang tua Inayah. Secara perlahan, Inayah mampu merubah segala sifat dan sikap buruknya menjadi sifat dan sikap yang baik. Meskipun masih belum sempurna. Namun, Inayah yakin dengan niat yang sungguh-sungguh, ia bisa menjadi wanita Muslimah yang berakhlak dan tetap bergaul dengan orang-orang yang baik yang selama ini turut andil dalam membimbingnya ke arah

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-09
  • Tasbih Cinta Yang Hilang   15. Meninggalnya Rangga

    Inayah bangkit dan langsung melangkah menghampiri Fatimah yang saat itu sedang menyetrika pakaian di ruangan yang bersebelahan dengan kamarnya. "Teh!" kata Inayah lirih dengan bola mata berkaca-kaca. "Ada apa, Neng?" tanya Fatimah memandang wajah Inayah. "Tidak apa-apa, Teh." Inayah berusaha menyembunyikan kesedihannya kala itu. Kemudian, ia bertanya tentang Erni, "Teh Erni ke mana ya, Teh?" "Erni tadi berangkat ke butik. Katanya sih hanya sebentar," jawab Fatimah tampak penasaran dan terheran-heran melihat sikap Inayah yang tampak bersedih itu. "Terima kasih, Teh." Inayah kembali melangkah menuju ke lantai dua untuk menenangkan pikiran di sebuah ruangan khusus tempat kerjanya itu. "Ada apa dengan Inayah? Sepertinya ia sedang dalam keadaan sedih?" gumam Fatimah bertanya-tanya. Satu jam kemudian, Erni sudah tiba di rumah. Ia langsung menghampiri Fatimah dan segera menanyakan tentang keberadaan Inayah. "Inayah ke mana, Fat?" "Tadi sih naik ke atas, Er," jawab Fatimah lirih. "Oh

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-09
  • Tasbih Cinta Yang Hilang   16. Keutamaan Belajar dan Mengajarkan Al-Qur'an

    Selepas menunaikan kewajibannya sebagai Muslimah, Erni meminta Fatimah segera belanja kebutuhan untuk acara masak nasi liwet yang akan diadakan nanti malam di rumah tersebut. "Kamu belanja dulu ke pasar ya, Fat!" pinta Erni lirih. "Minta antar sama Pak Andri saja!" sambung Erni berdiri di belakang Fatimah yang saat itu sedang merapikan pakaian. "Iya, Er," jawab Fatimah. "Ya, sudah. Ini uangnya. Aku mau menemani Inayah dulu!" Erni menyerahkan tiga lembar uang pecahan seratus ribuan kepada Fatimah. Setelah itu, ia kembali melangkah menghampiri Inayah yang sedang duduk termenung di antara kepedihan dan duka yang sedang dirasakannya saat itu. "Bagaimana acara masak nasi liwetnya. Jadi tidak, Teh?" tanya Inayah menatap wajah Erni. "Jadi, Cantik." Erni duduk di sebelah Inayah sembari mengeluarkan laptop dari dalam tas yang tergeletak di atas meja di hadapannya. "Bantu ini, Nay! Teteh kesulitan membuat desain baru untuk hijab kekinian!" pinta Erni lirih. Erni sengaja berinisiatif sepe

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-11
  • Tasbih Cinta Yang Hilang   17. Buku Catatan Rangga

    Dua hari kemudian, Bu Fatma benar-benar menempati janji yang pernah ia tulis dalam sebuah pesan singkat kepada Inayah. Ia datang berkunjung ke kediaman Inayah dengan seorang pemuda tampan berpakaian rapi dengan dagu sedikit ditumbuhi janggut memperindah tampilan wajah pemuda tersebut. "Assalamu'alaikum," ucap Bu Fatma lirih. "Wa'alaikum salam," jawab Inayah bergegas bangkit dan langsung melangkah menuju ke arah pintu. Setelah pintu terbuka, tampak seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik tengah berdiri di depan pintu bersama seorang pemuda tampan. "Ibu ...!" sapa Inayah menyambut hangat kehadiran ibunya Almarhum Rangga. Inayah langsung mencium tangan wanita paruh baya itu, kemudian memeluk erat tubuhnya penuh rasa haru. "Kamu sehat, Neng?" Bu Fatma melepas pelukannya dan memandangi wajah Inayah. "Alhamdulillah sehat, Bu," jawab Inayah tersenyum manis balas memandang wajah Bu Fatma. Setelah itu, Inayah langsung menyapa pemuda tampan yang berdiri di samping Bu Fatma.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-11

Bab terbaru

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   49. Keikhlasan Seorang Istri (Bab terakhir)

    Usai memberitahukan Rafie, Fahmi dan kedua rekannya segera bersiap untuk mendatangi rumah yang dicurigai menjadi tempat disekapnya Lina. Mereka sangat yakin kalau Lina ada di rumah itu, sesuai dengan apa yang dilihat oleh Fahmi. "Aku sangat berharap tidak terjadi apa-apa dengan Lina," kata Fahmi lirih sembari mengemudikan mobilnya menuju ke sebuah komplek yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul tadi. "Aku yakin, pelakunya adalah Alex." Andra mulai menaruh kecurigaan terhadap Alex yang merupakan orang dekat Lina. Karena akhir-akhir ini, Alex sedang bermasalah dengan Lina, semua dipicu oleh sikap Lina yang sudah menolak pinangan Alex. "Jangan su'udzon dulu. Kita buktikan saja nanti!" sahut Riko. Andra menoleh ke arah Riko, kemudian berkata lagi, "Aku berkata seperti ini, karena aku mendengar sendiri bahwa Alex mengancam Lina," tandas Fahmi. Setibanya di persimpangan jalan yang dekat jembatan yang tembus ke pintu gerbang komplek yang dituju, Fahmi menghentikan laju mobilnya sej

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   48. Hilangnya Lina

    Secara tidak langsung Inayah mempunyai tugas dan kepercayaan dari almarhum kedua orang tuanya untuk mengelola beberapa perusahaan peninggalan mereka. Mulai dari pengelolaan keuangan dan pemanfaatannya, Inayah yang harus mengurusnya. Karena Inayah merupakan putri semata wayang dari Almarhum Tommy dan Celly. Akan tetapi, setelah Erni paham dan mengerti dengan tatanan bisnis yang dikelola Inayah. Inayah pun langsung mempercayai Erni sepenuhnya dalam mengelola perusahaan peninggalan dari kedua orang tuanya itu. Saat itu, yang mengurus semuanya adalah Erni dengan dibantu beberapa staf kepercayaannya dan Inayah sudah jarang ikut campur, dan ia sangat percaya dengan kinerja Erni, karena selama ini Erni sudah dinilai baik dalam menjalankan tugas jujur dan amanah. Pukul setengah lima sore, Inayah hanya duduk santai bersama Fatimah dan Jubaedah di ruang tengah kediamannya itu. Rafie sore itu masih belum pulang, karena masih berada di lokasi pondok pesantren yang saat itu masih dalam tahap pe

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   47. Keputusan Inayah

    Sebulan setelah itu, Rafie dan keluarga Tiara sudah menentukan hari pernikahannya dengan Tiara. Hal tersebut sudah sepenuhnya disetujui oleh Inayah yang merupakan istri pertama Rafie. Pukul setengah enam sore, Rafie sudah berada di kediamannya. Ia tampak murung dan merasa kurang bahagia sore itu. Entah apa yang membalut jiwa dan pikirannya saat itu? "Aa kenapa? Mau nikah kok malah murung seperti ini sih?" tanya Inayah duduk di sebelah suaminya. Rafie menoleh ke arah Inayah, kemudian memandang wajah istrinya. "Aa tidak dosa, 'kan kalau menikah lagi?" Rafie menjawab dengan sebuah pertanyaan. Inayah tersenyum sambil memandang wajah suaminya. "Tidak ada yang bisa dikatakan dosa. Ini semua sudah menjadi keputusan aku, dan jika Aa benar-benar mencintaiku. Maka penuhi permintaan ini!" kata Inayah tersenyum. Ucapan Inayah sungguh sulit dimengerti, hal itu membuat Rafie jatuh ke kubangan dilema besar. Entah apa lagi yang hendak ia perbuat saat itu, tidak ada niat untuk menolak. Bukan berar

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   46. Keikhlasan dalam diri Inayah

    Beberapa hari kemudian, Inayah mengajak Rafie untuk berkunjung ke rumah Tiara. Dalam rangka menengok Tiara yang saat itu baru saja pulang dari rumah sakit, setelah hampir satu Minggu ia dirawat. Tiara masih dalam proses pemulihan setelan dilakukan perawatan di rumah sakit, ia mengalami gangguan lambung akibat keseringan telat makan dan juga mengalami depresi yang sangat hebat. "A, nanti sore kita ke rumah Tiara yuk!" ajak Inayah lirih. Rafie hanya tersenyum, kemudian menganggukkan kepala sebagai tanda menyetujui ajakan dari istrinya. Lalu Inayah bangkit dan segera bersiap untuk melaksanakan makan siang bersama dengan suaminya. "Ayo, A. Kita makan dulu!" kata Inayah lembut. "Iya, Neng." Rafie segera bangkit dan langsung berjalan mengikuti langkah sang istri menuju ruang makan. "Bedah ... Teh Fatimah!" panggil Inayah. "Iya, Neng. Ada apa?" tanya Fatimah bersikap ramah di hadapan majikannya itu. Inayah tersenyum, lalu menjawab, "Kita makan bareng di sini. Sekalian ajak bedah!" "N

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   45. Hari pernikahan Erni dengan Fahmi

    Pagi hari sekitar pukul 03:30, Inayah sudah terbangun dari tidurnya. "Masya Allah!" Inayah tampak kaget setelah sadar kalau suaminya sudah tidak ada di kamar, ia bangkit dan bergegas keluar. Inayah tampak khawatir, mengingat Rafie sedang dalam kondisi tidak sehat, Inayah mencari ke ruang tengah Rafie tidak ada di ruangan tersebut. Kemudian Inayah melangkah ke arah ruang Musala, tersenyumlah ia, ketika mendapati suaminya sedang berdzikir khusyu. "Alhamdulillah ...! Ya Allah, suami hamba sudah sembuh," ucap Inayah penuh rasa syukur. Bukan hanya Inayah dan Rafie saja yang sudah bangun, Fatimah dan Jubaedah pun saat itu sudah terbangun dari tidur mereka. "Neng, mau Teteh buatkan teh manis?" tanya Fatimah mengarah kepada Inayah. "Tidak usah, Teh. Aku mau mandi dulu, tanggung sebentar lagi subuh!" tolak Inayah halus. "Oh ... iya, Neng," kata Fatimah langsung menuju ruang dapur. Inayah pun langsung melangkah menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri, bersiap untuk melaksanakan S

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   44. Sikap Bijaksana Rafie dan Inayah

    Kemudian, Icha langsung merapikan hijab. Ia bangkit dan langsung pamit kepada Inayah. Setelah mengucapkan salam, Icha langsung berlalu dari hadapan Inayah. Inayah hanya berdiri menatap mobil putih yang Icha kemudikan, melaju keluar dari halaman rumahnya. Setelah itu, Inayah bergegas masuk ke dalam untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Membuat desain dan merapikan data-data yang sudah dilaporkan oleh Erni. *** Malam harinya selesai Salat Magrib, Inayah dan suaminya langsung makan malam bersama. “Teh Erni pulangnya kapan, Neng?” tanya Rafie menatap wajah Inayah. “Kalau sedang makan tidak boleh berbicara!” ucap Inayah sedikit bergurau. "Oh, iya. Lupa ... maaf Bu Ustadzah," jawab Rafie tersenyum-senyum. Inayah hanya menganggukan kepala kemudian melanjutkan makannya. Selesai makan Inayah mendampingi suaminya yang sedang mengerjakan tugas kantor membantu dirinya. "Neng, bisa buatkan Aa kopi!" bisik Rafie menoleh ke arah Inayah yang duduk di sebelahnya. "Iya, A." Inayah bangkit da

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   43. Kepatuhan Inayah Kepada Suami

    Inayah tersenyum dan menganggukkan kepalanya perlahan ia pun berkata dengan nada rendah. "Aku percaya A. Namun, jika ada rasa cinta dalam diri Aa terhadap Tiara sebaiknya Aa katakan saja! Percayalah ... jika niat Aa baik untuk menikahi Tiara, Inayah ikhlas kok, A!" ujar Inayah mengejutkan. Sejatinya, Inayah tidak merasa benci terhadap Tiara. Dia hanya khawatir Tiara akan berbuat nekat jika tidak berhasil bersanding dengan suaminya. Inayah sudah paham dengan sifat Tiara, ia tidak mau hijrahnya Tiara harus luntur karena merasa sakit hati tidak berhasil menikah dengan Rafie. Rafie tampak kaget dengan kalimat yang diucapkan oleh istrinya itu. Dengan segenap rasa penasaran, Rafie kemudian bertanya, "Maksud kamu apa, Neng?" Inayah hanya diam saja ketika mendengar pertanyaan suaminya. "Tidak sepantasnya kamu bicara seperti itu!" imbuh Rafie masih tetap lembut bertutur kata. Inayah tersenyum dan kembali berkata penuh dengan kebijaksanaan, "Aa tak seharusnya menjawab pertanyaanku sekaran

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   42. Inayah Terbakar Api Cemburu

    Pukul setengah sembilan, Rafie dan Inayah sudah berangkat ke tempat proyek pembangunan pondok pesantren. Sementara Erni, pagi itu sudah berada di kantor baru yang tidak jauh dari kediaman Inayah hanya berjarak beberapa meter saja, karena kantor tersebut berada tepat di depan halaman rumah. Dua puluh menit kemudian ... Inayah dan Rafie sudah berada di lokasi proyek. Tiara pun sudah tiba di lokasi proyek itu bersama Icha dan para donatur lainnya. Salah seorang arsitek didatangkan oleh Tiara untuk merancang bangunan pesantren tersebut, memang terkesan baik dan sangat dermawan sikap Tiara saat itu. Ia mendukung sepenuhnya proses pembangunan pondok pesantren tersebut. Meskipun, pada dasarnya ada kemauan yang tersimpan dalam pikiran Tiara dan niat kuat pula dalam benaknya. "Assalamualaikum, selamat pagi, Pak Ustadz," ucap pria paruh baya dengan mengenakan helm putih dan berkacamata hitam, menyapa lirih Rafie yang saat itu sedang duduk bersama istrinya. Rafie dan Inayah menjawab ucapan

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   41. Orang Ketiga

    Entah kenapa Icha menjadi benci seketika terhadap prilaku Tiara, yang berusaha memanfaatkan kedekatannya dengan Rafie dengan maksud dan tujuan untuk meraih simpati dari Rafie. Sepulang menemani Tiara dan Rafie, Icha langsung memberitahu Inayah tentang kedekatan Tiara yang menurut Icha ada sesuatunya, dan Icha sangat yakin kalau Tiara itu punya perasaan lebih terhadap Rafie bukan hanya dari sekadar persahabatan saja. "Kamu yakin, Cha?" tanya Inayah setelah mendengar laporan dari Icha. Dua bola matanya menatap tajam wajah Icha. Icha merupakan sahabat dekat Inayah sewaktu masih duduk di bangku SMA sama seperti Tiara dan juga Almarhum Rangga, dulu mereka sama-sama satu angkatan. "Masya Allah, Nay! Aku tidak mungkin bohong, aku bicarakan ini semua kepada kamu, karena aku tidak mau melihat kamu terluka," jawab Icha meyakinkan sahabatnya itu. "Terus, A Rafie sekarang ke mana?" tanya Inayah lagi. "Rafie pergi ke kantor cabang, katanya mau menemui Reno." Icha menjawab lirih pertanyaan Ina

DMCA.com Protection Status