Inayah bangkit dan langsung melangkah menghampiri Fatimah yang saat itu sedang menyetrika pakaian di ruangan yang bersebelahan dengan kamarnya. "Teh!" kata Inayah lirih dengan bola mata berkaca-kaca. "Ada apa, Neng?" tanya Fatimah memandang wajah Inayah. "Tidak apa-apa, Teh." Inayah berusaha menyembunyikan kesedihannya kala itu. Kemudian, ia bertanya tentang Erni, "Teh Erni ke mana ya, Teh?" "Erni tadi berangkat ke butik. Katanya sih hanya sebentar," jawab Fatimah tampak penasaran dan terheran-heran melihat sikap Inayah yang tampak bersedih itu. "Terima kasih, Teh." Inayah kembali melangkah menuju ke lantai dua untuk menenangkan pikiran di sebuah ruangan khusus tempat kerjanya itu. "Ada apa dengan Inayah? Sepertinya ia sedang dalam keadaan sedih?" gumam Fatimah bertanya-tanya. Satu jam kemudian, Erni sudah tiba di rumah. Ia langsung menghampiri Fatimah dan segera menanyakan tentang keberadaan Inayah. "Inayah ke mana, Fat?" "Tadi sih naik ke atas, Er," jawab Fatimah lirih. "Oh
Selepas menunaikan kewajibannya sebagai Muslimah, Erni meminta Fatimah segera belanja kebutuhan untuk acara masak nasi liwet yang akan diadakan nanti malam di rumah tersebut. "Kamu belanja dulu ke pasar ya, Fat!" pinta Erni lirih. "Minta antar sama Pak Andri saja!" sambung Erni berdiri di belakang Fatimah yang saat itu sedang merapikan pakaian. "Iya, Er," jawab Fatimah. "Ya, sudah. Ini uangnya. Aku mau menemani Inayah dulu!" Erni menyerahkan tiga lembar uang pecahan seratus ribuan kepada Fatimah. Setelah itu, ia kembali melangkah menghampiri Inayah yang sedang duduk termenung di antara kepedihan dan duka yang sedang dirasakannya saat itu. "Bagaimana acara masak nasi liwetnya. Jadi tidak, Teh?" tanya Inayah menatap wajah Erni. "Jadi, Cantik." Erni duduk di sebelah Inayah sembari mengeluarkan laptop dari dalam tas yang tergeletak di atas meja di hadapannya. "Bantu ini, Nay! Teteh kesulitan membuat desain baru untuk hijab kekinian!" pinta Erni lirih. Erni sengaja berinisiatif sepe
Dua hari kemudian, Bu Fatma benar-benar menempati janji yang pernah ia tulis dalam sebuah pesan singkat kepada Inayah. Ia datang berkunjung ke kediaman Inayah dengan seorang pemuda tampan berpakaian rapi dengan dagu sedikit ditumbuhi janggut memperindah tampilan wajah pemuda tersebut. "Assalamu'alaikum," ucap Bu Fatma lirih. "Wa'alaikum salam," jawab Inayah bergegas bangkit dan langsung melangkah menuju ke arah pintu. Setelah pintu terbuka, tampak seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik tengah berdiri di depan pintu bersama seorang pemuda tampan. "Ibu ...!" sapa Inayah menyambut hangat kehadiran ibunya Almarhum Rangga. Inayah langsung mencium tangan wanita paruh baya itu, kemudian memeluk erat tubuhnya penuh rasa haru. "Kamu sehat, Neng?" Bu Fatma melepas pelukannya dan memandangi wajah Inayah. "Alhamdulillah sehat, Bu," jawab Inayah tersenyum manis balas memandang wajah Bu Fatma. Setelah itu, Inayah langsung menyapa pemuda tampan yang berdiri di samping Bu Fatma.
Dalam Al Qur'an surah Al-Anfal ayat 74, Allah SWT berfirman yang artinya: "Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia." (al-Anfal: 74). Rasulullah SAW menjelaskan makna hijrah sebagaimana disebut dalam Hadits Riwayat Al-Bukhori, "Orang-orang yang berhijrah adalah mereka yang meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT." "A Rafi, pertama mengenal Almarhum Rangga dari siapa?" tanya Inayah lirih. "Rangga adalah sahabatku sewaktu melakukan riset di Bogor, dan aku dipertemukan dengan Rangga karena diperkenalkan oleh Lina," jawab Rafie dengan lirihnya. "Satu bulan bersama, Rangga memintaku untuk menuntunnya dalam belajar agama. Tak lepas dari itu, Rangga pun langsung meminta bantuanku untuk daftar di salah satu komunitas Pemuda Hijrah ya
"Allah sedang mengujiku, Teh. Aku harus bersabar dan mengikhlaskan semua yang kita miliki, dan segala pengharapanku. Allah memberikan ujian agar kita bertawakal," ucap Inayah. Erni menghela napas dalam-dalam, kemudian berkata lirih, "Iya, Nay. Teteh juga berharap demikian, kamu memang harus menyerahkan semuanya hanya kepada Allah. Semoga di balik semua kesusahan ada kebahagiaan!" "Kesabaran itu merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan, akan tetapi kesabaran itu adalah sesuatu yang sangat luar biasa indahnya, yang akan membawamu ke pintu kesuksesan!" sambung Erni terus memberikan motivasi kepada adik angkatnya itu. Erni sangat berharap supaya Inayah diberikan kekuatan dalam mengahadapi semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya, terutama yang menimpa pada bisnis dan perusahaan miliknya. *** Keesokan harinya .... Fahmi menelpon Inayah, ia memberikan kabar terkait peristiwa yang menimpa kantor tempatnya bekerja kepada Inayah selaku CEO utama di perusahaan yang berger
Malam harinya, Rafie menghubungi Inayah melalui panggilan telepon. Mereka berbincang hampir setengah jam, sekadar saling menanyakan kabar dan bercerita tentang apa yang saat itu sedang mereka lakukan. Usai berbincang dengan Rafie, Inayah sedikit merasa terhibur dan tidak terlalu larut dalam permasalahan yang sedang ia alami. Rafie sudah banyak memberikan nasihat kepadanya untuk tetap ikhlas dan bertawakal ketika dalam menghadapi ujian. "Suaranya lembut dan terdengar enak di telinga," desis Inayah tersenyum-senyum. "Maksud kamu suara Teteh?" sahut Erni yang tiba-tiba muncul di belakang Inayah. "Astaghfirullahal'adziim." Inayah tampak terkaget-kaget dengan kedatangan Erni yang secara tiba-tiba itu. Erni tertawa lepas dan langsung duduk di samping Inayah. Dengan penuh rasa penasaran Erni memandang wajah Inayah yang tampak semringah. Kemudian Erni bertanya lirih, "Yang suaranya lembut dan enak didengar itu siapa?" Erni menatap wajah Inayah dengan mengangkat kedua alisnya tinggi, seba
Esok harinya, sekitar pukul tujuh pagi. Jubaedah sudah berada di kediaman Inayah. Setelah mendapatkan penjelasan dari Inayah terkait masalah pekerjaan. Jubaedah langsung bergabung dengan Fatimah dan memulai pekerjaan sebagai asisten rumah tangga baru di rumah megah itu. "Rumah ini akan semakin berwarna dengan hadirnya Bedah," ucap Inayah dengan raut wajah berbinar-binar. "Iya, Nay. Nambah anggota baru di keluarga kita," sahut Erni. "Tapi sayang, kita ini masih pada jomblo," desis Inayah tertawa kecil. Erni tersenyum-senyum mendengar kalimat yang diucapkan oleh adik angkatnya itu. Kemudian Erni berkata, "Dan akan lebih berwarna lagi, ketika Ustadz Rafie berada di sini dan tinggal bersama kamu dalam ikatan pernikahan." "Ah, Teteh," kata Inayah tersenyum-senyum. Inayah sangat bahagia dan merasa senang mendengar ucapan Erni. "Tapi ingat, Teteh juga kalau sudah berjodoh dan sudah bersuami, tetap tinggal di sini, yah. Jangan ikut suaminya!!" pinta Inayah meluruskan pandangannya ke wa
Inayah tersenyum seraya menjawab, "Amiin ya rabbal'alamiin." Inayah mulai merasakan sedih dan pilu ketika antrian dari ratusan anak yatim piatu itu, diiringi dengan alunan sholawat yang menggema. Pandangannya mulai redup, bulir bening perlahan keluar dari bola matanya. Anak-anak yatim piatu itu mengingatkan Inayah akan kehidupan dirinya yang mempunyai nasib sama seperti anak-anak tersebut. Menjalankan hidup tanpa dampingan kedua orang tua lagi. Inayah mundur beberapa langkah ke belakang dan meminta Erni untuk menggantikannya membagikan paket sembako dan amplop tersebut, kepada anak-anak yatim yang masih mengantri. Kemudian, Inayah duduk di sebuah kursi di belakang Erni, ia tampak pilu dan berlinang air mata, sejatinya ia tak kuasa menahan kesedihan malam itu. Apakah ketika melihat keceriaan anak-anak yatim piatu yang menerima santunan darinya. Satu jam kemudian, acara sudah selesai diselanggarakan. Pak Andri dan Ifan dengan dibantu oleh yang lainnya langsung merapikan dan membersi