Selepas menunaikan kewajibannya sebagai Muslimah, Erni meminta Fatimah segera belanja kebutuhan untuk acara masak nasi liwet yang akan diadakan nanti malam di rumah tersebut. "Kamu belanja dulu ke pasar ya, Fat!" pinta Erni lirih. "Minta antar sama Pak Andri saja!" sambung Erni berdiri di belakang Fatimah yang saat itu sedang merapikan pakaian. "Iya, Er," jawab Fatimah. "Ya, sudah. Ini uangnya. Aku mau menemani Inayah dulu!" Erni menyerahkan tiga lembar uang pecahan seratus ribuan kepada Fatimah. Setelah itu, ia kembali melangkah menghampiri Inayah yang sedang duduk termenung di antara kepedihan dan duka yang sedang dirasakannya saat itu. "Bagaimana acara masak nasi liwetnya. Jadi tidak, Teh?" tanya Inayah menatap wajah Erni. "Jadi, Cantik." Erni duduk di sebelah Inayah sembari mengeluarkan laptop dari dalam tas yang tergeletak di atas meja di hadapannya. "Bantu ini, Nay! Teteh kesulitan membuat desain baru untuk hijab kekinian!" pinta Erni lirih. Erni sengaja berinisiatif sepe
Dua hari kemudian, Bu Fatma benar-benar menempati janji yang pernah ia tulis dalam sebuah pesan singkat kepada Inayah. Ia datang berkunjung ke kediaman Inayah dengan seorang pemuda tampan berpakaian rapi dengan dagu sedikit ditumbuhi janggut memperindah tampilan wajah pemuda tersebut. "Assalamu'alaikum," ucap Bu Fatma lirih. "Wa'alaikum salam," jawab Inayah bergegas bangkit dan langsung melangkah menuju ke arah pintu. Setelah pintu terbuka, tampak seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik tengah berdiri di depan pintu bersama seorang pemuda tampan. "Ibu ...!" sapa Inayah menyambut hangat kehadiran ibunya Almarhum Rangga. Inayah langsung mencium tangan wanita paruh baya itu, kemudian memeluk erat tubuhnya penuh rasa haru. "Kamu sehat, Neng?" Bu Fatma melepas pelukannya dan memandangi wajah Inayah. "Alhamdulillah sehat, Bu," jawab Inayah tersenyum manis balas memandang wajah Bu Fatma. Setelah itu, Inayah langsung menyapa pemuda tampan yang berdiri di samping Bu Fatma.
Dalam Al Qur'an surah Al-Anfal ayat 74, Allah SWT berfirman yang artinya: "Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia." (al-Anfal: 74). Rasulullah SAW menjelaskan makna hijrah sebagaimana disebut dalam Hadits Riwayat Al-Bukhori, "Orang-orang yang berhijrah adalah mereka yang meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT." "A Rafi, pertama mengenal Almarhum Rangga dari siapa?" tanya Inayah lirih. "Rangga adalah sahabatku sewaktu melakukan riset di Bogor, dan aku dipertemukan dengan Rangga karena diperkenalkan oleh Lina," jawab Rafie dengan lirihnya. "Satu bulan bersama, Rangga memintaku untuk menuntunnya dalam belajar agama. Tak lepas dari itu, Rangga pun langsung meminta bantuanku untuk daftar di salah satu komunitas Pemuda Hijrah ya
"Allah sedang mengujiku, Teh. Aku harus bersabar dan mengikhlaskan semua yang kita miliki, dan segala pengharapanku. Allah memberikan ujian agar kita bertawakal," ucap Inayah. Erni menghela napas dalam-dalam, kemudian berkata lirih, "Iya, Nay. Teteh juga berharap demikian, kamu memang harus menyerahkan semuanya hanya kepada Allah. Semoga di balik semua kesusahan ada kebahagiaan!" "Kesabaran itu merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan, akan tetapi kesabaran itu adalah sesuatu yang sangat luar biasa indahnya, yang akan membawamu ke pintu kesuksesan!" sambung Erni terus memberikan motivasi kepada adik angkatnya itu. Erni sangat berharap supaya Inayah diberikan kekuatan dalam mengahadapi semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya, terutama yang menimpa pada bisnis dan perusahaan miliknya. *** Keesokan harinya .... Fahmi menelpon Inayah, ia memberikan kabar terkait peristiwa yang menimpa kantor tempatnya bekerja kepada Inayah selaku CEO utama di perusahaan yang berger
Malam harinya, Rafie menghubungi Inayah melalui panggilan telepon. Mereka berbincang hampir setengah jam, sekadar saling menanyakan kabar dan bercerita tentang apa yang saat itu sedang mereka lakukan. Usai berbincang dengan Rafie, Inayah sedikit merasa terhibur dan tidak terlalu larut dalam permasalahan yang sedang ia alami. Rafie sudah banyak memberikan nasihat kepadanya untuk tetap ikhlas dan bertawakal ketika dalam menghadapi ujian. "Suaranya lembut dan terdengar enak di telinga," desis Inayah tersenyum-senyum. "Maksud kamu suara Teteh?" sahut Erni yang tiba-tiba muncul di belakang Inayah. "Astaghfirullahal'adziim." Inayah tampak terkaget-kaget dengan kedatangan Erni yang secara tiba-tiba itu. Erni tertawa lepas dan langsung duduk di samping Inayah. Dengan penuh rasa penasaran Erni memandang wajah Inayah yang tampak semringah. Kemudian Erni bertanya lirih, "Yang suaranya lembut dan enak didengar itu siapa?" Erni menatap wajah Inayah dengan mengangkat kedua alisnya tinggi, seba
Esok harinya, sekitar pukul tujuh pagi. Jubaedah sudah berada di kediaman Inayah. Setelah mendapatkan penjelasan dari Inayah terkait masalah pekerjaan. Jubaedah langsung bergabung dengan Fatimah dan memulai pekerjaan sebagai asisten rumah tangga baru di rumah megah itu. "Rumah ini akan semakin berwarna dengan hadirnya Bedah," ucap Inayah dengan raut wajah berbinar-binar. "Iya, Nay. Nambah anggota baru di keluarga kita," sahut Erni. "Tapi sayang, kita ini masih pada jomblo," desis Inayah tertawa kecil. Erni tersenyum-senyum mendengar kalimat yang diucapkan oleh adik angkatnya itu. Kemudian Erni berkata, "Dan akan lebih berwarna lagi, ketika Ustadz Rafie berada di sini dan tinggal bersama kamu dalam ikatan pernikahan." "Ah, Teteh," kata Inayah tersenyum-senyum. Inayah sangat bahagia dan merasa senang mendengar ucapan Erni. "Tapi ingat, Teteh juga kalau sudah berjodoh dan sudah bersuami, tetap tinggal di sini, yah. Jangan ikut suaminya!!" pinta Inayah meluruskan pandangannya ke wa
Inayah tersenyum seraya menjawab, "Amiin ya rabbal'alamiin." Inayah mulai merasakan sedih dan pilu ketika antrian dari ratusan anak yatim piatu itu, diiringi dengan alunan sholawat yang menggema. Pandangannya mulai redup, bulir bening perlahan keluar dari bola matanya. Anak-anak yatim piatu itu mengingatkan Inayah akan kehidupan dirinya yang mempunyai nasib sama seperti anak-anak tersebut. Menjalankan hidup tanpa dampingan kedua orang tua lagi. Inayah mundur beberapa langkah ke belakang dan meminta Erni untuk menggantikannya membagikan paket sembako dan amplop tersebut, kepada anak-anak yatim yang masih mengantri. Kemudian, Inayah duduk di sebuah kursi di belakang Erni, ia tampak pilu dan berlinang air mata, sejatinya ia tak kuasa menahan kesedihan malam itu. Apakah ketika melihat keceriaan anak-anak yatim piatu yang menerima santunan darinya. Satu jam kemudian, acara sudah selesai diselanggarakan. Pak Andri dan Ifan dengan dibantu oleh yang lainnya langsung merapikan dan membersi
Inayah tampak bahagia dengan apa yang diutarakan oleh kakak angkatnya itu, besar harapan baginya untuk menjadikan ladang bisnisnya sebagai jalan dakwah yang merambah di sebuah negara yang minoritas Muslim. Selain hijab dan pakaian Muslimah, Inayah pun saat itu sudah meluncurkan produk baru berupa Jasko pria, sorban dan peci. Semua produk-produk tersebut sudah mulai dipasarkan di butik-butik miliknya dan juga di toko pakaian di mall-mall yang ada di wilayah Bandung dan Jawa barat. *** Seminggu kemudian, apa yang dinantikan oleh Inayah dan Erni akhirnya tiba juga. Airin mengabarkan kalau Kholifah Lie Chun Hyang sudah berada di Jakarta dan kemungkinan dua hari berikutnya akan segera datang menemui Inayah setelah menyelesaikan urusannya di Jakarta bersama Airin. Dua hari ke depan kalau tidak ada halangan mereka akan segera ke Bandung untuk menemui Inayah dan Erni di kediamannya. "Alhamdulillah, barakkallah," ucap Erni penuh rasa syukur. "Kita harus persiapkan semuanya untuk menyambut
Usai memberitahukan Rafie, Fahmi dan kedua rekannya segera bersiap untuk mendatangi rumah yang dicurigai menjadi tempat disekapnya Lina. Mereka sangat yakin kalau Lina ada di rumah itu, sesuai dengan apa yang dilihat oleh Fahmi. "Aku sangat berharap tidak terjadi apa-apa dengan Lina," kata Fahmi lirih sembari mengemudikan mobilnya menuju ke sebuah komplek yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul tadi. "Aku yakin, pelakunya adalah Alex." Andra mulai menaruh kecurigaan terhadap Alex yang merupakan orang dekat Lina. Karena akhir-akhir ini, Alex sedang bermasalah dengan Lina, semua dipicu oleh sikap Lina yang sudah menolak pinangan Alex. "Jangan su'udzon dulu. Kita buktikan saja nanti!" sahut Riko. Andra menoleh ke arah Riko, kemudian berkata lagi, "Aku berkata seperti ini, karena aku mendengar sendiri bahwa Alex mengancam Lina," tandas Fahmi. Setibanya di persimpangan jalan yang dekat jembatan yang tembus ke pintu gerbang komplek yang dituju, Fahmi menghentikan laju mobilnya sej
Secara tidak langsung Inayah mempunyai tugas dan kepercayaan dari almarhum kedua orang tuanya untuk mengelola beberapa perusahaan peninggalan mereka. Mulai dari pengelolaan keuangan dan pemanfaatannya, Inayah yang harus mengurusnya. Karena Inayah merupakan putri semata wayang dari Almarhum Tommy dan Celly. Akan tetapi, setelah Erni paham dan mengerti dengan tatanan bisnis yang dikelola Inayah. Inayah pun langsung mempercayai Erni sepenuhnya dalam mengelola perusahaan peninggalan dari kedua orang tuanya itu. Saat itu, yang mengurus semuanya adalah Erni dengan dibantu beberapa staf kepercayaannya dan Inayah sudah jarang ikut campur, dan ia sangat percaya dengan kinerja Erni, karena selama ini Erni sudah dinilai baik dalam menjalankan tugas jujur dan amanah. Pukul setengah lima sore, Inayah hanya duduk santai bersama Fatimah dan Jubaedah di ruang tengah kediamannya itu. Rafie sore itu masih belum pulang, karena masih berada di lokasi pondok pesantren yang saat itu masih dalam tahap pe
Sebulan setelah itu, Rafie dan keluarga Tiara sudah menentukan hari pernikahannya dengan Tiara. Hal tersebut sudah sepenuhnya disetujui oleh Inayah yang merupakan istri pertama Rafie. Pukul setengah enam sore, Rafie sudah berada di kediamannya. Ia tampak murung dan merasa kurang bahagia sore itu. Entah apa yang membalut jiwa dan pikirannya saat itu? "Aa kenapa? Mau nikah kok malah murung seperti ini sih?" tanya Inayah duduk di sebelah suaminya. Rafie menoleh ke arah Inayah, kemudian memandang wajah istrinya. "Aa tidak dosa, 'kan kalau menikah lagi?" Rafie menjawab dengan sebuah pertanyaan. Inayah tersenyum sambil memandang wajah suaminya. "Tidak ada yang bisa dikatakan dosa. Ini semua sudah menjadi keputusan aku, dan jika Aa benar-benar mencintaiku. Maka penuhi permintaan ini!" kata Inayah tersenyum. Ucapan Inayah sungguh sulit dimengerti, hal itu membuat Rafie jatuh ke kubangan dilema besar. Entah apa lagi yang hendak ia perbuat saat itu, tidak ada niat untuk menolak. Bukan berar
Beberapa hari kemudian, Inayah mengajak Rafie untuk berkunjung ke rumah Tiara. Dalam rangka menengok Tiara yang saat itu baru saja pulang dari rumah sakit, setelah hampir satu Minggu ia dirawat. Tiara masih dalam proses pemulihan setelan dilakukan perawatan di rumah sakit, ia mengalami gangguan lambung akibat keseringan telat makan dan juga mengalami depresi yang sangat hebat. "A, nanti sore kita ke rumah Tiara yuk!" ajak Inayah lirih. Rafie hanya tersenyum, kemudian menganggukkan kepala sebagai tanda menyetujui ajakan dari istrinya. Lalu Inayah bangkit dan segera bersiap untuk melaksanakan makan siang bersama dengan suaminya. "Ayo, A. Kita makan dulu!" kata Inayah lembut. "Iya, Neng." Rafie segera bangkit dan langsung berjalan mengikuti langkah sang istri menuju ruang makan. "Bedah ... Teh Fatimah!" panggil Inayah. "Iya, Neng. Ada apa?" tanya Fatimah bersikap ramah di hadapan majikannya itu. Inayah tersenyum, lalu menjawab, "Kita makan bareng di sini. Sekalian ajak bedah!" "N
Pagi hari sekitar pukul 03:30, Inayah sudah terbangun dari tidurnya. "Masya Allah!" Inayah tampak kaget setelah sadar kalau suaminya sudah tidak ada di kamar, ia bangkit dan bergegas keluar. Inayah tampak khawatir, mengingat Rafie sedang dalam kondisi tidak sehat, Inayah mencari ke ruang tengah Rafie tidak ada di ruangan tersebut. Kemudian Inayah melangkah ke arah ruang Musala, tersenyumlah ia, ketika mendapati suaminya sedang berdzikir khusyu. "Alhamdulillah ...! Ya Allah, suami hamba sudah sembuh," ucap Inayah penuh rasa syukur. Bukan hanya Inayah dan Rafie saja yang sudah bangun, Fatimah dan Jubaedah pun saat itu sudah terbangun dari tidur mereka. "Neng, mau Teteh buatkan teh manis?" tanya Fatimah mengarah kepada Inayah. "Tidak usah, Teh. Aku mau mandi dulu, tanggung sebentar lagi subuh!" tolak Inayah halus. "Oh ... iya, Neng," kata Fatimah langsung menuju ruang dapur. Inayah pun langsung melangkah menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri, bersiap untuk melaksanakan S
Kemudian, Icha langsung merapikan hijab. Ia bangkit dan langsung pamit kepada Inayah. Setelah mengucapkan salam, Icha langsung berlalu dari hadapan Inayah. Inayah hanya berdiri menatap mobil putih yang Icha kemudikan, melaju keluar dari halaman rumahnya. Setelah itu, Inayah bergegas masuk ke dalam untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Membuat desain dan merapikan data-data yang sudah dilaporkan oleh Erni. *** Malam harinya selesai Salat Magrib, Inayah dan suaminya langsung makan malam bersama. “Teh Erni pulangnya kapan, Neng?” tanya Rafie menatap wajah Inayah. “Kalau sedang makan tidak boleh berbicara!” ucap Inayah sedikit bergurau. "Oh, iya. Lupa ... maaf Bu Ustadzah," jawab Rafie tersenyum-senyum. Inayah hanya menganggukan kepala kemudian melanjutkan makannya. Selesai makan Inayah mendampingi suaminya yang sedang mengerjakan tugas kantor membantu dirinya. "Neng, bisa buatkan Aa kopi!" bisik Rafie menoleh ke arah Inayah yang duduk di sebelahnya. "Iya, A." Inayah bangkit da
Inayah tersenyum dan menganggukkan kepalanya perlahan ia pun berkata dengan nada rendah. "Aku percaya A. Namun, jika ada rasa cinta dalam diri Aa terhadap Tiara sebaiknya Aa katakan saja! Percayalah ... jika niat Aa baik untuk menikahi Tiara, Inayah ikhlas kok, A!" ujar Inayah mengejutkan. Sejatinya, Inayah tidak merasa benci terhadap Tiara. Dia hanya khawatir Tiara akan berbuat nekat jika tidak berhasil bersanding dengan suaminya. Inayah sudah paham dengan sifat Tiara, ia tidak mau hijrahnya Tiara harus luntur karena merasa sakit hati tidak berhasil menikah dengan Rafie. Rafie tampak kaget dengan kalimat yang diucapkan oleh istrinya itu. Dengan segenap rasa penasaran, Rafie kemudian bertanya, "Maksud kamu apa, Neng?" Inayah hanya diam saja ketika mendengar pertanyaan suaminya. "Tidak sepantasnya kamu bicara seperti itu!" imbuh Rafie masih tetap lembut bertutur kata. Inayah tersenyum dan kembali berkata penuh dengan kebijaksanaan, "Aa tak seharusnya menjawab pertanyaanku sekaran
Pukul setengah sembilan, Rafie dan Inayah sudah berangkat ke tempat proyek pembangunan pondok pesantren. Sementara Erni, pagi itu sudah berada di kantor baru yang tidak jauh dari kediaman Inayah hanya berjarak beberapa meter saja, karena kantor tersebut berada tepat di depan halaman rumah. Dua puluh menit kemudian ... Inayah dan Rafie sudah berada di lokasi proyek. Tiara pun sudah tiba di lokasi proyek itu bersama Icha dan para donatur lainnya. Salah seorang arsitek didatangkan oleh Tiara untuk merancang bangunan pesantren tersebut, memang terkesan baik dan sangat dermawan sikap Tiara saat itu. Ia mendukung sepenuhnya proses pembangunan pondok pesantren tersebut. Meskipun, pada dasarnya ada kemauan yang tersimpan dalam pikiran Tiara dan niat kuat pula dalam benaknya. "Assalamualaikum, selamat pagi, Pak Ustadz," ucap pria paruh baya dengan mengenakan helm putih dan berkacamata hitam, menyapa lirih Rafie yang saat itu sedang duduk bersama istrinya. Rafie dan Inayah menjawab ucapan
Entah kenapa Icha menjadi benci seketika terhadap prilaku Tiara, yang berusaha memanfaatkan kedekatannya dengan Rafie dengan maksud dan tujuan untuk meraih simpati dari Rafie. Sepulang menemani Tiara dan Rafie, Icha langsung memberitahu Inayah tentang kedekatan Tiara yang menurut Icha ada sesuatunya, dan Icha sangat yakin kalau Tiara itu punya perasaan lebih terhadap Rafie bukan hanya dari sekadar persahabatan saja. "Kamu yakin, Cha?" tanya Inayah setelah mendengar laporan dari Icha. Dua bola matanya menatap tajam wajah Icha. Icha merupakan sahabat dekat Inayah sewaktu masih duduk di bangku SMA sama seperti Tiara dan juga Almarhum Rangga, dulu mereka sama-sama satu angkatan. "Masya Allah, Nay! Aku tidak mungkin bohong, aku bicarakan ini semua kepada kamu, karena aku tidak mau melihat kamu terluka," jawab Icha meyakinkan sahabatnya itu. "Terus, A Rafie sekarang ke mana?" tanya Inayah lagi. "Rafie pergi ke kantor cabang, katanya mau menemui Reno." Icha menjawab lirih pertanyaan Ina