Pernikahan sudah berjalan delapan bulan. Aku diboyong ke rumah besar milik Mas Candra. Yes, sekarang aku mulai terbiasa menyebut Candra dengan sebutan ‘Mas’. Lagi pula, dia selalu marah besar jika disebut nama. Kadang dia selalu merajuk jika aku becandai dengan menyebut nama lengkapnya. Oh iya, rumahku yang ngontrak itu terpaksa ditinggal. Tahu begitu, dulu tidak usah membayar kontrakkan sampai 6 bulan.“Nggak ada apa-apanya kalau uang segitu,” kata Mas Candra waktu aku berbicara soal uang sewa.“Sayang aja, Mas. Kalau uang itu aku pakai buat modal produksi usaha anak-anak panti, bisa dapet untung.”Mas Candra tertawa. Dia mengacak rambutku. “Kamu sekarang sudah menikah dengan seorang pengusaha muda, Sayang. Jadi, nggak usah ragu. Kalau perlu, aku juga bisa jadi donatur di pantimu itu.”Ucapan itu membuatku makin bangga sama dia. Bayangkan, aku yang awalnya hanya merasa sayang dengan uang sewa malah mendapat
Baca selengkapnya