Semua Bab My Obsessive Ex: Bab 121 - Bab 130
176 Bab
Bab 121
Hal tersulit dalam mencintai seorang wanita adalah menjaga perasaannya. *** Ansel seperti orang kesetanan. Berulang kali memencet bel pintu apartemen Qeiza. Suaranya meraung kencang hingga terdengar ke apertemen tetangga. Beberapa penghuni membuka pintu apartemen mereka. Sama-sama melongokkan kepala. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi sekaligus jengkel dengan tamu tak tahu adab itu. waktu sudah menunjukkan tengah malam. Tidak seharusnya dia membuat keributan. “Kamu enggak tahu ya caranya menghargai privasi orang lain?” hardik seorang lelaki tua. Dia tampak sangat kesal lantaran tidurnya terganggu. Ansel menoleh sekilas. Dia tidak menanggapi omelan lelaki tersebut. Hati dan pikirannya terlalu kacau untuk bisa bersikap rasional. Dia kembali menekan bel pintu. Detik selanjutnya, dia mendesah kecewa. Pintu di depannya masih terpatri seperti sebuah dinding batu. Orang-orang yang melihat betapa putus asanya Ansel hanya bisa geleng-geleng kepala. Sesama pria yang juga pernah muda
Baca selengkapnya
Bab 122
Ansel mendesah. “Ini pertama kalinya aku jatuh cinta,” kata Ansel. Lelaki itu kembali menepuk bahu Ansel. “Manjakan dia dengan perhatian dan hadiah!” sarannya. “Apa itu akan berhasil?” “Kau tidak akan pernah tahu hasilnya sebelum mencoba.” Sejenak tercipta keheningan di antara mereka. Sepertinya mereka sedang terhanyut dalam kisah kegagalan cinta pertama mereka. “Hal tersulit dalam mencintai seorang wanita,” kata lelaki itu. “… adalah menjaga perasaannya.” Ansel tercenung, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Selama ini dia hanya memikirkan perasaannya. “Jangan pernah mengecewakannya!” tambah lelaki itu. “Sekali seorang wanita merasa kecewa, dia akan menganggapmu sudah mati.” Ansel batal menyeruput sisa kopinya. Pernyataan lelaki itu seperti sebuah peluru yang menembus tepat ke jantungnya. Mengerikan sekali. Dia tak bisa bernapas selama beberapa detik. Lelaki itu bangkit dari lantai. Udara semakin dingin. Tulangnya sudah tidak sekuat waktu muda dalam melawan hawa dingin. “Se
Baca selengkapnya
Bab 123
Hidup akan bahagia bila hati dipenuhi rasa syukur dan bersih dari sifat iri. *** Lampu toilet berkedip-kedip. Sesekali terdengar bunyi mendesis kala cahaya di toilet itu menggelap, seolah-olah menjadi pertanda hadirnya makhluk astral, mengiring langkah tiga orang wanita yang mendekati Qeiza. Aleta, bersama dua orang anak buahnya, berdiri tiga langkah di hadapan Qeiza. Seringai mengejeknya tampak menyeramkan di bawah keremangan cahaya. Qeiza menengadah pada salah satu lampu yang berhenti berpijar. Keanehan tersebut bertepatan sekali dengan kemunculan tiga wanita beraura jelek itu. Saking buruknya jiwa mereka, lampu pun tak lagi bisa menyala. Qeiza pura-pura tak terpengaruh dengan kehadiran mereka. Dia menyambar tasnya dari atas meja wastafel. “Akh!” Aleta menjerit kesakitan. “Berengsek! Kau sengaja ya melukaiku?” Mata Aleta melotot pada Qeiza. Dia tidak menyangka gadis yang dibencinya itu akan melempar tasnya ke punggung, tepat pada saat dia bermaksud untuk menarik bahunya. “Su
Baca selengkapnya
Bab 124
“Nona Kim, Anda ditunggu bos besar di kantornya,” ujar Freud, tergopoh-gopoh menghampiri Qeiza begitu melihat wanita itu hendak mendorong pintu ruang kerjanya. “Bos Song?” tanya Qeiza. Freud mengangguk. “Baiklah. Aku akan segera ke sana,” putus Qeiza. “Bos besar tidak suka menunggu, Nona!” “Iya. Aku hanya mau menaruh tas dulu.” Freud akhirnya berlalu dari hadapan Qeiza. Dari kejauhan, Aleta beserta anak buahnya sayup-sayup juga berhasil menangkap perkataan Freud. “Mampus kau!” kata Aleta. Dia menyeringai senang. “Wah, bos … anda tidak perlu lagi turun tangan,” ujar Cerise. “Esther!” Aleta menggerakkan kepalanya ke arah Qeiza ketika dilihatnya wanita itu sudah meninggalkan ruangannya. “Tapi, bos—” “Mau kupecat?” Ancaman Aleta membungkam mulut Esther. Perutnya masih sedikit nyeri, tetapi dia tidak bisa menolak perintah Aleta. Sekali wanita itu mendepaknya dari anggota tim, dia bisa saja kehilangan pekerjaannya. Esther terus menyeret kakinya yang terasa berat sambil menoleh
Baca selengkapnya
Bab 125
Adakalanya apa yang kita rasa hanya tersimpan dalam hati. *** “Bubar! Ini jam kerja,” usir Bos Song. Barisan karyawan tersebut kocar-kacir. Mereka membubarkan diri dan kembali ke ruang kerja masing-masing. “Pengecualian untuk Anda, Nona Aleta!” Bos Song menghentikan langkah Aleta. Aleta ingin menyanggah, tetapi tatapan dingin Bos Song membekukan lidahnya. “I–iya, Bos!” angguknya. Dia melangkah dengan kaki gemetar, mengekori Bos Song ke ruangannya. Dada Aleta berdebar-debar. Dia takut membayangkan kemungkinan terburuk yang akan dihadapinya. “Aku mau kau mengemasi barang-barangmu sekarang,” kata Bos Song, tembak langsung. “T–tapi, Boss ….” Aleta terperangah. Wajahnya seketika memucat. Dia sudah mengira akan menerima hukuman sebagai konsekuensi atas perbuatan buruknya. Akan tetapi, dia tidak pernah berpikir bahwa Bos Song akan langsung menendangnya dari perusahaan itu. Aleta menjatuhkan diri ke lantai. Dia berlutut di hadapan Bos Song. Kepalanya tertunduk. “Maafkan saya, Bos!”
Baca selengkapnya
Bab 126
Qeiza masuk rumah tanpa memencet bel. Pintu rumah Dae Hyun terbuka. Keheranannya pada kebiasaan aneh tersebut terjawab ketika dia tiba di ruang tamu. Qeiza mematung. Ansel duduk dengan kepala tertunduk. Menyadari kedatangan Qeiza, Ansel memberanikan diri mengangkat kepala. Bola matanya bergerak liar. Menghindari bertemu pandang dengan Qeiza. “Dia sudah menunggumu lebih dari dua jam,” beritahu Dae Hyun. Dia duduk dengan bersilang kaki, berhadapan dengan Ansel. Kedua tangannya bersedekap di depan dada. Qeiza melirik sekilas pada Ansel. “Aku capek dan ingin istirahat,” ujarnya. “Tunggu, Qei!” Ansel melompat dari tempat duduknya, memburu Qeiza. Dae Hyun merentangkan tangan kanannya ke samping, mengadang langkah Ansel. “Telingamu masih normal, kan?” Dae Hyun bertanya dengan nada datar. Raut wajahnya juga terlihat dingin. “Tapi, Dae … aku i—” “Ssst!” Dae Hyun menyilangkan jari telunjuk kiri di bibir seraya menggelengkan kepala. Ansel tak meneruskan sanggahannya. Dia menatap punggun
Baca selengkapnya
Bab 127
Boleh jadi pernah gagal dalam asmara dan merasakan patah hati. Namun, jangan selamanya terpenjara dalam kesedihan. Percayalah! Kau akan menemukan seseorang yang tepat bila waktunya tiba. *** Dae Hyun berjalan menuruni tangga. Kedua tangannya bersembunyi di saku celana. Sejenak dia menghela napas panjang. Berdiri di tengah tangga. Tatapannya terarah pada Ansel yang masih berada di ruang tamu. Mantan suami Qeiza itu tampaknya belum bangun. Kepalanya berayun-ayun. Dae Hyun melangkah dalam senyap. Tak ingin mengagetkan Ansel. Dia menggeleng. Tak percaya Ansel akan mempertahankan posisi duduknya, walaupun tertidur. “Heh! Bangun!” Dae Hyun menendang ujung kaki Ansel. Ansel gelagapan. “Qeiza!” serunya. Ketika dilihatnya Dae Hyun yang berdiri di depannya, Ansel cepat-cepat berdiri. Dia membungkuk, memberi penghormatan untuk Dae Hyun. “Maaf. Kukira kau Qeiza,” ujar Ansel. “Dia sudah pergi,” jawab Dae Hyun. “Pulanglah!” “Hah! Kenapa baru membangunkan aku sekarang?” gerutu Ansel. Dia bu
Baca selengkapnya
Bab 128
“Setiap waktu yang kulalui tanpamu terasa sangat menyiksa,” kata Chin Hwa. “Aku seperti seekor lebah yang tersesat di hamparan padang ilalang tanpa bunga.” Chin Hwa menyelami kedalaman netra hazel Qeiza. Warna indah itu memunculkan hasratnya untuk mengecupnya. “Setiap detik, aku menahan diri dari rasa dahaga akan manisnya nektar,” lanjut Chin Hwa. “Dan itu membuatku gila.” Chin Hwa memberanikan diri menjamah pipi Qeiza dengan jari sedikit bergetar. Seketika warna merah pada pipi wanita itu membuatnya menelan ludah. “Kau ….” Chin Hwa menyapu setiap mili wajah Qeiza dengan tatapan dahaga seorang pria pada wanita pujaannya. “Kau … adalah sekuntum bunga yang hanya bisa kulihat dari kejauhan karena masih terhalang dinding kaca.” Suara Chin Hwa terdengar serak dan berat. “Aku ingin menyingkirkan penghalang itu. Aku … aku ingin setiap saat bisa menyentuh kelopakmu.” Pipi Qeiza terasa panas dan semakin memerah mendengar rayuan Chin Hwa. Rangkaian kata-kata lelaki itu seakan membawanya t
Baca selengkapnya
Bab 129
Membencilah sewajarnya saja, karena kita tidak pernah tahu kapan rasa benci itu berbalik arah menjadi cinta. *** Cahaya lampu blitz tak terhitung kali memancar. Menyorot wajah sepasang calon pengantin yang sedang melakukan sesi foto prewedding. Berkali-kali pula keduanya berganti posisi sesuai arahan yang fotografer. Qeiza menonton setiap adegan yang berlangsung dengan senyuman puas. Joanna tampak sangat ayu dalam balutan busana pengantin rancangannya. “Oke. Selesai!” teriak sang fotografer. Qeiza segera membantu Joanna dengan gaun pengantinnya. Dia mengangkat ekor gaun tersebut dengan sangat hati-hati. Tepuk tangan menyambut Joanna begitu dia melangkah menuju ruang ganti. “Aku tidak ingat pernah mengundangmu ke sini, Xander,” kata Joanna. Xander cengengesan. “Memang tidak,” timpalnya. “Biasalah. Aku mengawal sepupu nakalmu ke mana pun dia pergi.” “Kalau dia ke sini hanya untuk membuat masalah,” tegas Joanna. “Sebaiknya kau ajak dia pulang. Aku tidak mau dia merusak hari baha
Baca selengkapnya
Bab 130
Qeiza merasakan dadanya sesak. Dia ingin mengeluarkan semua sumpah serapahnya pada Ansel. Melampiaskan segenap rasa sakit hati yang ditanggungnya selama bertahun-tahun. Setelah dipikir-pikir, tak ada gunanya dia melakukan semua itu. Ansel telah mendapatkan balasannya. Lelaki itu sekarang mendapatkan siksa yang sama dengan apa yang dirasakannya dulu. Menanggung deraan rindu karena cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ya, itu pun kalau apa yang diceritakan Xander tadi benar. Ansel jatuh cinta padanya. Ah, andai cinta itu tumbuh di hati Ansel empat tahun yang lalu, tentu saat ini mereka telah memiliki keluarga kecil yang sempurna. Pasti mereka sudah dikaruniai seorang malaikat kecil yang membuat hari-hari mereka lebih berwarna. Ansel membuka kotak hitam itu. Kilau cahaya berlian menyilaukan Qeiza. Dia menyipitkan mata. Samar-samar dia menyadari bahwa satu set perhiasan yang kini terpampang di depan matanya itu bukanlah mas kawinnya dulu. Perhiasan tersebut tampak jauh lebih mewah darip
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
18
DMCA.com Protection Status