"Hampir jam sembilan, kok Mas Lazuarrdi belum datang juga."Tepat di pukul sembilan, lonceng berdiri dengan tinggi satu meter setengah berbunyi nyaring. Mengejutkan mereka. Seolah suara dentang jarum jam yang berbunyi, seirama dengan degup jantung yang berdetak kencang."Aku ... mules, Mas Fachriii!""Tahanlah, Mah!" 'Aku harus bisa melihat pedang itu. Seperti kata Mbah Sukro. Aku harus memegangnya,' batin Annisa.Mbok Yani yang juga ketakutan, mencolek paha Annisa. Membuatnya menoleh pada Mbok Yani, yang menyeringai tipis."Ada apa, Bu?""I-itu suara yang jalan-jalan tadi apa ya, Mbak?""Yang saya lihat bayangannya Mas Danang. Tapi, saya enggak perlu cerita perwujudannya, Bu."Seketika Mbok Yani dan Yanti menjerit kencang."Memangnya Mas Danang terlihat seperti apa, Mbak?" Naryo tampaknya penasaran. Namun Annisa menggeleng. Dia tak ingin menceritakan apa yang dia lihat.Andai saja mereka tah
Read more