"Ta-tapi ... apa enggak akan membahayakan?"
"Insyaallah nanti akan Mbah tangani dari sini yo, Nduk. Gunakan mata batin kamu. Mbah akan bicara lewat bisikan."
"Baik, Mbah. Kalau gitu Annisa pulang. Setelah sholat Maghrib berangkat."
"Iya, Nduk. Ingat pesan Mbah ya!"
"Njih, Mbah."
Gadis itu pun segera meninggalkan rumah menuju rumah orang tuanya. Yang lebih dekat jaraknya dari rumah Fachri. Dengan mengendarai motor matic. Gadis cantik itu, mulai melaju dengan motornya. Sembari melambaikan tangan pada sang kakek.
Sesampai di rumah. Buru-buru dia mandi dan bersiap-siap.
"Memangnya kamu mau ke mana, Nisa? Ini dah mau malam lho."
"Nisa berangkat setelah Maghrib, Umi. Mau ke rumah Bapak Tarji."
"Juragan tebu itu?"
Annisa mengangguk.
"Tapi, untuk apa?"
Tak lama seorang lelaki paruh baya datang dan ikut nimbvrung di kamar Annisa.
"Ada apa, Mi?"
"Ini loh, Bah. Si Annisa mau pergi ke
Mereka bertiga melangkah menuju pos keamanan di depan rumah Lazuarrdi. "Pakai keamanan juga. Padahal enggak jauh amat dengan pos keamanan loh." "Ini namanya wong sugih, Mas," celetuk Erna, membuat Fachri terkikik. (Wong = orang, sugih = kaya) "Eheeemm!" Naryo mendekati mereka dengan berdehem. "Mas ini mau cari siapa?" Sembari melirik ke arah mobil Fachri, yang diparkir di depan pagar. "Saya Fachri, Pak. Ingin ketemu sama Lazuarrdi ada?" "Mas Ardi lagi ke Jakarta. Memangnya ada perlu apa ya? Biar kalau datang nanti saya sampaikan." "Wahhh, memang pulangnya kapan ya, Pak?" "Sepertinya malam ini, Mas." Fachri menoleh ke arah Annisa yang terdiam. Dan sedang berpikir. Sesuai pesan Mbah Sukro, dia harus bisa melihat dan memegang pedang itu. "Perkiraan jam berapa ya Pak?" tanya Annisa berjalan menghampiri Naryo. "Kalau itu saya kurang paham." Dari arah dalam rumah Mbok Yani berjalan keluar. Saat melihat
Saat sibuk berbincang serius. Sekilas Annisa seperti melihat sebuah bayangan hijau, melesat dari arah ruang tamu menuju arah belakang. Sampai membuat Annisa terhenyak. Dengan pandangan mata yang nyalang mengarah pada dalam rumah. "Mbak ... Mbak Ann, lihat apa?" tanya Erna yang juga melihat aneh gelagat Annisa yang berubah. Annisa langsung gelagapan. Saat Erna menepuk punggung telapak tangannya. Sampai membuat Annisa menghela napas panjang. "A-apa pedang samurai itu ada di rumah ini?" Pertanyaan Annisa membuat Naryo dan Mbok Yani serta Yanti memandang ke arahnya. "Kok Mbak nya ini bisa tau?" "Alamarhum Mas Danang sempat cerita, Bu. Tentang pedang samurai ini. Bahkan--" Saat hendak terus bercerita. Annisa kembali melihat sosok wanita berkimono hijau itu tengah duduk di lantai dengan kedua kaki yang bersimpuh. Dan .... "Aaaahhhh!" Sontak Annisa menjerit membuat yang lainnya terkejut. Suasana malam itu mulai
"Hampir jam sembilan, kok Mas Lazuarrdi belum datang juga."Tepat di pukul sembilan, lonceng berdiri dengan tinggi satu meter setengah berbunyi nyaring. Mengejutkan mereka. Seolah suara dentang jarum jam yang berbunyi, seirama dengan degup jantung yang berdetak kencang."Aku ... mules, Mas Fachriii!""Tahanlah, Mah!"'Aku harus bisa melihat pedang itu. Seperti kata Mbah Sukro. Aku harus memegangnya,' batin Annisa.Mbok Yani yang juga ketakutan, mencolek paha Annisa. Membuatnya menoleh pada Mbok Yani, yang menyeringai tipis."Ada apa, Bu?""I-itu suara yang jalan-jalan tadi apa ya, Mbak?""Yang saya lihat bayangannya Mas Danang. Tapi, saya enggak perlu cerita perwujudannya, Bu."Seketika Mbok Yani dan Yanti menjerit kencang."Memangnya Mas Danang terlihat seperti apa, Mbak?" Naryo tampaknya penasaran. Namun Annisa menggeleng. Dia tak ingin menceritakan apa yang dia lihat.Andai saja mereka tah
Hanya sekali mengerjap. Annisa seperti merasakan lehernya tercekik dan sangat panas. "Aaaarghhh. Allahu Akbar!" Dalam penglihatan yang semakin nanar dan samar. Annisa seperti merasakan berada di sebuah hutan. Begitu banyak pepohonan. 'Di mana aku ini? Bukannya tadi di rumah mewah itu?' batin Annisa. Lalu Annisa seperti mendengar suara seseorang. Yang tengah terisak. Segera langkah Annisa mengitari tempat itu. Mencari sumber dari suara seorang wanita. Seketika pandangan matanya tertuju pada seorang wanita yang tengah duduk bersimpuh di tanah. Dia terlihat sangat cantik dengan berpakaian seorang Geisha lengkap. "Hidupku telah kamu hancurkan Hayato! Aku akan membalas semua kekejaman kamu. Baik padaku juga keluargaku! Dan, kamu Hassan. Aku juga tak bisa memaafkan dirimu! Aku setia menunggu kamu, yang katanya akan menjemput aku. Tapi kenyataannya apa? Kamu lebih memilih wanita lain! Aku membenci semuanyaaa ... aku membe
"Pedang ini sangat bahaya Nona cantik. Jangan pernah memegangnya lagi!" Suara Adrian terdengar kaku dan dingin."Maaf, Mas! Mungkin setelah ini kita harus bicara dengan Mas Fachri juga. Agar Mas Lazuarrdi jelas.""Kamu sudah tahu namaku. Siapa nama kamu?""Annisa, Mas. Cucu dari Mbah Sukro. Yang kapan hari sebelum kematian Mas Danang sempat ditemuinya.""Mbah Sukro?"Kemudian Lazuarrdi mengajak mereka duduk santai di meja makan."Mbok Yani, tolong siapkan makanan buat tamu kita. Pesankan saja di luar!""Baik, Mas. Menu apa saja ini?""Terserah, Mbok. Atur saja lah Mbok. Mending keluar sama Naryo sebenatr.""Baik, Mas Ardi."Tubuhnya yang tegap, dengan penampilan yang macho. Membuat Lazuarrdi terlihat sangat tampan. Lazuarrdi duduk berhadapan dengan Fachri. Hingga dia leluasa memandang Annisa yang juga berseberangan dengannya."Bisa kamu ceritakan awalnya, Ri?""Yah, sebelum dia meninggal. Danan
"Yang agak sulit, Mas. Apakah saat itu mereka menemukan kepala milik Kazumi apa enggak? Soalnya yang saya lihat tadi, kepala Kazumi menggelinding sampai terjun ke jurang. Dan sepertinya di bawah jurang itu ada sungai.""Ihhhh ... itu apa beneran sih Mbak Ann?" tanya Erna ketakutan."Beneran, Mbak.""Apakah dia menampakkan dirinya untuk mencari tahu tentang kepalanya itu, Nisa?""Bisa juga. Tapi, kalau yang Kazumi ini. Dia benar-benar ingin balas dendam Mas Lazuarrdi.""Lantas dari mana kita harus memulainya?"Annisa tak bisa langsung menjawab pertanyaan Lazuarrdi."Saya akan tanyakan sama Mbah Sukro dulu, Mas. Beliau yang paham. Kalau saya hanya menjalankan apa kata Mbah saja.""Apakah bisa malam ini?""Kalau malam ini kasihan Mas Fachri dan Mbak Erna, Mas."Kemudian, Lazuarrdi mengalihkan pandangannya pada Fachri."Bisa enggak kalau malam ini kamu sama istri tidur di sini, Ri? Aku minta tolong sangat ini.
"Rumah ini sebenarnya baik. Hanya saja pengaruh aura hitam pedang itu, membuat rumah ini terlalu banyak dihuni makhluk yang tak kasat mata. Ada baiknya Mas, rumah ini nanti dibersihkan semuanya. Mungkin bisa tadarusan. Mas Ardi juga bisa tanyakan sama Mbah Sukro juga.""Iya ... saya sangat ingin ketemu dengan Mbah Sukro.""Kalau begitu, saya minta diantar ke kamar. Sama pedang itu sekalian."Lazuarrdi langsung meminta Satriyo untuk membawakan pedang samurai ke atas."Tolong kamu tidur di sini, Sat. Kalau ada suara teriakan langsung terobos kamar Mbak Annisa."Annisa hanya tersenyum mendengar kekhawatiran Lazuarrdi."Kita berdua tidur di sini, Nisa. Kalau ada apa-apa langsung teriak saja.""Iya, Mas Lazuarrdi."Sejenak Annisa menghela napas panjang saat memasuki kamar itu. Dan Satriyo meletakkan pada tempat yang aman. Lazuarrdi masih berdiri di depan pintu memperhatikan Annisa."Kamu beneran ini?""Iya, Mas. Aku ha
Tampak tangannya mengacungkan pistol, ke segala arah. Lalu, dia mengalihkan tatap matanya pada pintu kamar, yang seperti digores dengan sesuatu yang tajam. Hingga membentuk sebuah tulisan.ANATA O KOROSHIMASU! (Saya akan membunuh kamu!)Seketika dua bola matanya terbelalak."Siapa yang berani mengancam aku?!"Terdengar suara wanita yang menangis, sepertinya berasal dari ruangan lain. Hayato mencoba mengikuti asal suara itu.Tampak Hayato memeprhatikan sekeliling rumah. Dia melihat jendela kamar samping pun, tertutup rapat. Hayato kembali melanjutkan berjalan ke arah belakang rumah, melewati dapur yang juga sunyi."Penjaga! Penjagaaa!"Terdengar derap langkah yang berlari ke arahnya."Apa kamu tidak mendengar suara wanita?""Tidak sama sekali, Kapten!""Hemmm ... apa kamu tahu siapa yang bermain pedang?"Lelaki muda itu menggeleng."Tidak ada siapa
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?""Bisa, Mbak. Sebentar!"Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah."Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi.""Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa."Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi.""Baik, Nis."Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas."Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
"Kazumi sangat terluka. Aku kesakitan bukan saja raga aku. Tapi, jiwa aku. Apalagi saat aku mendengar kabar, Hayato membunuh semua keluargaku. Saat itu kehidupanku seperti runtuh. Aku ingin mati ... aku ingin mati! Apalagi Takashimo yang menyayangi aku penuh ketulusan. Dibunuh oleh bajingan laknat itu! Belum lagi Kenanga. Di manakah Kenanga berada? Sampai kematian aku pun tak mendapatkan lagi kabar tentang dia. Di mana diaaa ... Kenanga saat itu masih berumur muda sekali. Dan Hayato sudah menjadikannya Jugun Ianfu. Karena kemarahannya padaku," isak tangis Lazuarrdi dengan suara yang berbeda. "Apa aku salah membunuhnya dengan keji?!"Kali ini Lazuarrdi yang duduk bersimpuh menoleh perlahan ke arah Annisa yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya tajam, menatap Annisa dengan berurai air mata."Jika memang kau ingin memakamkan aku dengan layak. Ada satu syarat yang aku pinta!"Annisa yang masih terperanjat tak langsung menjawab. Dia masih terpaku dengan mata yang m
"Ke-kenapa, Mas?"Dia terus menggeleng dengan raut wajah yang sangat tegang. Tarikan napasnya terdengar memburu. Lazuarrdi ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Annisa yang terus menatap lelaki tampan itu."Mas Ardi kenapa sih?""A-aku lihat dia Nisa.""Terus?""Awalnya dia terlihat layaknya seorang wanita berkimono. Tapi ... tiba-tiba, kepalanya kayak terpenggal begitu saja. Dan jatuh ke tanah."Sontak mendengar penjelasan seperti itu. Annisa langsung berusaha bangkit dari tempat dia berbaring. Membuat Lazuarrdi menatap tajam ke arahnya, dengan pandangan heran."Mau ke mana kamu?""Ayo, Mas! Aku sudah tau di mana letak kepalanya.""Maksud kamu?""Ayo, Mas!"Dibantu Lazuarrdi, Annisa berjalan lembat menuju pohon gayam itu. Diikuti oleh Satriyo yang terus menyorot ke arah mereka."Tunjukkan di mana Kazumi berdiri Mas!""Di tempat aku berdiri sekarang.""Oke, tunggu bentar Mas!"Anni
Dia mengangkat botol yang diberikan Mbah Sukro. Lalu mulai memercikkan air di sekitaran pohon gayam yang terlihat kokoh beridri di hadapan mereka.Saat Annisa sibuk mengucurkan air. Dedaunan pohon gayam seperti bergerak-gerak. Sampai menjatuhkan dedaunan yang kering.Sontak ketiganya melihat ke atas. Mereka seperti melihat dua titik cahaya merah. Seperti bola mata yang terus menatap ke arah mereka."I-itu ... apa Mbak Annisa?" teriak Satriyo membuat mereka berlari sedikit menjauh. Diikuti Annisa.Saat Annisa mendongak, dua titik berwarna kemerahan tak lagi terlihat."Aku masih belum selesai Mas. Kurang sisi utara aja," bisik Annisa."Ayo, kita kembali ke pohon itu!" ajak Lazuarrdi.Suasana benar-benar mencekam. Angin semakin berembus kencang."Bismillah, ya Allah bantu kami," bisik Annisa.Saat mereka kembali mendekati pohon gayam itu. Annisa merasa ada seseorang yang tengah memandang mereka. Sontak dia
Rupa-rupanya sosok hitam pekat itu, kembali akan melayangkan hantaman untuk yang keempat kalinya. Namun, sekilas cahaya putih menangkis serangan itu. Cahaya berbentuk butiran-butiran kecil menyerupai tasbih, menghalangi tubuh Mbah Sukro dari kekuatan hitam.Dalam genggaman tangan Mbah Sukro, dia terus menggulirkan tasbih yang sedari tadi dipegangnya. Terdengar lelaki itu mulai bergumam lirih. Dia terus berdzikir menghadapi serangan makhluk iblis itu.Sontak membuat kedua bayangan hitam itu, menghentikan serangannya dan mundur. Mbah Sukro memejamkan kedua mata dengan rapat. Tak henti bibirnya berdzikir. Walau tubuh tua terasa sakit akibat serangan itu. Dia terus berusaha untk membantu Annisa. Yang jauh darinya."Semoga kamu segera menemukannya, Nduk! Mbah akan mengawal kamu dari sini dengan doa."***Terlihat Annisa masih duduk dengan tafakur. Tiba-tiba dalam bayangan yang samar. Dirinya seperti melihat cahaya kemerahan yang berkelebat melintas Seir
Hanya dalam hitungan sekian detik. Sosok wanita itu sudah berdiri di hadapan lelaki itu. Wajah mereka begitu dekat. Tanpa jeda. Sampai Mbah Sukro bisa mencium embusan napas makhluk yang berada di hadapannya.Manik mata mereka salling beradu. Hingga sorot mata yang tajam tak bisa membuat Mbah Sukro tunduk.Tiba-tiba, di alam yang nyata. Pintu rumah terbuka lebar dengan sendirinya. Bagai ada seseorang yang telah membuka dengan paksa. Namun, tak terlihat siapa pun juga."Mau apa kamu ke rumahku? Kedatanganmu, secara paksa seperti ini apa maksudnya?" Mbah Sukro dengan mata yang terpejam."Hentikan pencarianmu! Atau kau akan mati! Sama seperti mereka semua." Terlihat bayanganhitam yang tak tampak perwujudannya.Masih dengan mata yang terpejam, Mbah Sukro melempar kembang-kembang itu dengan pelan."Mrene ... mrene! Ini makanan kamu!" seru Mbah Sukro.(Mrene = ke sini)Tampak gumpalan asap yang menyerupai sosok seorang lak
Seketika Satriyo mengarahkan senter yang ada di tangannya. Saat cahaya mulai menerangi pohon itu. Sontak dia melemparkan senter jumbo ke tanah. Dengan tubuh yang hampir terjungkal. Untung Lazuarrdi menahan keseimbangan tubuhnya, dengan menarik lengan Satriyo."Aaaaarghhhh!"Tubuh Satriyo akhirnya terduduk di dekat kaki Lazuarrdi. Napasnya tersengal-sengal."A-ada apa kamu?""Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Ini lebih seram dari rumah kita, Mas!" tegas Satriyo."Memangnya apa yang kamu lihat?"Satriyo tak mau menjawab. Dia menggeleng kuat-kuat. Lazuarrdi mengambil senter jumbo yang terbalik dan mati. Sekali tekan dan sedikit mengguncang akhirnya, senter menyala lagi.Lazuarrdi kembali menyorotkan cahaya pada pohon kelapa yang tak jauh dari mereka. Tak terlihat apa pun. Lalu dia menundukkan kepala."Kamu kenapa Sat? Coba bilang!""Ta-tanyakan Mbak Annisa, Mas!" Dengan suara bergetar dan tubuh Satriyo seperti orang yang kedi