"Pedang ini sangat bahaya Nona cantik. Jangan pernah memegangnya lagi!" Suara Adrian terdengar kaku dan dingin.
"Maaf, Mas! Mungkin setelah ini kita harus bicara dengan Mas Fachri juga. Agar Mas Lazuarrdi jelas."
"Kamu sudah tahu namaku. Siapa nama kamu?"
"Annisa, Mas. Cucu dari Mbah Sukro. Yang kapan hari sebelum kematian Mas Danang sempat ditemuinya."
"Mbah Sukro?"
Kemudian Lazuarrdi mengajak mereka duduk santai di meja makan.
"Mbok Yani, tolong siapkan makanan buat tamu kita. Pesankan saja di luar!"
"Baik, Mas. Menu apa saja ini?"
"Terserah, Mbok. Atur saja lah Mbok. Mending keluar sama Naryo sebenatr."
"Baik, Mas Ardi."
Tubuhnya yang tegap, dengan penampilan yang macho. Membuat Lazuarrdi terlihat sangat tampan. Lazuarrdi duduk berhadapan dengan Fachri. Hingga dia leluasa memandang Annisa yang juga berseberangan dengannya.
"Bisa kamu ceritakan awalnya, Ri?"
"Yah, sebelum dia meninggal. Danan
"Yang agak sulit, Mas. Apakah saat itu mereka menemukan kepala milik Kazumi apa enggak? Soalnya yang saya lihat tadi, kepala Kazumi menggelinding sampai terjun ke jurang. Dan sepertinya di bawah jurang itu ada sungai.""Ihhhh ... itu apa beneran sih Mbak Ann?" tanya Erna ketakutan."Beneran, Mbak.""Apakah dia menampakkan dirinya untuk mencari tahu tentang kepalanya itu, Nisa?""Bisa juga. Tapi, kalau yang Kazumi ini. Dia benar-benar ingin balas dendam Mas Lazuarrdi.""Lantas dari mana kita harus memulainya?"Annisa tak bisa langsung menjawab pertanyaan Lazuarrdi."Saya akan tanyakan sama Mbah Sukro dulu, Mas. Beliau yang paham. Kalau saya hanya menjalankan apa kata Mbah saja.""Apakah bisa malam ini?""Kalau malam ini kasihan Mas Fachri dan Mbak Erna, Mas."Kemudian, Lazuarrdi mengalihkan pandangannya pada Fachri."Bisa enggak kalau malam ini kamu sama istri tidur di sini, Ri? Aku minta tolong sangat ini.
"Rumah ini sebenarnya baik. Hanya saja pengaruh aura hitam pedang itu, membuat rumah ini terlalu banyak dihuni makhluk yang tak kasat mata. Ada baiknya Mas, rumah ini nanti dibersihkan semuanya. Mungkin bisa tadarusan. Mas Ardi juga bisa tanyakan sama Mbah Sukro juga.""Iya ... saya sangat ingin ketemu dengan Mbah Sukro.""Kalau begitu, saya minta diantar ke kamar. Sama pedang itu sekalian."Lazuarrdi langsung meminta Satriyo untuk membawakan pedang samurai ke atas."Tolong kamu tidur di sini, Sat. Kalau ada suara teriakan langsung terobos kamar Mbak Annisa."Annisa hanya tersenyum mendengar kekhawatiran Lazuarrdi."Kita berdua tidur di sini, Nisa. Kalau ada apa-apa langsung teriak saja.""Iya, Mas Lazuarrdi."Sejenak Annisa menghela napas panjang saat memasuki kamar itu. Dan Satriyo meletakkan pada tempat yang aman. Lazuarrdi masih berdiri di depan pintu memperhatikan Annisa."Kamu beneran ini?""Iya, Mas. Aku ha
Tampak tangannya mengacungkan pistol, ke segala arah. Lalu, dia mengalihkan tatap matanya pada pintu kamar, yang seperti digores dengan sesuatu yang tajam. Hingga membentuk sebuah tulisan.ANATA O KOROSHIMASU! (Saya akan membunuh kamu!)Seketika dua bola matanya terbelalak."Siapa yang berani mengancam aku?!"Terdengar suara wanita yang menangis, sepertinya berasal dari ruangan lain. Hayato mencoba mengikuti asal suara itu.Tampak Hayato memeprhatikan sekeliling rumah. Dia melihat jendela kamar samping pun, tertutup rapat. Hayato kembali melanjutkan berjalan ke arah belakang rumah, melewati dapur yang juga sunyi."Penjaga! Penjagaaa!"Terdengar derap langkah yang berlari ke arahnya."Apa kamu tidak mendengar suara wanita?""Tidak sama sekali, Kapten!""Hemmm ... apa kamu tahu siapa yang bermain pedang?"Lelaki muda itu menggeleng."Tidak ada siapa
"Siapa maksud kamu?""Karmila ... bukankah Tuan sangat mencintai wanita itu? Sampai membuat Tuan terobsesi. Iya kan?""Jangan bicarakan wanita itu lagi! Kemarilah Kazumi! Mendekatlah padaku!"Dalam penglihatan Hayato, sosok Kazumi sedang melangkah dengan keanggunan. Dia duduk di tepian ranjang. Menatap tajam pada Hayato yang terpesona padanya.Gerak tangan Hayato mengarah pada bibir bagian bawah Kazumi."Bekas luka apa ini? Atau memang bawaan dari lahir?"Kazumi tak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum tipis semabri mengusap tangan Hayato."Memangnya kalau bibirku ada bekas luka kenapa Tuan?""Aku baru tahu, kalau ternyata kalian memang benar-benar berbeda. Kenapa dulu aku tak pernah perhatikan ini?""Sebenarnya berbeda dengan siapa Tuan?"Kali ini sorot mata Kazumi sangat tajam mengarah pada lelaki yang berbaring di hadapannya."Karmila, aku masih mengira bahwa kamu adalah Karmila.""Sekarang di m
"Kenapa, Tuan? Sakit kah? Sewaktu aku dulu tak sesakit ini Tuan!""Aaaaaarghhh! Siapa kamu ini sebenarnya?" teriak Hayato dengan kedua mata yang nyalang mengarah padanya."Kenapa Hayato? Sakit kah?"Tawa Kazumi melengking tinggi.Hayato yang merasa dalam posisi terjepit. Berusaha mendorong dan menjauhkan Kazumi dari tubuhnya. Namun tetap saja tak mampu.Sampai para penjaga berlarian menuju kamar.Dug dug dug!"Kapten Hayato ... Kapten Hayato! Kyaputen Hayato wa do shita no? Ada apa dengan anda Kapten Hayato?" teriak para pengawalnya.Namun sengaja Kazumi membiarkan lelaki ini terus meronta. Lalu, dia mengambil sobekan kain, lantas menyumpal mulut Hayato."Bukankah kau ingin mengerti kehidupan aku? Apa kamu ingin tahu yang kedua?"Tanpa banyak bicara lagi. Dan tanpa menunggu jawaban dari Hayato. Kazumi siap dengan sangkurnya kembali."Hemmm ... kenapa tahi lalat kamu tepat di bawah kelopak mata Tuan? Kata sang dewa
"Aaaaaaarghhhh!"Sontak teriakan lelaki itu membuat Annisa terbangun. Membuat wanita cantik itu gelagapan. Dia sampai menyeka keringat di wajahnya. Padahal kamar ini ruangan ber-AC."Teriakan itu?"Bergegas Annisa bangkit dari ranjang. Menyambar kerudung dan memakainya. Dia melangkah ke luar kamar. Sejenak langkahnya terhenti kala melihat Satriyo yang tidur di ruang tengah sebelah kamarnya. Dan di sebelahnya terdapat Lazuarrdi yang menemani.Tampak Annisa ragu saat ingin membangunkan lelaki itu. Cukup lama dia berdiri memandang ke arahnya. Hingga dia merasa sepasang mata yang berada di ujung tangga terus mengawasi dirinya.Saat dia menoleh, seketika bibirnya bergumam. "Kazumiii ...!" Tatap matanya nyalang mengarah pada Annisa. Mereka berdua saling berhadapan, seolah Kazumi memiliki amarah padanya."Untuk apa kamu datang ke sini?""Aku hanya ingin membantu dirimu, Kazumi."Terdengar tawa melengking. Hanya dalam sekali meng
Tiba-tiba saja, Annisa juga mendengar denting suara yang seperti saling berbenturan. Dari arah dalam kamar. Saat pandangan matanya belum beralih dari arah tangga. Annisa putuskan melangkah ke kamar.Dia mendorong perlahan pintu kamar dengan ujung kaki. Annisa terus memperhatikan seisi kamar. Lalu dia teringat akan pedang itu. Segera dia mengalihkan pandangannya pada meja kecil yang di atasnya diletakkan pedang.Annisa benar-benar terkejut. Saat badan pedang sudah terlepas dari sarungnya."Haahhhh! Bagaimana bisa?" Annisa semakin penasaran dengan pedang itu. Dia memperhatikan dengan serius. Walau dengan wajah yang berkerut pucat. Tiba-tiba, dari hidungnya menetes darah segar. Seketika Annisa tersentak kaget. Lalu mengusap hidungnya perlahan."Benar-benar darah?"
Sesaat Yanti mulai menegakkan kepalanya perlahan. Lalu menatap dengan sorot mata yang nyalang lurus ke depan."Aku njaluk kopi pahit!" Sangat mengejutkan Yanti tiba-tiba bersuara. Namun suaranya terdengar aneh, serak dan parau. Tak seperti biasa. " Kopi pahit ... aku njaluk kopi pahit!" (Njaluk = minta)"I-iya, Mbak Yanti."Tiba-tiba ....Bruaaakkk!Meja makan digebrak dengan keras oleh Yanti tanpa ada ekspresi sama sekali. Membuat Annisa dan Lazuarrdi tersentak. Mereka sanga terkejut bukan main.Bruaaakkk!Untuk kedua kalinya Yanti menggebrak meja."Siapa yang bilang aku Yanti? Nama ... aku bukan Yanti!" teriak Yanti dalam kondisi yang sangat aneh. Matanya melotot mereh, memandang pada Annisa dan Lazuarrdi."Mana kopi pahitku?""Se-sebentar, Bu."Bergegas Annisa berlari menuju dapur. Sesekali dia masih melayangkan pandangannya pada sosok Yanti. Saat dia menoleh yang terakhir kali. Annisa meliha
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?""Bisa, Mbak. Sebentar!"Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah."Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi.""Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa."Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi.""Baik, Nis."Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas."Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
"Kazumi sangat terluka. Aku kesakitan bukan saja raga aku. Tapi, jiwa aku. Apalagi saat aku mendengar kabar, Hayato membunuh semua keluargaku. Saat itu kehidupanku seperti runtuh. Aku ingin mati ... aku ingin mati! Apalagi Takashimo yang menyayangi aku penuh ketulusan. Dibunuh oleh bajingan laknat itu! Belum lagi Kenanga. Di manakah Kenanga berada? Sampai kematian aku pun tak mendapatkan lagi kabar tentang dia. Di mana diaaa ... Kenanga saat itu masih berumur muda sekali. Dan Hayato sudah menjadikannya Jugun Ianfu. Karena kemarahannya padaku," isak tangis Lazuarrdi dengan suara yang berbeda. "Apa aku salah membunuhnya dengan keji?!"Kali ini Lazuarrdi yang duduk bersimpuh menoleh perlahan ke arah Annisa yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya tajam, menatap Annisa dengan berurai air mata."Jika memang kau ingin memakamkan aku dengan layak. Ada satu syarat yang aku pinta!"Annisa yang masih terperanjat tak langsung menjawab. Dia masih terpaku dengan mata yang m
"Ke-kenapa, Mas?"Dia terus menggeleng dengan raut wajah yang sangat tegang. Tarikan napasnya terdengar memburu. Lazuarrdi ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Annisa yang terus menatap lelaki tampan itu."Mas Ardi kenapa sih?""A-aku lihat dia Nisa.""Terus?""Awalnya dia terlihat layaknya seorang wanita berkimono. Tapi ... tiba-tiba, kepalanya kayak terpenggal begitu saja. Dan jatuh ke tanah."Sontak mendengar penjelasan seperti itu. Annisa langsung berusaha bangkit dari tempat dia berbaring. Membuat Lazuarrdi menatap tajam ke arahnya, dengan pandangan heran."Mau ke mana kamu?""Ayo, Mas! Aku sudah tau di mana letak kepalanya.""Maksud kamu?""Ayo, Mas!"Dibantu Lazuarrdi, Annisa berjalan lembat menuju pohon gayam itu. Diikuti oleh Satriyo yang terus menyorot ke arah mereka."Tunjukkan di mana Kazumi berdiri Mas!""Di tempat aku berdiri sekarang.""Oke, tunggu bentar Mas!"Anni
Dia mengangkat botol yang diberikan Mbah Sukro. Lalu mulai memercikkan air di sekitaran pohon gayam yang terlihat kokoh beridri di hadapan mereka.Saat Annisa sibuk mengucurkan air. Dedaunan pohon gayam seperti bergerak-gerak. Sampai menjatuhkan dedaunan yang kering.Sontak ketiganya melihat ke atas. Mereka seperti melihat dua titik cahaya merah. Seperti bola mata yang terus menatap ke arah mereka."I-itu ... apa Mbak Annisa?" teriak Satriyo membuat mereka berlari sedikit menjauh. Diikuti Annisa.Saat Annisa mendongak, dua titik berwarna kemerahan tak lagi terlihat."Aku masih belum selesai Mas. Kurang sisi utara aja," bisik Annisa."Ayo, kita kembali ke pohon itu!" ajak Lazuarrdi.Suasana benar-benar mencekam. Angin semakin berembus kencang."Bismillah, ya Allah bantu kami," bisik Annisa.Saat mereka kembali mendekati pohon gayam itu. Annisa merasa ada seseorang yang tengah memandang mereka. Sontak dia
Rupa-rupanya sosok hitam pekat itu, kembali akan melayangkan hantaman untuk yang keempat kalinya. Namun, sekilas cahaya putih menangkis serangan itu. Cahaya berbentuk butiran-butiran kecil menyerupai tasbih, menghalangi tubuh Mbah Sukro dari kekuatan hitam.Dalam genggaman tangan Mbah Sukro, dia terus menggulirkan tasbih yang sedari tadi dipegangnya. Terdengar lelaki itu mulai bergumam lirih. Dia terus berdzikir menghadapi serangan makhluk iblis itu.Sontak membuat kedua bayangan hitam itu, menghentikan serangannya dan mundur. Mbah Sukro memejamkan kedua mata dengan rapat. Tak henti bibirnya berdzikir. Walau tubuh tua terasa sakit akibat serangan itu. Dia terus berusaha untk membantu Annisa. Yang jauh darinya."Semoga kamu segera menemukannya, Nduk! Mbah akan mengawal kamu dari sini dengan doa."***Terlihat Annisa masih duduk dengan tafakur. Tiba-tiba dalam bayangan yang samar. Dirinya seperti melihat cahaya kemerahan yang berkelebat melintas Seir
Hanya dalam hitungan sekian detik. Sosok wanita itu sudah berdiri di hadapan lelaki itu. Wajah mereka begitu dekat. Tanpa jeda. Sampai Mbah Sukro bisa mencium embusan napas makhluk yang berada di hadapannya.Manik mata mereka salling beradu. Hingga sorot mata yang tajam tak bisa membuat Mbah Sukro tunduk.Tiba-tiba, di alam yang nyata. Pintu rumah terbuka lebar dengan sendirinya. Bagai ada seseorang yang telah membuka dengan paksa. Namun, tak terlihat siapa pun juga."Mau apa kamu ke rumahku? Kedatanganmu, secara paksa seperti ini apa maksudnya?" Mbah Sukro dengan mata yang terpejam."Hentikan pencarianmu! Atau kau akan mati! Sama seperti mereka semua." Terlihat bayanganhitam yang tak tampak perwujudannya.Masih dengan mata yang terpejam, Mbah Sukro melempar kembang-kembang itu dengan pelan."Mrene ... mrene! Ini makanan kamu!" seru Mbah Sukro.(Mrene = ke sini)Tampak gumpalan asap yang menyerupai sosok seorang lak
Seketika Satriyo mengarahkan senter yang ada di tangannya. Saat cahaya mulai menerangi pohon itu. Sontak dia melemparkan senter jumbo ke tanah. Dengan tubuh yang hampir terjungkal. Untung Lazuarrdi menahan keseimbangan tubuhnya, dengan menarik lengan Satriyo."Aaaaarghhhh!"Tubuh Satriyo akhirnya terduduk di dekat kaki Lazuarrdi. Napasnya tersengal-sengal."A-ada apa kamu?""Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Ini lebih seram dari rumah kita, Mas!" tegas Satriyo."Memangnya apa yang kamu lihat?"Satriyo tak mau menjawab. Dia menggeleng kuat-kuat. Lazuarrdi mengambil senter jumbo yang terbalik dan mati. Sekali tekan dan sedikit mengguncang akhirnya, senter menyala lagi.Lazuarrdi kembali menyorotkan cahaya pada pohon kelapa yang tak jauh dari mereka. Tak terlihat apa pun. Lalu dia menundukkan kepala."Kamu kenapa Sat? Coba bilang!""Ta-tanyakan Mbak Annisa, Mas!" Dengan suara bergetar dan tubuh Satriyo seperti orang yang kedi