Digoda Suami Gaib

Digoda Suami Gaib

last updateHuling Na-update : 2023-01-30
By:  Ardianda K  Kumpleto
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Mga Ratings. 5 Rebyu
149Mga Kabanata
5.4Kviews
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
Leave your review on App

Budiman seorang akuntan dari sebuah bank di Semarang, baru saja dipindahkan ke cabang bank lain di Yogyakarta. Ia bersama istrinya, Wirda, menempati rumah di perumahan tua yang dikelilingi banyak rumah kosong. Namun, sejak mereka pindah ke rumah baru tersebut Budiman merasa Wirda semakin berubah. Istrinya yang semula ramah dan sopan itu perlahan menjadi pemberang dan kerap menggoda lelaki lain. Kecemburuan pun memuncak saat Wirda sering berdesah dalam tidur, dan menyebut seseorang dalam mimpinya. Hingga ia menyadari, kecemburuannya itu bukanlah pada lelaki lain melainkan pada sesosok iblis, raja genderuwo.

view more

Pinakabagong kabanata

Libreng Preview

Bab 1: Mimpi Buruk Istri di Malam Pertama

Yogyakarta, 1979BudimanAku mendengar istriku tertawa panjang dalam keadaan tidur malam itu. Ia lalu terbangun dan terduduk di ranjang. Bersama itu perlahan tawanya berubah pelan. Namun, tak lama keadaan jadi be rubah drastis. Istriku, Wirda terdengar menangis sembari tubuhnya menatap ke arah jendela kamar yang gordennya terbuka sedikit.Tentu saja, aku langsung bangun dan melihat Wirda masih duduk di pinggir ranjang, memunggungiku. Aku tak bisa melihat wajahnya kini seperti apa: apakah senang, takut, atau sedih, yang jelas ini bukan pertama kalinya ia terbangun tepat pukul satu malam, setelah sebelumnya tertawa tiba-tiba. Sekarang, Wirda beringsut dari ranjang dan berjalan perlahan ke arah jendela yang tertutup gorden. Kebetulan malam itu di luar gerimis dan angin cukup kencang, sehingga aku bisa mendengar ranting-ranting pohon mangga menggaruk-garuk genting. Gorden pun kini tampak bergoyang-goyang.“Apa yang kamu lihat? Wirda... sayang.. Hey...” bisikku.Aku pun ikut beringsut dar

Magandang libro sa parehong oras

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

user avatar
Zain losta masta
openingnya bikin gua tertarik.. cek juga novel saya ya kak, mohon pendapat dan sarannya dari kakak....
2022-12-25 08:55:25
1
user avatar
Zhu Phi
Rumah Kosong di Dusun Angker sudah update lagi ya. Kali ini sampai tamat. Ikuti terus perjalanan Clara.
2022-12-05 00:17:47
1
user avatar
Mblee Duos
ceritanya seru kak... suka gaya permainan bahasanya... semangat nulisnya ya,,,...... saling support juga yuk, dicerita aku, MAMA MUDA VS MAS POLISI
2022-11-19 13:41:36
1
user avatar
Ardianda K
semoga menyukai novel ini. Salam kenal dari author
2022-10-22 22:44:11
0
user avatar
Ardianda K
salam kenal. saya Ardianda k. penulis Digoda Suami Gaib. Semoga tertarik dan terhibur. (btw, cerita ini terinspirasi kisah nyata )
2022-10-10 14:52:57
1
149 Kabanata

Bab 1: Mimpi Buruk Istri di Malam Pertama

Yogyakarta, 1979BudimanAku mendengar istriku tertawa panjang dalam keadaan tidur malam itu. Ia lalu terbangun dan terduduk di ranjang. Bersama itu perlahan tawanya berubah pelan. Namun, tak lama keadaan jadi be rubah drastis. Istriku, Wirda terdengar menangis sembari tubuhnya menatap ke arah jendela kamar yang gordennya terbuka sedikit.Tentu saja, aku langsung bangun dan melihat Wirda masih duduk di pinggir ranjang, memunggungiku. Aku tak bisa melihat wajahnya kini seperti apa: apakah senang, takut, atau sedih, yang jelas ini bukan pertama kalinya ia terbangun tepat pukul satu malam, setelah sebelumnya tertawa tiba-tiba. Sekarang, Wirda beringsut dari ranjang dan berjalan perlahan ke arah jendela yang tertutup gorden. Kebetulan malam itu di luar gerimis dan angin cukup kencang, sehingga aku bisa mendengar ranting-ranting pohon mangga menggaruk-garuk genting. Gorden pun kini tampak bergoyang-goyang.“Apa yang kamu lihat? Wirda... sayang.. Hey...” bisikku.Aku pun ikut beringsut dar
Magbasa pa

Bab 2: Perubahan Yang Nyata

22 November 1979, adalah tepat tujuh bulan aku dan Wirda tinggal di rumah baru. Selama itu pula, aku bisa merasakan perubahan tabiat istriku. Awalnya, semuanya baik-baik saja, tetapi semakin lama, minggu demi minggu mulai terlihat-lah perubahan itu. Karena itu pula, hubungan kami selalu dibumbui dengan perdebatan-perdebatan kecil. Pertama soal dirinya yang sering bangun siang, meskipun malamnya ia sama sekali tidak bergadang. Bisa dibilang begitu, karena kami tidur paling telat pukul sepuluh, dan untungnya setelah kejadian ganjil pertama di rumah itu, Wirda tidak melakukan hal aneh lagi. Kedua, tentu saja dengan kemurungannya yang akhir-akhir ini selalu mencemaskanku. Wirda yang selalu terlihat ceria sebelumnya kini tampak murung, padahal saat di rumah lama pun, meski sakit ia masih bisa bercanda denganku. Perempuan itu setiap aku pulang kerja selalu menampilkan raut yang murung. Saat kutanya, apakah ada masalah di rumah, atau ada sesuatu yang mengganggu tubuhnya, Wirda tidak mau me
Magbasa pa

Bab 3:Keanehan dan Kecemasan

Malam itu, kami benar-benar pergi ke tempat makan yang pernah kami datangi sebelum menempati rumah baru itu. Letaknya ada di sekitar Malioboro, jalanan yang sebenarnya cukup ramai dengan angkringan serta pengamen atau lebih tepatnya seniman yang selalu menghibur setiap turis maupun pejalan kaki.Malam itu kami parkir di dekat Malioboro. Entah aku lupa jalan apa namanya, yang jarak kami dari jalan itu ke Malio (begitu kami biasa menyebutnya), hanya tinggal menyeberang suatu perempatan saja. Tak hanya mobil di jalan itu yang parkir di sisi-sisi jalan, beberapa motor miliki pedagang atau pengunjung entah dari mana, juga parkir di tempat yang ramai dengan toko-toko batik dan sepatu.“Kita tinggal jalan kaki saja ke sana,” kataku. Wirda masih semi murung. Padahal sebelumnya, dia sudah sedikit agak baikan. Sudah bisa senyum lebar padaku, karena tahu kami selalu menikmati setiap malam minggu kami, di saat dulu masih pacaran.“Kita di tempat tertutup saja,” kata Wirda.“Kenapa? Ke sini kalau
Magbasa pa

Bab 4: Suara Yang Tak Ingin Didengar

Tanpa pikir panjang, aku langsung menggendong Wirda yang saat itu langsung melunglai dan jatuh ke pangkuanku. Beberapa orang yang ada di rumah makan sederhana itu sempat membantuku, namun selanjutnya aku mesti membopong sendirian istriku. Untung saja, di sekitaran situ sejak tadi—sebelum kami masuk ke restoran itu—banyak tukang becak yang mangkal. Aku langsung memanggil salah satu tukang becak, dan seorang lelaki yang kutaksir seusiaku lantas berlari kecil ke arahku.“Mas, tolong saya...”“Kenapa ini, Mas?” tanyanya sedikit berparas heran.Aku hanya bilang dia sedang sakit. Lagipula, aku tak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Tukang becak itu kemudian mengantar kami ke parkiran mobil yang cukup jauh jaraknya. Dengan agak tergesa-gesa aku dan tukang becak itu memasukkan Wirda ke jok belakang mobil sedanku.Ketika aku hendak membawanya ke rumah sakit terdekat, tiba-tiba Wirda terbangun dan tentu saja aku kaget. Saat itu aku baru saja ingin menyalakan mesin mobil, dan perempuan itu l
Magbasa pa

Bab 5: Api Cemburu Suami

Jantungku tentu saja berdegup kencang tatkala mendengar suara itu. Kenapa? Batinku. Kenapa Wirda harus mengeluarkan suara seperti itu. Bahkan ketika kami bercinta, Wirda sama sekali tidak bersuara. Diam seperti patung, membuat kemaluanku melunglai, dan perempuan itu terlihat tak puas denganku.Selama ini kupikir itu karena stres yang menumpuk di kepalaku. Atau juga dirinya. Entah karena pekerjaan, ataupun masalah di rumah yang rasanya selalu datang saja hal baru. Mulai masalah Wirda yang semakin tak kukenali lagi, hingga lingkungan kami yang seperti kota mati.“Aaaah!"Wirda terdengar mendesah tak keruan dalam tidurnya. Mendengarnya seperti itu membuat diriku merasa panas.Aku bisa mendengar suara istriku mendesah dan melenguh di balik dinding. Suaranya keras sekali, membuat jantungku terus berdegup kencang. Antara berhasrat dengan suara istriku sendiri, juga marah karena aku sempat berpikir kalau istriku memang memiliki sosok lain dalam hidupnya.“Aaakkh! Jangan! Tapi.."Wirda tak pe
Magbasa pa

Bab 6: Mencari Perhatian Pria Lain

Tak peduli Wirda terus mengelak ataupun menolakku saat aku memintanya pergi ke rumah sakit, aku tetap memaksannya. Biar betapapun jengkelnya ia, bahkan saat kami hendak berangkat pun ia terlihat cemberut dan sempat melempar kunci mobilku. Perubahan sikap ini yang tak kumengerti. Tadi malam, lebih tepatnya dini hari. Seusai kejadian itu, dia yang pada akhirnya menangis di pelukanku sampai matahari muncul di celah-celah gorden kamar kami, masih bersikap manis layaknya Wirda yang biasa kukenal. Tapi beberapa jam kemudian, sikapnya sudah kembali seperti beberapa akhir ini. Jutek padaku, dan selalu memberikan kata-kata pedas terhadap apapun yang terjadi. Malas. Bahkan, yang membuat kesabaranku hampir habis adalah, ia sama sekali tak ingin mandi seusai kejadian semalam, padahal aku akan membawanya ke rumah sakit. Sampai di perjalanan pun, Wirda masih bersikap dingin padaku. Semakin dekat mobilku menuju rumah sakit terdekat, ia seperti tak ingin menatapku. “Apa yang terjadi sebenarnya, sa
Magbasa pa

Bab 7: Penglihatan Lelaki Tua

Biasanya, dia tidak akan selincah itu jika bertemu kawan-kawanku. Apalagi sampai bercengkerama dan bercanda akrab, meski sebelumnya mereka tak pernah bertemu. Seperti Rizal. Kawanku yang sering kuminta bantuan ini sama sekali belum pernah bertemu dengan istriku. Baik Rizal maupun Wirda hanya mendengar ceritaku saja soal keduanya. “Ya, ya. Terima kasih sebelumnya karena sudah membantu kami untuk mendapatkan jadwal lebih pagi. Tapi, ngomong-ngomong, Dokter Rizal ini tidak mengambil spesialis?” kata istriku yang saat itu sedang naik tangga, bersamaku juga. Mereka berjalan di depanku. Mengobrol akrab sekali seolah mereka adalah kawan lama. Ya, dari membahas masalah kespesialisan yang ingin dituju oleh Rizal, sampai membahas masalah sepele seperti makanan kesukaan juga tempat makan favorit. Bahkan tanpa melibatkanku, Wirda seolah seperti ingin diajak makan bersama oleh Rizal. Dan dia bicara tepat di depan suaminya. Tentu saja, Rizal lantas menoleh padaku sembari canggung. Entah, kenapa
Magbasa pa

Bab 8: Jin Penjaga Rumah

Aku berlalu ke toilet sesaat setelah sempat perang dingin dengan Wirda. Ketika aku usai buang air kecil dan membasuh wajah, tiba-tiba secara mengejutkan seorang kakek yang sebelumnya menatap kami dengan penuh kecurigaan telah berada di belakangku. Tentu saja itu sangat mengejutkan. Bahkan kedua pundakku sampai meloncat karena sebelumnya sama sekali tidak ada siapapun di belakangku. Barangkali karena suara kran air yang memudarkan suara pintu bilik toilet. Mungkin pula sejak tadi kakek yang tak kutahu namanya ini sudah berada di salah satu bilik toilet rumah sakit tersebut. “Anak muda...” katanya bersuara berat dan sedikit parau. “I-Iya, Kek? Ada apa?” Aku merasakan sesuatu yang aneh dari tingkah laku kakek yang menurutku agak mencurigakan. “Dengarkan saya,” katanya lagi sembari mendekat. Nada suaranya begitu medok, karena barangkali ia memang asli orang Yogya. Tidak seperti kami yang berasal dari Jakarta, aku bekerja di Semarang pun sebelumnya karena dipindahkan dari Jakarta, kan
Magbasa pa

Bab 9: Hati-Hati Anak Muda

Tentu saja, cerita itu kuanggap sebagai bagian dari kepercayaan yang pernah dianut oleh keluargaku. Aku tak menganggapnya sebagai fakta, karena sampai sekarang pun aku tak pernah melihat penunggu rumah itu. Tak pernah merasakan sesuatu yang aneh, meski memang rumah itu nampak mengerikan kala malam hari. Selanjutnya, aku berusaha bersikap normal di depan Wirda. Saat giliran kami tiba untuk konsultasi. Aku langsung menjelaskan keadaan istriku dalam beberapa bulan terakhir ini. Kulihat Wirda membisu dan seperti tidak menyukai percakapan antara aku dan dokter spesialis penyakit dalam. Pada saat dokter itu, yang mana seorang lelaki paruh baya itu memeriksa istriku, usai menyuruh Wirda rebahan. Wirda menolak. Ia kasar sekali saat stetoskop dokter berusaha mendarat di tubuhnya. “Jangan sentuh aku! Anda berusaha memanfaatkan keadaan!” katanya mengejutkanku. Aku melihat raut dokter sampai heran. “M-Maafkan saya, Pak Dokter... istri saya memang dalam keadaan tidak stabil...” “Hmmm, ya, ya.
Magbasa pa

Bab 10: Melukai Diri Sendiri

Minggu. Aku memutuskan untuk seharian di rumah, setelah biasanya aku mendapatkan tugas untuk mengecek beberapa tabungan nasabah di brankas, meski biasanya pun tidak sampai sore—sebagaimana aku bekerja pada hari normal. Di rumah aku lebih banyak menghabiskan diriku di sofa ruang keluarga. Membaca buku apapun atau surat kabar. Sementara istriku seperti biasa (dalam kebiasaan barunya), selalu bangun tidur menjelang zuhur. Sejak ia pulang dari rumah sakit, aku sudah tidur di kamar terpisah, sehingga aku tak bisa membangunkannya kala subuh atau pun pukul delapan—jam paling telat ia bangun seingatku—ketika kami masih tinggal di rumah lama kami di Semarang. Akan tetapi kini, semua benar-benar berubah. Bersama itu pula, kata-kata kakek yang aku dan Wirda temui di rumah sakit terus membayangi kepalaku. Bahkan bisa-bisanya sosok lelaki tua dan sudah bungkuk itu memasuki mimpiku dalam beberapa hari ini. “Pertanda apa ini?” batinku. Jantung berdebar-debar setiap bangun tidur dan baru saja mem
Magbasa pa
DMCA.com Protection Status