Semua Bab Wonderstruck: Bab 161 - Bab 170
281 Bab
Ji Hwan [6]
Amara berusaha keras mencegah kerutan muncul di keningnya, atau mengangkat alis yang menandakan ada pertanyaan yang mengganjal di benaknya. Alasannya simpel saja. Dia tak mau kedua sahabatnya ini makin getol saja menggoda Amara. Lihat saja apa yang tadi terjadi. Amara cuma mengajukan satu pertanyaan tapi sudah menciptakan kehebohan bagi Brisha dan Sophie. Bagi Amara, keduanya sungguh membuat kesal.“Kamu tahu kan kalau Ji Hwan itu sekarang kuliah di Fakultas Ilmu Komputer? Tahu kan kalau letak kampusnya bersebelahan dengan fakultas kita?” Brisha menggoda Amara sambil mengedipkan mata. Gadis itu tampak menahan tawa.“Aku menyesal menanyakan soal Ji Hwan tadi,” Amara mendesah dengan bibir mengerucut. “Kalian malah terus-menerus meledekku. Salah ya, kalau aku pengin tahu? Padahal itu kan cuma pengetahuan simpel. Mau bertanya langsung ke Ji Hwan kok rasanya tidak nyaman. Tapi nanya ke kalian malah jadi heboh.”Sophie menepuk bahu
Baca selengkapnya
Jejak Monster [1]
Perbincangan ringan dan dijejali canda itu meninggalkan bekas di dada Amara. Untungnya bukan sesuatu yang membuatnya panik atau ketakutan. Melainkan menyisakan gelitik geli yang terasa membuat perutnya mulas. Dia mulai yakin, Sophie dan Brisha akan kian getol mendorongnya untuk memacari Ji Hwan. Apalagi setelah mereka melihat sendiri Amara bisa cukup nyaman berbincang dengan cowok itu.“Kalau suatu hari nanti kamu punya pacar, semoga bisa membuat traumamu makin berkurang ya, Mara,” harap Brisha saat mereka berada di kamar gadis itu untuk berganti baju. “Dan aku penginnya orang itu adalah Ji Hwan.”“Aamiin,” respons Sophie. “Kamu harus berhenti menganggap semua cowok itu sama, Mara. Pokoknya, aku pengin ngeliat kamu jadi Amara yang dulu, Amara yang menurut Brisha ceria dan supel. Karena aku belum pernah kenalan sama Amara versi itu.”“Udah, ah! Kok jadi ngomongin pacar, sih? Aku beneran belum berminat ke arah
Baca selengkapnya
Jejak Monster [2]
Otak Amara memasuki mode primitif, membuatnya seakan tidak mengerti setiap kata yang diucapkan oleh cowok di depannya. Wajah Marcello tampak muram, mungkin ingin menunjukkan penyesalan yang sudah menenggelamkan dirinya. Namun Amara sama sekali tidak tertarik untuk memberikan simpati.Di mata Amara, cowok ini adalah perwujudan dari iblis yang sebenarnya. Belasan tahun mereka menjalin pertemanan dan Cello bersikap begitu manis pada Amara. Hingga gadis itu tak memiliki setitik pun rasa tak nyaman tiap kali berada di dekat Cello. Bagi Amara, Cello adalah sahabat yang akan melindunginya jika memang dibutuhkan. Namun kenyataannya?Bola mata Amara bergerak-gerak, memandang ke berbagai arah. Dia ingin berteriak meminta pertolongan tapi tahu sia-sia saja. Area parkir saat itu sungguh sepi. Tak akan ada yang mendengar suaranya.“Mara, ngomong, dong! Jangan diam aja. Kamu kan kenal siapa aku. Aku bukan cowok jahat, Mara. Aku betul-betul minta maaf karena pernah berbu
Baca selengkapnya
Jejak Monster [3]
“Takut? Memangnya ada apa? Kamu pucat banget,” kata Ji Hwan. Cowok itu mengeluarkan sapu tangan dari kantong celananya. “Pakai ini untuk menghapus keringatmu. Saputangannya bersih, kok.”Amara meraih saputangan berwarna krem itu dengan jari-jari gemetar, seolah terserang tremor. Gadis itu mengusapkan benda itu ke wajahnya yang berkeringat. Setelah itu, Amara memasukkan saputangan milik Ji Hwan itu ke dalam tasnya. “Nanti kukembaliin kalau udah dicuci,” gumamnya dengan suara lirih.“Kamu kenapa, Mara? Kenapa takut?” tanya Ji Hwan lagi dengan nada sabar.Bibir Amara terkelu. Mana mungkin dia bisa memberi tahu Ji Hwan tentang pertemuannya dengan cello tanpa membongkar rahasia kelam gadis itu, kan? Karena itu, dia cuma menatap Ji Hwan tanpa mampu melakukan apa pun.“Ya udah, jangan dijawab kalau kamu memang nggak bisa jelasinnya. Mau kuantar pulang?” tanya Ji Hwan lembut. “Atau kamu mau ke ruma
Baca selengkapnya
Jejak Monster [4]
 Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, benak Amara begitu kusut. Tubuhnya memang sudah berhenti gemetar kecuali jari-jemari gadis itu. Akan tetapi, Amara  masih belum kuasa menghalau semua ketakutannya. Jika otaknya bekerja rasional, Amara mungkin tak akan berani meminta diantar pulang oleh Ji Hwan. Sebab, cowok itu bisa dibilang orang asing bagi bagi Amara. Si Monster yang jelas-jelas dikenalnya selama belasan tahun saja, bisa melakukan hal-hal bejat yang tak terbayangkan.Namun, saat itu Amara tak bisa memikirkan hal-hal semacam itu. Dia cuma ingin pulang. Entah mengapa, orang yang dirasanya paling aman untuk dimintai tolong selain Brisha dan Sophie yang saat itu tak bisa membantunya, adalah Ji Hwan.Sebenarnya, apa yang diharapkan Cello dengan mendatanginya? Ingin Amara memaafkannya? Atau gadis itu akan berlari mendekat dengan gembira dan bersedia kembali menjadi teman baiknya? Melupakan semua tirai pengap yang dipasang paksa dalam hidup Amara oleh
Baca selengkapnya
Jejak Monster [5]
Begitu tiba di kamarnya, Amara buru-buru meletakkan tasnya begitu saja di atas meja belajar, sebelum melompat ke atas ranjang dan terbaring kaku di sana. Matanya merayapi langit-langit kamar, tapi pikirannya jelas tidak berada di sana. Rasa shock masih mengepul dari setiap detak jantung Amara yang berirama cepat.“Aku nggak mau ngeliat muka Cello lagi. Tolong, jangan pernah datang untuk ketemu sama aku lagi,” ucap Amara di masa lalu, di depan Cello dan keluarganya.Dia sedang menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya. Perlukah Amara memberitahukan soal itu kepada ibunya? Karena Cello baru saja melanggar perjanjian yang mengikat kedua keluarga sejak lebih satu setengah tahun silam. Jika Amara diam saja, dia cemas cowok itu akan kembali berusaha menemuinya. Amara tak mau hidup dalam ketakutan.Cello adalah sosok yang ingin dijauhinya seumur hidup. Dulu, Amara memang memiliki kasih sayang berlimpah kepada temannya itu. Namun sayang cowok it
Baca selengkapnya
Jejak Monster [5]
“Mara, Mobilmu kenapa? Mogok, ya?” tanya Merry malam harinya. Mereka sedang makan malam berdua. Amara yakin, ibunya mendapat laporan dari orang di rumah kalau tadi dia pulang tanpa membawa mobil. Tepatnya Ayu. Bukan sesuatu yang keliru, tapi jika sudah menyangkut perempuan itu, kekesalan Amara gampang terpancing. Padahal, dulu hubungan gadis itu dengan Ayu baik-baik saja. Hingga Amara tak sengaja mendengar obrolan Ayu via ponsel entah dengan siapa.“Ya,” Amara berdusta.“Sudah dibawa ke bengkel?”Amara merespons tanpa pikir panjang. Mengarang cerita tentu saja. “Belum, Ma. Kata temanku cuma ada kabel yang longgar. Bukan masalah serius.”Amara kembali tertunduk, berpura-pura meruahkan konsentrasi pada makanan di piringnya. Hanya ada dirinya dan sang ibu di dapur.“Siapa cowok yang mengantar mobilmu tadi? Ayu bilang, dia belum pernah ngeliat orang itu.” Merry bersuara lagi.Itu pertan
Baca selengkapnya
Jejak Monster [6]
Namun, tentu saja sebelum bisa leluasa mengobrol dengan Ika, salah satu orang yang berjasa menemani Amara di saat-saat terendahnya, harus ditunda. Merry sama gembiranya dengan Amara saat melihat Ika. Karena perempuan itu mengaku belum makan, Merry memaksa Ika untuk makan malam di dapur sendirian. Sementara Merry menagih janji Amara untuk membahas tentang Cello.“Tadi kamu ketemu Cello di kampus?” todong Merry begitu Amara menutup pintu kamarnya. Gadis itu duduk di tepi ranjang, meminta ibunya melakukan hal yang sama. Merry yang awalnya berdiri di dekat meja rias, pindah ke sebelah kanan putrinya.“Iya, Ma. Dia minta maaf dan segala macamnya. Aku nggak mendengar semua kata-katanya karena aku keburu ketakutan.” Amara bergidik ngeri membayangkan lagi apa yang terjadi tadi siang. Dia menuturkan secara ringkas apa yang terjadi. Merry mendengarkan dengan wajah pucat pasi.“Cello kok bisa nekat datang ke kampusmu? Apa dia udah lupa sama pe
Baca selengkapnya
Jejak Monster [7]
Ada kelegaan yang memenuhi dada Amara setelah berbagi satu lagi rahasia yang disimpannya pada Merry. Ibunya tampak sangat terkejut dan sempat kehilangan kata-kata selama beberapa saat.“Kenapa kamu baru bilang sekarang?” ulang Merry, tak habis pikir.“Alasannya ya kayak kubilang tadi, Ma,” sahut Amara. “Aku sendiri harus bergulat dengan masalahku. Untuk sementara nggak mau peduli sama omongan yang nggak penting walau cukup bikin terpukul juga. Aku harus punya skala prioritas.”“Kalau Amara Mama tau sejak awal soal Ayu, pasti sejak lama kita akan punya asisten rumah tangga yang lain,” kata Merry. Perempuan itu beranjak dari tepi ranjang. Dia emngelus pundak Amara. “Lain kali, apa pun yang terjadi, kamu harus cerita sama Mama.”Amara mengangguk tanpa bicara apa pun.“Sekarang, Mama mau membereskan beberapa hal serius. Pertama, Mama harus menghubungi keluarga Cello. Kedua, Mama juga aka
Baca selengkapnya
Remedi [1]
Tatkala Brisha dan Sophie mendengarkan cerita Amara dengan ekspresi serupa : kaget. Sophie bahkan melongo entah berapa lama hingga Amara menggerakkan tangan di depan wajah gadis itu. Barulah kemudian Sophie berkedip dan mulai mengoceh.“Cowok bajingan itu berani menampakkan dirinya di kampus? Sengaja mendatangi kamu di tempat parkir? Betul-betul cari mati, ya? Pengin banget kutonjok mukanya sampai babak belur dan nggak bisa dikenali sama keluarganya lagi. Dasar setan!”Tidak ada yang menegur Sophie karena kata-katanya yang tidak sopan.“Ya,” balas Amara dengan wajah lelah. “Untungnya Ji Hwan tin ak bertanya apa-apa. Kurasa, dia mulai menduga kalau aku sudah gila.” Mereka bertiga duduk di bangku beton yang berada di dekat musala. Brisha masih punya satu mata kuliah lagi, sementara Amara dan Sophie sudah selesai. Namun Amara memanfaatkan waktu untuk berbagi tentang apa yang dialaminya pada Brisha dan Sophie. Dia sengaja tak memb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
29
DMCA.com Protection Status