Beranda / Romansa / Wonderstruck / Jejak Monster [5]

Share

Jejak Monster [5]

Penulis: Indah Hanaco
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-13 11:58:46

“Mara, Mobilmu kenapa? Mogok, ya?” tanya Merry malam harinya. Mereka sedang makan malam berdua. Amara yakin, ibunya mendapat laporan dari orang di rumah kalau tadi dia pulang tanpa membawa mobil. Tepatnya Ayu. Bukan sesuatu yang keliru, tapi jika sudah menyangkut perempuan itu, kekesalan Amara gampang terpancing. Padahal, dulu hubungan gadis itu dengan Ayu baik-baik saja. Hingga Amara tak sengaja mendengar obrolan Ayu via ponsel entah dengan siapa.

“Ya,” Amara berdusta.

“Sudah dibawa ke bengkel?”

Amara merespons tanpa pikir panjang. Mengarang cerita tentu saja. “Belum, Ma. Kata temanku cuma ada kabel yang longgar. Bukan masalah serius.”

Amara kembali tertunduk, berpura-pura meruahkan konsentrasi pada makanan di piringnya. Hanya ada dirinya dan sang ibu di dapur.

“Siapa cowok yang mengantar mobilmu tadi? Ayu bilang, dia belum pernah ngeliat orang itu.” Merry bersuara lagi.

Itu pertan

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wonderstruck   Jejak Monster [6]

    Namun, tentu saja sebelum bisa leluasa mengobrol dengan Ika, salah satu orang yang berjasa menemani Amara di saat-saat terendahnya, harus ditunda. Merry sama gembiranya dengan Amara saat melihat Ika. Karena perempuan itu mengaku belum makan, Merry memaksa Ika untuk makan malam di dapur sendirian. Sementara Merry menagih janji Amara untuk membahas tentang Cello.“Tadi kamu ketemu Cello di kampus?” todong Merry begitu Amara menutup pintu kamarnya. Gadis itu duduk di tepi ranjang, meminta ibunya melakukan hal yang sama. Merry yang awalnya berdiri di dekat meja rias, pindah ke sebelah kanan putrinya.“Iya, Ma. Dia minta maaf dan segala macamnya. Aku nggak mendengar semua kata-katanya karena aku keburu ketakutan.” Amara bergidik ngeri membayangkan lagi apa yang terjadi tadi siang. Dia menuturkan secara ringkas apa yang terjadi. Merry mendengarkan dengan wajah pucat pasi.“Cello kok bisa nekat datang ke kampusmu? Apa dia udah lupa sama pe

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-13
  • Wonderstruck   Jejak Monster [7]

    Ada kelegaan yang memenuhi dada Amara setelah berbagi satu lagi rahasia yang disimpannya pada Merry. Ibunya tampak sangat terkejut dan sempat kehilangan kata-kata selama beberapa saat.“Kenapa kamu baru bilang sekarang?” ulang Merry, tak habis pikir.“Alasannya ya kayak kubilang tadi, Ma,” sahut Amara. “Aku sendiri harus bergulat dengan masalahku. Untuk sementara nggak mau peduli sama omongan yang nggak penting walau cukup bikin terpukul juga. Aku harus punya skala prioritas.”“Kalau Amara Mama tau sejak awal soal Ayu, pasti sejak lama kita akan punya asisten rumah tangga yang lain,” kata Merry. Perempuan itu beranjak dari tepi ranjang. Dia emngelus pundak Amara. “Lain kali, apa pun yang terjadi, kamu harus cerita sama Mama.”Amara mengangguk tanpa bicara apa pun.“Sekarang, Mama mau membereskan beberapa hal serius. Pertama, Mama harus menghubungi keluarga Cello. Kedua, Mama juga aka

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-14
  • Wonderstruck   Remedi [1]

    Tatkala Brisha dan Sophie mendengarkan cerita Amara dengan ekspresi serupa : kaget. Sophie bahkan melongo entah berapa lama hingga Amara menggerakkan tangan di depan wajah gadis itu. Barulah kemudian Sophie berkedip dan mulai mengoceh.“Cowok bajingan itu berani menampakkan dirinya di kampus? Sengaja mendatangi kamu di tempat parkir? Betul-betul cari mati, ya? Pengin banget kutonjok mukanya sampai babak belur dan nggak bisa dikenali sama keluarganya lagi. Dasar setan!”Tidak ada yang menegur Sophie karena kata-katanya yang tidak sopan.“Ya,” balas Amara dengan wajah lelah. “Untungnya Ji Hwan tin ak bertanya apa-apa. Kurasa, dia mulai menduga kalau aku sudah gila.” Mereka bertiga duduk di bangku beton yang berada di dekat musala. Brisha masih punya satu mata kuliah lagi, sementara Amara dan Sophie sudah selesai. Namun Amara memanfaatkan waktu untuk berbagi tentang apa yang dialaminya pada Brisha dan Sophie. Dia sengaja tak memb

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-14
  • Wonderstruck   Remedi [2]

    “Ini mata kuliah yang untuk sekadar lulus pun sangat sulit. Tahun depan kalian akan merasakannya sendiri,” sergah Brisha, setengah menyumpah. “Hati-hati menyetirnya, Mara! Kalau melihat ada si Monster, tabrak aja.” Gadis itu melambai setelah menggumamkan peringatannya. Amara dan Sophie berjalan ke arah yang berbeda.“Sebenarnya, aku pengin banget ngalamin satu masa, saat kita bisa bergosip tentang cowok-cowok keren,” Sophie bicara lagi. Makin lama Amara kian kebal dengan celotehan gadis itu yang kadang terkesan seenaknya. Sophie punya cara aneh untuk menghiburnya. Dan Amara sudah lama berhenti mengajukan protes atau keberatan.“Nanti, kalau aku udah siap mental,” cetus Amara dengan suara datar. “Yang jelas, bukan dalam waktu dekat. Satu-satunya....”Sophie memandang ke arah Amara dengan kening berlipat saat gadis itu tidak melanjutkan kalimatnya. Tatapan mata Amara tertuju ke satu titik, dan wajahnya be

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-14
  • Wonderstruck   Remedi [3]

    Wajah Amara terasa memanas karena ucapan Sophie itu. “Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa. Kamu kira aku tidak malu kalau ingat bagaimana responsku tiap kali berada di dekat Pak Reuben? Seharusnya aku bisa lebih sopan, kan?” komentarnya tanpa daya.Sophie memeluk lengan Amara dengan gaya akrab. Gadis itu tertawa kecil. “Tapi susah juga sih, Mara. Kesopanan itu kadang membelenggu dan membuat seseorang tidak nyaman. Ah, peduli amat! Yang penting kamu bahagia, tidak merugikan orang lain, dan nggak melanggar hukum. Jadi, santai aja.”“Andai aku bisa bahagia dengan bersikap ketus, alangkah indahnya hidup ini,” keluh Amara. “Tapi, yang terjadi pasti malah dibenci dan jadi sampah masyarakat.”Mereka sudah tiba di pelataran parkir. Amara bisa merasakan ketegangan mengambil alih tubuhnya tanpa bisa dikendalikan. Matanya bergerak cepat, memindai setiap figur yang ada di sana. Jantung Amara berdegum-degum, karena cemas

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • Wonderstruck   Remedi [4]

    Amara mulai optimis bahwa dia akan bisa bersikap normal seperti dirinya yang dulu. Mungkin tak benar-benar normal tapi minimal mendekati. Dia sangat ingin bisa mengobrol dengan lawan jenis dengan santai tanpa dibanjiri keringat dingin atau jari-jari yang gemetar. Juga tanpa harus berlama-lama mengisap lolipop demi mengalihkan sebagian konsentrasi.Amara tahu bahwa dirinya juga harus pelan-pelan belajar untuk memandang bahwa tak semua laki-laki akan menjahatinya. Itu hal yang sulit meski gadis itu paham dengan teorinya. Bahwa tak boleh main pukul rata, satu kejahatan dianggap mewakili suatu komunitas.“Ji Hwan itu baik, ya?” komentar Sophie lagi. “Eh, aku nggak punya maksud apa-apa dengan komenku tadi. Aku cuma mau bilang, dia nggak keberatan bantuin kamu. Itu poin plus, kan? Apalagi kamu sendiri bilang, Ji Hwan nggak banyak tanya.”“He-eh. Walau kemarin itu tingkahku mirip orang gila, Ji Hwan tetap tenang dan nggak ketakutan,”

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-17
  • Wonderstruck   Ulang Tahun [1]

    “Mara....”Lamunan Amara kocar-kacir karena suara yang menyebut nama kesayangannya itu. Amara menghentikan langkah dan baru menyadari kalau dia sedang berdiri berhadap-hadapan dengan si jangkung Ji Hwan. Cowok itu menghadiahinya seulas senyum yang masuk kategori menawan.“Halo, Ji Hwan,” balas Amara, berusaha santai. Tangan kanannya nyaris merogoh tas untuk mencari lolipop. Namun entah kenapa Amara tidak ingin Ji Hwan makin memandangnya sebagai gadis aneh. Sudah terlalu banyak keganjilan yang dilakukannya di depan cowok itu.“Kamu kuliah jam berapa?” tanya Ji Hwan lembut. Pertanyaan itu membuat Amara melirik ke arah jam tangannya.“Kurang lebih dua puluh menit lagi. Ini aku mau ke kantin dulu, sudah ditunggu Sophie. Dia baru datang karena memang tak ada kuliah pagi,” urai Amara.“Oh. Nanti malam kamu ada acara, Mara?” tanya Ji Hwan blak-blakan.“Nanti malam?” ulang

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-18
  • Wonderstruck   Ulang Tahun [2]

    Amara tidak sanggup bicara hingga akhirnya dia memilih menganggukkan kepala saja. Gadis itu tidak mau mengambil risiko Ji Hwan mendengar suaranya yang tercekik. Pita suara Amara tampaknya selalu mengalami masalah serius tiap kali berdekatan dengan kaum berhormon testosteron. Terutama Ji Hwan.Sepanjang siang, Amara tidak benar-benar menyadari apa yang terjadi. Entah berapa kali Sophie menyikutnya karena tenggelam dalam lamunan. Kali ini Amara bahkan tidak mengajukan protes meski sikutan Sophie yang membuatnya meringis. Otaknya terlalu penuh oleh gema ajakan Ji Hwan tadi.“Kamu kenapa? Dari tadi melamun melulu,” bisik Sophie saat kuliah akhirnya berakhir. Amara membereskan buku-bukunya tanpa menoleh.“Nggak ada apa-apa,” jawabnya.“Apa kamu ketemu sama si Monster itu lagi?” tanya Sophie, terdengar cemas.“Nggak, kok! Seharian ini aku malah nggak mikirin dia. Tadi pun pas datang ke kampus, agak lupa celinguka

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-18

Bab terbaru

  • Wonderstruck   Epilog

    Amara sering mendengar kalimat tentang cinta yang bisa mengubah hidup seseorang dengan drastis. Dan selama ini dia kerap mencibir, tidak memercayai hal itu sama sekali. Baginya, orang-orang yang sedang jatuh cinta itu cuma melebih-lebihkan saja.Akan tetapi, kini cibirannya itu justru berbalik menyerang Amara. Menjadi bumerang yang membuatnya jengah. Jika boleh jujur, Amara bahkan tidak tahu kalau efek cinta yang dirasakannya itu ternyata jauh lebih besar dibanding bayangan gadis itu. Amara mengira hidupnya sudah remuk dan takkan bisa lagi kembali normal. Bahagia itu cuma sebuah mimpi lancang yang terlarang untuknya.Hingga Seo Ji Hwan hadir dalam dunianya, memainkan sihir ajaib yang tidak pernah terduga.Membuka hatinya lagi untuk Ji Hwan setelah tahu siapa cowok itu, sama sekali tidak mudah. Akan tetapi, memaksa Ji Hwan menjauh dan membiarkan cowok itu lenyap dari hidup Amara selamanya, jauh lebih tidak tertanggungkan. Cinta Amara untuk cowok itu sudah bertumb

  • Wonderstruck   My Other Half [7]

    Kata-kata Ji Hwan itu mengejutkan Amara. Dia pun merespons. “Pasti itu melibatkan cewek yang namanya Rita tadi,” tebak Amara dengan perasaan terganggu. Cemburu.“Memang iya,” aku Ji Hwan dengan jujur. Pengakuan itu membuat Amara berjengit.“Dan tadi dia menggandengmu dengan mesra,” Amara menahan diri agar tidak mengomel panjang. “Aku dan Sophie ngeliat semuanya.”“Dia memang menggandengku, Mara. Tapi seingatku, buru-buru kulepaskan. Nggak ada yang bisa dianggap ‘mesra’ di situ,” ralat Ji Hwan. Kedua tangannya terangkat dan membuat tanda petik di udara. “Kalau memang kamu secemburu itu, seharusnya kamu nggak pernah ngelepasin aku,” dia menambahkan.Amara menoleh ke kanan, mengira akan melihat Ji Hwan tersenyum jail. Namun ternyata tidak. Ji Hwan terlihat sangat serius dengan kata-katanya. Matanya yang agak sipit itu menatap Amara dengan kesungguhan yang luar biasa.

  • Wonderstruck   My Other Half [6]

    Ji Hwan tertawa geli. Amara benar-benar merasa lega karena akhirnya bisa melihat cowok itu tergelak lagi. Lesung pipitnya begitu menyihir. Amara sekarang baru menyadari betapa dia sangat merindukan Ji Hwan. Dia tidak tahu bagaimana selama ini bisa bertahan, bahkan sampai bersikap memusuhi cowok itu. Amara pun tak sudi mendengar semua pembelaan diri dari Ji Hwan.“Sophie juga udah ngingetin aku tentang kamu yang gengsi banget untuk mengakui perasaanmu sama aku,” aku Ji Hwan.Amara mendesah tak berdaya. “Kalau nanti ketemu Sophie, aku akan menjahit mulutnya,” ucap gadis itu. “Dia sama sekali nggak bisa menjaga rahasia.”Ji Hwan tertawa kecil. “Sophie nggak punya maksud jelek. Dia cuma ingin membantu kita berdua,” katanya. “Heartling, bisa nggak sih, kita berhenti berantem dan ngucapin kata-kata yang nyakitin hati? Aku beneran jatuh cinta sama kamu. Aku menyesali semua yang harus kamu alami. Aku lebih nyesal lag

  • Wonderstruck   My Other Half [5]

    Wajah Amara menghangat. Kata-kata Ji Hwan itu membuatnya jengah. Dia sempat mengerjap sambil menatap sang mantan, tak yakin bagaimana Ji Hwan tampak berbeda dibanding kemarin. Hari ini, Ji Hwan tampak lebih santai dan bisa mengucapkan kata-kata yang mengejutkan. Meski tak terlihat lesung pipitnya yang begitu disukai Amara.“Kenapa aku harus cemburu?” Amara mengerutkan glabelanya. “Ji Hwan, kita beneran konyol banget karena ngebahas hal-hal yang nggak penting. Sekarang, balik ke masalah yang sebenarnya. Kamu ngajak aku ke sini untuk ngebahas apa?” tanya Amara. Dia berusaha bersikap setenang mungkin meski nyatanya jantung Amara terasa menggila lagi.“Bukannya kamu merindukanku?” Ji Hwan malah balas bertanya. Pertanyaan itu begitu mengejutkan, seperti bom yang dijatuhkan di keheningan malam.“Apa?” Amara yakin dia sudah salah dengar.Ji Hwan menjawab dengan sabar. Nada sinis yang tadi tertangkap di telinga Amar

  • Wonderstruck   My Other Half [4]

    “Kamu sakit ya, Mara? Wajahmu agak pucat,” cetus Ji Hwan dengan napas memburu. Menurut tebakan Amara, cowok itu pasti berlari saat kembali ke tempatnya menunggu.“Aku nggak sakit.” Seisi dada Amara dipenuhi permohonan, berharap Ji Hwan mau memanggilnya “Heartling” lagi. Permohonan yang tidak mampu dilisankan Amara di depan cowok itu. Sesaat kemudian, gadis itu memarahi dirinya sendiri. Memangnya apa yang diharapkannya? Ji Hwan sudah melakuakan segalanya untuk mempertahankan Amara. Akan tetapi, Amara sendiri yang menolak Ji Hwan berkali-kali.Ji Hwan melihat ke arah jam tangannya. “Kita bisa pergi sekarang? Atau kamu mau makan siang dulu?”Amara menggeleng. “Aku nggak lapar.”Setelahnya, gadis itu berjalan bersisian dengan Ji Hwan menuju tempat parkir motor di fakultas cowok itu. Tak ada yang membuka mulut. Amara pun sama sekali tidak berkomentar saat mantan pacarnya menyerahkan sebuah helm kepada

  • Wonderstruck   My Other Half [3]

    Namun Amara tidak mampu mensterilkan diri dari perasaan senang saat melihat Rita menjadi salah tingkah dengan wajah agak pias. Mereka saling sapa dengan canggung. Amara juga merasa lega karena Ji Hwan tidak mengoreksi kata-kata Sophie tadi.Kurang dari tiga menit kemudian Rita pamit dengan alasan harus masuk kelas. Tak lama kemudian Sophie pun menyusul. Tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu menyesali caranya mengintimidasi Rita. Sophie malah terkesan puas dengan kelakuannya barusan. Kini, yang tinggal hanya Amara, berdiri berhadapan dengan mantan pacarnya dengan canggung. Gadis itu memindahkan berat badannya dari kaki kanan ke kaki kiri. Tidak ada yang bicara hingga berdetik-detik. Sementara mahasiswa berlalu-lalang di sekitar mereka.“Amara, kenapa belum pulang? Masih ada kuliah, ya?”Tanpa melihat pun Amara tahu bahwa Reuben yang barusan menyapanya. Dosennya itu berhenti sambil menatap Amara. Berdiri di depan dua pria yang pernah menjanjikan hati m

  • Wonderstruck   My Other Half [2]

    Amara belum pernah merasakan siksaan luar biasa saat mengikuti kuliah. Ji Hwan yang sudah memperkenalkannya pada perasaan asing yang membuatnya tak berdaya itu. Amara mengutuki waktu yang melamban dan jarum jam yang seakan tidak bergerak. Seolah-olah waltu membeku begitu saja.“Mara, bisa duduk diam nggak, sih?” protes Sophie. “Kalau kamu bergerak-gerak terus di kursimu, mungkin bakalan dikira kena wasir.”Kalimat seenaknya dari Sophie itu membuat Amara menendang kaki sahabatnya dengan gerakan pelan. Sophie malah terkikik geli dan buru-buru menundukkan wajah agar tak ketahuan dosen sedang tertawa.“Pasti kamu udah nggak sabar pengin buru-buru keluar dari sini, kan?” tebak Sophie ketika akhirnya kelas berakhir. Seringai jailnya tidak mampu membuat perasaan Amara membaik. “Tersiksa banget kan, Mara?”Amara mengabaikan gurauan sahabatnya. “Sophie, nanti kalau ketemu Ji Hwan, aku harus ngomong apa? Aku ben

  • Wonderstruck   My Other Half [1]

    Amara melangkah pelan dengan kepala tertunduk. Sophie menggandeng lengan kanannya. Setelah menghabiskan waktu di kantin, mereka akhirnya menuju ruang kelas. Perkuliahan akan dimulai sekitar sepuluh menit lagi. Perbincangan Amara dan Sophie tidak mendapat titik temu seputar jalan keluar untuk soal Ji Hwan. Amara sudah kehilangan semangat. Dia yakin, kini dia merasakan patah hati dalam arti sebenarnya.Amara tahu, rasa sakit yang harus ditanggungnya pasti tak akan ringan. Setelah semua kemarahannya mereda dan akal sehat yang berbicara, pastilah rasanya berbeda dibanding malam tahun baru itu. Saat dia memutuskan hubungan dengan Ji Hwan tanpa perasaan.“Kamu terlalu jauh dijajah gengsi. Itu kebiasaan jelek, Mara. Gengsi itu perlu tapi ya harus pada tempatnya. Kalau memang....” Sophie tidak melanjutkan kalimatnya.Heran karena Sophie tak lagi bicara, Amara berujar, “Silakan terus mengejek dan menceramahiku. Masa sih kamu udah capek? Kayaknya ini bar

  • Wonderstruck   Biar Hati Bicara [8]

    Sophie sudah digariskan menjadi orang yang tak mudah dipuaskan. Dan meski sudah ikut melihat adegan tadi, gadis itu merasa bahwa reaksi Amara terlalu berlebihan. Cemburu yang tidak pada tempatnya. Bagi Sophie, tak seharusnya semangat Amara melempem begitu saja. Gadis itu tanpa sungkan mengutarakan opininya.“Katanya rindu, tapi udah langsung nyerah cuma karena ngeliat ada pengagum Ji Hwan yang lagi usaha untuk narik perhatian,” sindirnya. Sophie tidak menyembunyikan rasa gelinya. Tawanya menyusul kemudian, membuat Amara merengut sekaligus kesal.“Aku nggak cemburu, kalau itu yang kamu maksud,” balas Amara, defensif.Sophie mengabaikan kata-kata Amara. “Kamu ingat nama cewek itu? Rita kan, ya?”Amara berusaha keras menggali memorinya tapi gagal total. “Entahlah, aku sama sekali nggak ingat. Cuma kenal mukanya doang.”“Hmmm, aku maklum, sih. Sebelum ini, kamu terlalu asyik berdua sama Ji Hwan, sih

DMCA.com Protection Status