Home / Romansa / Runaway Bridesmaids / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Runaway Bridesmaids: Chapter 1 - Chapter 10

87 Chapters

Permintaan Gila

"Ayolah, Anya. Aku tau kamu naksir setengah mampus sama Arkana," kataku seraya mengedipkan sebelah mata.  Aku tahu bagaimana dia tidak mampu menahan reaksi setiap Arkana datang ke rumah. Mungkin karena mereka sejak dahulu ada di fakultas dan kelas yang sama. Anehnya, Arkana justru berbalik dan memberiku limpahan perhatian.  Ah, lelaki itu terlalu lurus dan tak menantang. Aku lebih suka berpetualang dari satu lelaki ke lelaki lainnya. Mencicipi indahnya romansa cinta tanpa harus terikat hubungan "wajib lapor". Iya, pacaran bagiku hanyalah status wajib lapor. Membosankan. Apalagi kalau lelaki yang berstatus pacar mulai cemburu dan curiga, aku pasti langsung meminta putus.  "Apa, sih, Aline! Jangan menggodaku! Jelas-jelas Arkana hanya mencintaimu sedari awal kita matrikulasi. Dia seperti memakai kacamata kuda. Kepincut setengah gila."  "Hei, my lovely twin, the most beautiful girl in the world, Zanna Kiranya, lelaki lempeng be
Read more

Lelaki Berlumur Madu

Bram meminta supirnya untuk membawa mobilku ke apartemen. Berada satu mobil dengannya, membuatku salah tingkah. Pendingin udara seolah tak mampu mengusir renjana yang meletup di dada. Lelaki ini mampu membakar hanya dengan beradu pandang. Ingatanku melayang saat pertama kali mengenalnya. Mirip kisah sinetron, aku tak sengaja bertabrakan dengannya di eksekutif lounge. Ternyata tujuan kami sama, Bali. Bedanya dia pergi untuk urusan kantor, aku hendak menyusul kekasih hati yang merajuk karena batal berangkat liburan berdua. Pagi itu Mami tiba-tiba muncul dan berulah.Aku suka perpaduan antara parfum musk, sandalwood dengan aroma tembakau yang menguar kuat. Rahang kokoh yang ditumbuhi bulu-bulu halus, hidung mancung dan tatapan setajam mata elang, seperti pahatan patung malaikat.Rasa bersalah pada kekasih, menguap begitu saja. Jiwa petualang cintaku bergelora. Rasanya terlalu sayang untuk dilewatkan bisa berkenalan dengan lelaki
Read more

Menjadi Nyonya Bram

Aku menghubungi Papi, memintanya datang ke apartemen tanpa sepengetahuan Mami. Jika hanya ijab kabul, aku yakin Papi akan menyetujuinya. "Aline, ini gila. Kamu meminta Papi untuk menikahkan kalian saat ini juga. Sementara tanggal pernikahan kamu sudah ditetapkan. Lelucon apa ini?" "Papi, Anya mencintai Arkana sejak awal kami kuliah. Apa mungkin Aline tega melihat Anya kehilangan satu-satunya cinta, Papi?" Aku mengandalkan kemampuan merayu yang biasanya ampuh. Lelaki tersayang di hadapan ini, tidak pernah menolak apa pun yang aku inginkan. Mungkin itu sebabnya kenapa aku sering berbuat sesuka hati, karena ada Papi yang selalu membela. Papi menghela napas panjang. "Kamu ini, selalu bisa membuat Papi mengikuti keinginan sekonyol apa pun itu. Mana lelaki itu? Suruh menghadap Papi!" "Ayo kita langsung naik ke atas, Pi. Mereka sudah menunggu Papi." Aku
Read more

Malam Pertama

Saat berkeliling butik, aku memilih untuk menyelinap dan memilih lingerie. Dalam imajinasi liar yang aku punya, pernah terlintas di pikiran untuk memakainya di depan lelaki yang tepat. Aku membeli dalam jumlah banyak, aneka model dan warna. Sengaja untuk kado juga, karena aku ingat Zanna.Aku merasa lucu, membayangkan Arkana melihat Zanna memakai benda kurang bahan ini di depannya. Memang, kepribadian Zanna berbanding terbalik denganku. Mungkin saja Arkana akan terkejut melihatnya, lalu lupa diri dan takluk pada pesona saudari kembarku itu.Gegas, aku beranjak ke bagian lain dalam butik. Aku melihat sepatu boots dan segera mencobanya. Setelah puas berbelanja, aku memindai sekeliling, mencari Bram. Ternyata sedang sibuk dengan ponselnya."Honey, aku sudah selesai belanja." "Wait a minute, Sir." Bram mengeluarkan dompet dan meraih sebuah kartu, "pakai ini, Babe." Aku
Read more

Hot Husband

Aku terbangun karena merasa geli. Saat membuka mata, Bram sedang menggesekkan jambangnya ke pipiku."Morning, Sleeping Beauty. Boboknya nyenyak amat. Mandi yuk, kita harus ke bandara segera."Aku menggeliat. "Gendong." "Boleh, tapi resiko ditanggung sendiri, ya? Aku sudah mandi. Gak masalah kalau harus keramas bareng kamu lagi," goda Bram.Wajahku terasa panas, membayangkan tubuhnya berada di bawah pancuran air yang sama.Astaga, sepagi ini otakku bahkan sudah tercemar. Aku menggigit bibir bagian bawah, ciri khas kalau sedang gelisah."Hei, jangan seperti itu! Kamu terlihat sangat menggoda. Aku jadi ingin membatalkan meeting dan berbagi peluh bersamamu." Gegas, aku turun dan berlari menuju kamar mandi. Sebelum menutup pintu, aku masih bisa mendengar Bram tertawa terbahak-bahak.Konyol memang, aku yang biasanya menaklukkan hati lelaki, justru terbal
Read more

Feel Insecure

Setelah makan siang, aku kembali ke kamar, sengaja menyiapkan kejutan dan berdandan lagi. Saat sedang mematut diri di depan cermin, ponselku berdering. Aku tidak tahu harus bahagia atau bersedih karena tender itu. Bram memang memenangkannya, tapi itu artinya kami harus terpisah selama tiga bulan. Aku baru diberitahukan tentang hal ini. Tidak mungkin aku meninggalkan perusahaan dalam jangka waktu selama itu. Mami pasti akan mengamuk.Setengah jam kemudian, Bram kembali, tetapi langsung sibuk melakukan telekonfrensi dengan stafnya. Sementara aku memilih bersembunyi di balik selimut. Sia-sia rasanya menyiapkan kejutan dengan memakai lingerie berwarna merah darah dan high heels senada.Apalagi dalam waktu sebulan ke depan, mana mungkin aku menghilang. Arkana pasti curiga. Aku tidak mau Zanna terkena imbasnya. Kembaranku itu harus menikah dengan pria yang sangat dicintainya. Takkan kubiarkan lelaki itu lolos.
Read more

Zanna, My Twin

Tiga hari bukan waktu yang lama jika dihabiskan bersama orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Berkeliling Sentosa Island, Orchard Road, mengunjungi tempat wisata, berbelanja dan berbagi peluh dengannya di malam hari juga keesokan paginya, membuatku jatuh sakit.  Bram bilang akan membatalkan semua agenda penting demi merawatku. Hanya saja rasanya aku enggan menjadi beban, sehingga lebih memilih untuk pulang ke rumah, bukan ikut ke apartemen Bram. Aku rindu suasana kamar yang beraroma stroberi, juga Zanna."Aline, kamu kenapa?" Zanna menyerbu masuk saat aku menyeret koper ke kamar."Demam." Zanna sibuk menelepon dokter keluarga untuk segera datang ke rumah. "Kamu di apain sama si Don Juan sampe demam begini? Sakit banget ya, pas belah durennya?" Astaga, ini anak. Kakaknya lagi demam, malah bahas belah duren. Otak durjanaku mulai bereaksi membayangkan
Read more

No Way Back

Pengaruh obat ternyata mampu membuatku tertidur sejenak, nyeri di kepala sudah berkurang drastis.  Saat membuka mata, Zanna sedang berbaring di sebelahku, main game. Kebiasaan kalau salah satu dari kami ada yang jatuh sakit, pasti yang sehat menemani dan merawat. Saling menjaga, karena Mami tak pernah lagi ada. "Anya, maaf ya. Aku memang sengaja memblokir nomor telepon Arkana. Ya gak mungkin di saat aku lagi ehem sama Bram, dia nelepon kayak biasa. Dih, males."  Zanna memandangi aku dengan tatapan yang sedikit mengkhawatirkan. "Arkana gak pernah segetol itu nelponin aku, Sissy."  Astaga, ia malah mellow. Duh, cinta bertepuk sebelah tangan mengenaskan juga ternyata. Mata Zanna langsung berkaca-kaca lagi. Sebagai kakak yang baik, hatiku serasa diiris-iris melihatnya. "Maaf, Nya. Gak maksud nyakitin kamu, sih. Itu tadi niatnya cuma mo jelasin doan
Read more

Kejutan yang Mengejutkan

"Mau ke mana, Line?"  "Pulang ke apartemen suami," jawabku. "Yakin? Kamu masih pucat loh, Sissy. Aku anterin, ya. Sekalian aku kenalan sama Mas Bewok."  "Boleh juga. Oiya, bantu aku bongkar koper bentar. Aku harus memilah pakaian yang mau dibawa ke sana." "Okey, Sissy."  Zanna bersimpuh dan membantuku membongkar. Ah iya, lingerie hadiah untuknya sekalian saja aku berikan hari ini. "Ini ada kado. Em ... bukanya nanti, pas udah resmi jadi istrinya Arkana. Deal?"  "Kok aku curiga sama isi kado ini?"  Sekuat tenaga aku menahan senyum. Kami kembar, tentu ada ikatan batin yang tak bisa dijelaskan.  "Jangan buruk sangka. Tak baik. Hadiah ini bisa buat Arkana luluh sama kamu. Dijamin!" Gaya bicaraku sudah mirip sales panci sepertinya.  "Terima kasih,
Read more

Kecemasan Tak Berdasar

Gontai, aku menyeret langkah kembali naik ke tempat tidur. "Ada apa, Sissy? Kenapa wajahmu muram dari tadi? Apa yang terasa sakit?" tanya Zanna cemas. "Apa kamu tidak bertemu dengan perempuan bertubuh mungil tadi? Papasan di lift?"  "Ada. Aku sempat melihat sepintas di koridor, sebelum dia belok ke lift. Kenapa?"  "Itu sekretaris pribadinya Bram. Saat aku mengetuk pintu tadi, perempuan itu yang membukakan." "Mungkin ada hal penting yang harus dibicarakan, Sissy. Jangan mikir jelek dulu! Dari pengamatanku sepintas tadi, keliatan banget kalau Bram itu cinta mati sama kamu." Aku menghembuskan napas kesal. Zanna ini memang tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain. Semua ia anggap baik dan lurus sepertinya.  "My twin, mereka pernah pacaran. Putus karena Bram mengenalku."  Mulut Zanna membulat semp
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status