Home / Romansa / Runaway Bridesmaids / Permintaan Gila

Share

Runaway Bridesmaids
Runaway Bridesmaids
Author: Lysa_Yovita22

Permintaan Gila

Author: Lysa_Yovita22
last update Last Updated: 2021-02-04 15:37:47

"Ayolah, Anya. Aku tau kamu naksir setengah mampus sama Arkana," kataku seraya mengedipkan sebelah mata. 

Aku tahu bagaimana dia tidak mampu menahan reaksi setiap Arkana datang ke rumah. Mungkin karena mereka sejak dahulu ada di fakultas dan kelas yang sama. Anehnya, Arkana justru berbalik dan memberiku limpahan perhatian. 

Ah, lelaki itu terlalu lurus dan tak menantang. Aku lebih suka berpetualang dari satu lelaki ke lelaki lainnya. Mencicipi indahnya romansa cinta tanpa harus terikat hubungan "wajib lapor".

Iya, pacaran bagiku hanyalah status wajib lapor. Membosankan. Apalagi kalau lelaki yang berstatus pacar mulai cemburu dan curiga, aku pasti langsung meminta putus. 

"Apa, sih, Aline! Jangan menggodaku! Jelas-jelas Arkana hanya mencintaimu sedari awal kita matrikulasi. Dia seperti memakai kacamata kuda. Kepincut setengah gila." 

"Hei, my lovely twin, the most beautiful girl in the world, Zanna Kiranya, lelaki lempeng begitu, cocoknya ya sama kamu. Pasti kalian bakalan langgeng. Sama-sama pemakai kacamata kuda." Aku mengelak saat Zanna melempar bantal.

"Dia tidak mencintai aku, Aline. Mana mungkin aku mau menikah dengannya," keluh Zanna.

"Dia akan jatuh cinta padamu, Sayang. Kamu memiliki semua kriteria untuk dicintai sepenuh hati oleh Arkana. Ayolah, aku tidak mungkin terpasung oleh ikatan pernikahan seumur hidup. Membayangkannya saja aku sudah merinding!" 

Zanna mendesah. Aku tahu dia pasti setuju mengambil alih peran untuk menikah dengan Arkana. Selama ini dia diam-diam menulis surat cinta, bahkan sampai mengigau menyebut nama lelaki itu. 

"Bagaimana kalau dia marah dan membatalkan pernikahan?" 

"Tidak mungkin. Dia akan menikahi kamu, demi Tante Mayang. Ayolah, Anya, aku ada janji dengan Bram, tiket bulan madu ke Bali sudah menanti." Aku mendesah. 

"Apa kamu yakin, Aline? Bram itu bukan lelaki yang tepat untuk kamu. Dia terlalu Don Juan!"

"Justru karena dia Don Juan, aku klepek-klepek. Ah, aku jadi membayangkan bagaimana gayanya saat kami berciuman."

Lagi, Zanna melempar bantal dan aku tak sempat mengelak. Aku tertawa lebar. Zanna itu perempuan yang memegang teguh prinsip, pacaran hanya dengan lelaki yang resmi menjadi suami. Sepanjang hidup, dia hanya jatuh cinta pada Arkana saja.

"Aku akan mencoba untuk memberi pengertian pada Arkana, ya. Kalau kamu belum mau menikah dengannya." 

"Astaga, aku ini sedang membuka jalan untukmu menikah dengan satu-satunya lelaki yang pernah mengisi mimpi. Ayolah, Anya, aku akan kabulkan apa pun yang kamu mau," pintaku.

Zanna menghela napas berat. Namun, raut wajahnya terlihat tak bisa menutupi rasa cinta yang menguar kuat. Menikah dengan Arkana pasti sudah lama ia impikan.

"Baiklah. Kamu berhutang satu permintaan padaku, ya!" 

Aku memekik keras dan menghambur ke pelukannya. "Aku melakukan ini karena gak tega. Itu tumpukan surat cinta biar ada gunanya." 

Zanna menggelitiki pinggangku. Titik kelemahan yang aku punya. Kami tertawa sampai berurai air mata. Aku memeluknya erat. Terbayang masa kecil kami yang menyenangkan dan penuh cinta. 

"Wah, sepertinya Mami ketinggalan sesuatu. Seru sekali melihat kalian akur dan berpelukan begini," ucap Mami yang tiba-tiba muncul di pintu kamar. 

"Ah, Mami. Akhirnya ingat pulang," sindirku.

"Kenapa kamu tidak pernah lagi bermulut manis kepada Mami, Zeline Zakeysha?" Mami berkacak pinggang.

Aku ingin mendebat perempuan paruh baya yang masih terlihat sangat memukau itu. Namun, Zanna mencekal lenganku dan menggelengkan kepalanya. Selalu seperti ini. Satu-satunya alasan aku bertahan di rumah ini adalah Zanna.

Apa memang kehidupan semua keluarga kaya raya seperti ini? Papi dan Mami sibuk mengejar harta, untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Sementara hati dan hari kami sebagai anak, terabaikan. Tidak ada pelukan hangat, tertawa bersama, atau kegiatan apa pun yang menimbulkan percikan cinta. Semua hanya membuatku muak dan marah.

Aku beranjak dan ingin keluar dari kamar Zanna. Mami menghadang dan bersedekap di depanku. 

"Bagaimana tentang rencana pernikahan? Satu bulan itu bukan waktu yang lama," kata Mami.

"Aline akan menikah, Mami. Tenang saja. Mami berhasil menyingkirkan Aline dari rumah ini!" ketusku.

Mami mengangkat tangannya, ingin menamparku. Aku peduli? Tidak. Luka hatiku sudah berparut. Tidak masalah jika ditambah dengan satu tamparan lagi. 

"Kenapa, Mami? Bukannya mahar yang mereka berikan melebihi keinginan Mami? Masih kurang puas?" Aku semakin emosi.

Beberapa detik kemudian, aku mengaduh. Tamparan keras melayang sudah. Teriakan tertahan dari Zanna membuatku sedih. Tidak seharusnya ia melihatku begini. 

"Anya, aku pergi. Jangan tunggu aku! Maaf, kamu harus makan malam sendirian," ucapku.

Aku pergi meninggalkan Mami yang masih membuang muka. Rasa marah ini menyakitkan, karena sebenci apa pun aku, tetap saja merindukan hangatnya pelukan Mami.

Dahulu, beliau adalah sosok penyayang dan sangat hangat. Semua berbeda saat Mami mempergoki Papi menggoda baby sitter kami. Mereka bertengkar hebat. Hak asuh kami pernah menjadi perdebatan sengit. 

Zanna jatuh sakit, kedua orang tua kami tidak jadi berpisah. Namun, sejak saat itu, Mami menjadi sosok yang tegas dan gila kerja. Membalas perbuatan Papi dengan memiliki penghasilan yang jauh lebih besar. Membentang jarak dengan suami dan kedua putri kembarnya. 

Aku dan Zanna kesepian. Keadaan membuat kami saling menguatkan dan menjaga satu sama lain. Saat melihatnya jatuh cinta dan tak bisa berpaling dari Arkana, aku rasa adalah hal yang wajar untuk bertukar posisi. 

Aku mengemudikan mobil kesayangan hadiah dari Papi dengan hati panas. Keluar dari komplek perumahan, aku menepi sejenak di pinggir jalan. Menarik hembus napas berharap sekadar melegakan hati.

Ah, sial, aku sampai lupa mengganti pakaian. Pantas saja beberapa pejalan kaki bersiul nakal memandangi aku. Tank top biru muda dipadu dengan hotpants memamerkan lekuk tubuhku dengan sempurna. Berbanding terbalik dengan sendal bulu yang biasa aku pakai di kamar. Gila, aku salah kostum. 

Kuputuskan untuk berbelanja saja. Toh, kartu kredit dari Papi jumlahnya bisa kupakai dengan bebas. Saat hendak melaju kembali, ponselku berdering. Bram. Detak jantungku meningkat. 

"Ya, Sayang,"sahutku menggoda.

Suaranya yang seksi membuatku rindu. Aura maskulin yang selalu menjadi candu saat berada dalam pelukannya, memenuhi isi kepalaku. 

Aku berbincang sebentar dengannya. Kusebutkan nama butik langganan, berharap dia datang untuk melepas rindu. Aku harus tampil sempurna di hadapannya, tidak seperti sekarang ini. Gegas, aku memasukkan persneling lalu tancap gas. 

Aku mematut diri di depan cermin. Mencoba pakaian model terbaru dari butik langganan ini. Harga tidak masalah. Pilihanku jatuh pada sepotong kemeja polos lengan panjang berpotongan leher rendah, rok mini berbahan kulit, high heels tujuh centi berwarna merah darah. Mirip penampilan sekretaris yang seksi. 

Tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang. Aroma parfum maskulin bercampur dengan tembakau membuatku bisa menebak dengan mudah siapa dia. 

"Sayang," desahku manja.

"Oh, Babe. You look so hot. Rasanya, aku ingin melumatmu saat ini juga," bisiknya parau di telingaku.

"Jangan gila. Ini tempat umum!" Aku mencubit hidungnya yang mancung. 

"Tentu saja aku hanya bercanda. Sudah selesai belanja?" Bram melingkarkan tangannya di pinggang rampingku.

"Belum. Menunggu ditraktir pujaan hati," jawabku.

"Baiklah. Ayo, silakan pilih sepuasnya, lalu kita bayar dan pergi melepas rindu," ajak Bram.

Lelaki ini adalah candu. Aku rela menukar isi dunia, demi mereguk manisnya madu cinta bersamanya. Lelaki yang mampu menghapus semua resah. Pelukannya adalah penawar gundah. Menukar Arkana demi Bram adalah hal yang sepadan. 

🌹🌹🌹

Related chapters

  • Runaway Bridesmaids   Lelaki Berlumur Madu

    Bram meminta supirnya untuk membawa mobilku ke apartemen. Berada satu mobil dengannya, membuatku salah tingkah. Pendingin udara seolah tak mampu mengusir renjana yang meletup di dada.Lelaki ini mampu membakar hanya dengan beradu pandang. Ingatanku melayang saat pertama kali mengenalnya. Mirip kisah sinetron, aku tak sengaja bertabrakan dengannya di eksekutif lounge. Ternyata tujuan kami sama, Bali. Bedanya dia pergi untuk urusan kantor, aku hendak menyusul kekasih hati yang merajuk karena batal berangkat liburan berdua. Pagi itu Mami tiba-tiba muncul dan berulah.Aku suka perpaduan antara parfum musk, sandalwood dengan aroma tembakau yang menguar kuat. Rahang kokoh yang ditumbuhi bulu-bulu halus, hidung mancung dan tatapan setajam mata elang, seperti pahatan patung malaikat.Rasa bersalah pada kekasih, menguap begitu saja. Jiwa petualang cintaku bergelora. Rasanya terlalu sayang untuk dilewatkan bisa berkenalan dengan lelaki

    Last Updated : 2021-02-05
  • Runaway Bridesmaids   Menjadi Nyonya Bram

    Aku menghubungi Papi, memintanya datang ke apartemen tanpa sepengetahuan Mami. Jika hanya ijab kabul, aku yakin Papi akan menyetujuinya."Aline, ini gila. Kamu meminta Papi untuk menikahkan kalian saat ini juga. Sementara tanggal pernikahan kamu sudah ditetapkan. Lelucon apa ini?""Papi, Anya mencintai Arkana sejak awal kami kuliah. Apa mungkin Aline tega melihat Anya kehilangan satu-satunya cinta, Papi?"Aku mengandalkan kemampuan merayu yang biasanya ampuh. Lelaki tersayang di hadapan ini, tidak pernah menolak apa pun yang aku inginkan. Mungkin itu sebabnya kenapa aku sering berbuat sesuka hati, karena ada Papi yang selalu membela.Papi menghela napas panjang. "Kamu ini, selalu bisa membuat Papi mengikuti keinginan sekonyol apa pun itu. Mana lelaki itu? Suruh menghadap Papi!""Ayo kita langsung naik ke atas, Pi. Mereka sudah menunggu Papi."Aku

    Last Updated : 2021-02-05
  • Runaway Bridesmaids   Malam Pertama

    Saat berkeliling butik, aku memilih untuk menyelinap dan memilih lingerie. Dalam imajinasi liar yang aku punya, pernah terlintas di pikiran untuk memakainya di depan lelaki yang tepat.Aku membeli dalam jumlah banyak, aneka model dan warna. Sengaja untuk kado juga, karena aku ingat Zanna.Aku merasa lucu, membayangkan Arkana melihat Zanna memakai benda kurang bahan ini di depannya. Memang, kepribadian Zanna berbanding terbalik denganku. Mungkin saja Arkana akan terkejut melihatnya, lalu lupa diri dan takluk pada pesona saudari kembarku itu.Gegas, aku beranjak ke bagian lain dalam butik. Aku melihat sepatu boots dan segera mencobanya. Setelah puas berbelanja, aku memindai sekeliling, mencari Bram. Ternyata sedang sibuk dengan ponselnya."Honey, aku sudah selesai belanja.""Wait a minute, Sir." Bram mengeluarkan dompet dan meraih sebuah kartu, "pakai ini, Babe."Aku

    Last Updated : 2021-02-06
  • Runaway Bridesmaids   Hot Husband

    Aku terbangun karena merasa geli. Saat membuka mata, Bram sedang menggesekkan jambangnya ke pipiku."Morning, Sleeping Beauty. Boboknya nyenyak amat. Mandi yuk, kita harus ke bandara segera."Aku menggeliat. "Gendong.""Boleh, tapi resiko ditanggung sendiri, ya? Aku sudah mandi. Gak masalah kalau harus keramas bareng kamu lagi," goda Bram.Wajahku terasa panas, membayangkan tubuhnya berada di bawah pancuran air yang sama.Astaga, sepagi ini otakku bahkan sudah tercemar. Aku menggigit bibir bagian bawah, ciri khas kalau sedang gelisah."Hei, jangan seperti itu! Kamu terlihat sangat menggoda. Aku jadi ingin membatalkan meeting dan berbagi peluh bersamamu."Gegas, aku turun dan berlari menuju kamar mandi. Sebelum menutup pintu, aku masih bisa mendengar Bram tertawa terbahak-bahak.Konyol memang, aku yang biasanya menaklukkan hati lelaki, justru terbal

    Last Updated : 2021-02-09
  • Runaway Bridesmaids   Feel Insecure

    Setelah makan siang, aku kembali ke kamar, sengaja menyiapkan kejutan dan berdandan lagi. Saat sedang mematut diri di depan cermin, ponselku berdering.Aku tidak tahu harus bahagia atau bersedih karena tender itu. Bram memang memenangkannya, tapi itu artinya kami harus terpisah selama tiga bulan. Aku baru diberitahukan tentang hal ini.Tidak mungkin aku meninggalkan perusahaan dalam jangka waktu selama itu. Mami pasti akan mengamuk.Setengah jam kemudian, Bram kembali, tetapi langsung sibuk melakukan telekonfrensi dengan stafnya. Sementara aku memilih bersembunyi di balik selimut. Sia-sia rasanya menyiapkan kejutan dengan memakai lingerie berwarna merah darah dan high heels senada.Apalagi dalam waktu sebulan ke depan, mana mungkin aku menghilang. Arkana pasti curiga. Aku tidak mau Zanna terkena imbasnya. Kembaranku itu harus menikah dengan pria yang sangat dicintainya. Takkan kubiarkan lelaki itu lolos.

    Last Updated : 2021-02-10
  • Runaway Bridesmaids   Zanna, My Twin

    Tiga hari bukan waktu yang lama jika dihabiskan bersama orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Berkeliling Sentosa Island, Orchard Road, mengunjungi tempat wisata, berbelanja dan berbagi peluh dengannya di malam hari juga keesokan paginya, membuatku jatuh sakit.Bram bilang akan membatalkan semua agenda penting demi merawatku. Hanya saja rasanya aku enggan menjadi beban, sehingga lebih memilih untuk pulang ke rumah, bukan ikut ke apartemen Bram. Aku rindu suasana kamar yang beraroma stroberi, juga Zanna."Aline, kamu kenapa?" Zanna menyerbu masuk saat aku menyeret koper ke kamar."Demam."Zanna sibuk menelepon dokter keluarga untuk segera datang ke rumah."Kamu di apain sama si Don Juan sampe demam begini? Sakit banget ya, pas belah durennya?"Astaga, ini anak. Kakaknya lagi demam, malah bahas belah duren. Otak durjanaku mulai bereaksi membayangkan

    Last Updated : 2021-02-10
  • Runaway Bridesmaids   No Way Back

    Pengaruh obat ternyata mampu membuatku tertidur sejenak, nyeri di kepala sudah berkurang drastis.Saat membuka mata, Zanna sedang berbaring di sebelahku, main game. Kebiasaan kalau salah satu dari kami ada yang jatuh sakit, pasti yang sehat menemani dan merawat. Saling menjaga, karena Mami tak pernah lagi ada."Anya, maaf ya. Aku memang sengaja memblokir nomor telepon Arkana. Ya gak mungkin di saat aku lagi ehem sama Bram, dia nelepon kayak biasa. Dih, males."Zanna memandangi aku dengan tatapan yang sedikit mengkhawatirkan. "Arkana gak pernah segetol itu nelponin aku, Sissy."Astaga, ia malah mellow. Duh, cinta bertepuk sebelah tangan mengenaskan juga ternyata.Mata Zanna langsung berkaca-kaca lagi. Sebagai kakak yang baik, hatiku serasa diiris-iris melihatnya."Maaf, Nya. Gak maksud nyakitin kamu, sih. Itu tadi niatnya cuma mo jelasin doan

    Last Updated : 2021-02-12
  • Runaway Bridesmaids   Kejutan yang Mengejutkan

    "Mau ke mana, Line?""Pulang ke apartemen suami," jawabku."Yakin? Kamu masih pucat loh, Sissy. Aku anterin, ya. Sekalian aku kenalan sama Mas Bewok.""Boleh juga. Oiya, bantu aku bongkar koper bentar. Aku harus memilah pakaian yang mau dibawa ke sana.""Okey, Sissy."Zanna bersimpuh dan membantuku membongkar. Ah iya, lingerie hadiah untuknya sekalian saja aku berikan hari ini."Ini ada kado. Em ... bukanya nanti, pas udah resmi jadi istrinya Arkana. Deal?""Kok aku curiga sama isi kado ini?"Sekuat tenaga aku menahan senyum. Kami kembar, tentu ada ikatan batin yang tak bisa dijelaskan."Jangan buruk sangka. Tak baik. Hadiah ini bisa buat Arkana luluh sama kamu. Dijamin!" Gaya bicaraku sudah mirip sales panci sepertinya."Terima kasih,

    Last Updated : 2021-02-13

Latest chapter

  • Runaway Bridesmaids   Ending

    Aku duduk dengan kaku. Sulit dipercaya kalau kedua orang yang biasanya selalu terlibat perang dingin ini mendadak akur."Mami, apa kabar?" Aku mencoba mencairkan suasana."Baik. Kamu ... gimana? Kandunganmu ... sehat?" Aku mengernyit. Kenapa Mami malah berbicara dengan terbata-bata? Apa Papi yang memaksa Mami untuk datang ke sini?Setelah tiga bulan masalah di Bali berlalu, baru kali ini, Mami datang menjengukku. Memang, sejak aku menolak untuk memilih Mami, perlakuan beliau memang berubah drastis. Hanya ada Zanna yang menjadi prioritas beliau. Zeline hanyalah alat untuk mencapai tujuannya di kantor. Zeline yang harus bekerja keras untuk perusahaan.Untungnya ada Papi yang selalu membesarkan hatiku. Jika aku suka berpetualang dengan berpacaran, itu hanyalah pelampiasan karena ingin mencari yang terbaik.Seperti hendak melupakan mantan yang sangat posesif itu. Siapa yang menyangka kalau aku harus menyeret Bram dalam pusaran arus balas dendam.Papi berdeham. "Aline, jangan melamun!"

  • Runaway Bridesmaids   Makan Kamu

    Aku dan Bram sudah kembali ke Jakarta. Kembali pulang ke apartemenku. Aku tak ingin ke mana-mana lagi. Bahkan tidak kembali ke Bali.Bram sudah menutup semua pekerjaan yang ada di Bali. Entah sampai kapan aku bisa berdamai dan berani kembali ke kota penuh kenangan itu.Sudah tiga bulan berlalu, tetapi aku masih juga bermimpi buruk. Aku memang payah jika berkaitan dengan trauma. Entah butuh berapa lama sampai aku bisa berdamai dengan keadaan.Aku bahkan masih bisa mengingat jelas semua ucapan permintaan maaf dari Nadhira. Wajahnya semakin tirus dan menyedihkan setelah hakim memutuskan hukumannya.Nadhira memang mengakui semua perbuatannya, termasuk mengetahui semua rangkaian teror yang dilakukan Laurence. Ponsel yang aku gunakan pun dijadikan sebagai barang bukti. Karena rentetan teror masih tersimpan di dalamnya.Papi semakin over protektif kepadaku. Sempat terjadi perdebatan sengit antara Papi dengan Bram. Namun, aku berhasil meyakinkan beliau kalau Bram tidak bersalah. Akar permasa

  • Runaway Bridesmaids   Tolong Aku

    Suara tepuk tangan terdengar dari seseorang yang mendadak muncul dari balik pintu. Laurence yang tadinya hendak menyentuh tubuhku, mendadak berhenti. Rasanya tak percaya, Tuhan mengabulkan doa yang tak henti aku panjatkan sejak membuka mata tadi. "Oh, come on. Kenapa kau harus ke sini?" Laurence berdecih. "Apa kau juga ingin meminta jatah? Nanti saja, aku ingin membalas dendam terlebih dahulu." "Demi nama Tuhan, Laurence! Berhentilah bersikap seperti binatang!" Laurence memaki sambil memukul tempat tidur. Laki-laki busuk di hadapanku ini beringsut turun dari ranjang dan berjalan cepat ke arah pintu kamar. "Binatang katamu? Hei, Bitch! Kau dan aku tak ada bedanya. Selama ini kau mengikuti langkah Bram seperti anjing yang mendambakan pasangan." Laurence menampar pipi Nadhira.Aku ikut memekik tertahan. "Jaga bicaramu! Aku tidak pernah berlaku serendah itu!" Nadhira menatap marah kepada Laurence.Benarkah? Nadhira ... masih berharap banyak kepada Bram? Tidak, ini hanya manipulasi p

  • Runaway Bridesmaids   Tertipu Mentah-mentah

    Ketika membuka mata, aku terkejut luar biasa. Laurence tersenyum lebar di samping ranjang. Tak hanya itu, tangan dan kakiku dalam keadaan terikat di tiang ranjang. "Lau, kau mau apa? Kenapa aku terikat begini?" Aku menangis. Semua hal buruk sudah menjejali isi kepala. Aku takut luar biasa. Apalagi mengingat track record buruk Laurence dengan wanita jalang. "Lepaskan aku, Lau. Please." Mataku sudah dipenuhi genangan air. Aku tak mau sikap berengsek Laurence membahayakan janin dalam kandungan. Bram, tolong aku. Tatapan lapar berbalut kebencian aku saksikan ketika Laurence mengusap air mata di pipi. "Tolong, Lau. Jangan sakiti aku."Sedetik kemudian aku mengaduh. Laurence mencengkeram erat daguku. "Kau ... pembunuh!" Aku membelalakkan mata. Ingatan mengerikan langsung berkelebat. Apakah sosok peneror itu sebenarnya adalah Laurence?Tawa Laurence langsung menggema di ruangan. "Ya. Aku adalah orang yang selama ini mengirim teror."Daguku terasa nyeri. "Lep-lepasskan aku."Laurence me

  • Runaway Bridesmaids   Mengikuti Laurence

    Aku tak rela melepas Bram untuk pergi bekerja. Rasanya rindu ini belum usai untuk dituntaskan. Enggan kehilangan pelukan hangat dan aroma menenangkan pengusir mual itu."Harus banget ya, Hon, perginya?" Aku memasang wajah merajuk.Bram tersenyum tipis. "Iya. Urusan pekerjaan ini penting banget, Baby. Ada dokumen penting yang hilang.""Hilang? Kok bisa?" "Entahlah. Aku ...." Bram menghela napas berat. "Mungkin semua terjadi ketika aku tak fokus dan sibuk mencari keberadaan kamu." Aku merasa menyesal. Ada andilku dalam kehancuran keuangan perusahaan. Mendadak aku teringat dengan semua teror yang belakangan kerap mengintai. Apa ini pun ada kaitannya dengan seseorang itu?Bram cekatan mengikat tali sepatu. Aku memperhatikan semua gerakannya dalam diam. Ada rasa ingin mengatakan tentang si peneror, tetapi aku takut semakin membuat konsentrasinya terpecah."Hei, kok malah melamun? Aku bakalan langsung pulang kok." Bram duduk di tepi ranjang untuk mengusap rambutku."Entahlah, Hon. Pengen

  • Runaway Bridesmaids   Sebuah Pengakuan

    Aku menangis sejadi-jadinya. Bram pun ikut meneteskan air mata. "Maaf. Aku minta maaf. Semua rasa sakit ini gak akan terjadi seandainya aja aku ...." Ah, harus kutekan rasa sakit yang mendadak menyesaki dada. Semua sudah terlanjur, bukan? Kami hanya perlu belajar untuk mengikhlaskan segalanya. "Setelah apa yang kita alami, haruskah merutuk atau malah--""Ssh, please. Seandainya mungkin, aku pasti akan mengubah masa lalu. Aku gak akan biarin peristiwa busuk itu sampai terjadi." Bram langsung merengkuh tubuhku. "Maaf."Kata maaf tak akan mampu mengubah keadaan. Terlebih ketika sudah ada janin yang bersemayam. Perlahan-lahan aku mengembuskan napas. Berusaha mengenyahkan rasa perih ketika semua keterpurukan itu membayang kembali di pelupuk mata."Lantas, siapa laki-laki yang tega merekayasa semuanya, Bram?"Bram mendengkus. "For God's sake, Cantik. Haruskah kamu panggil aku Bram setelah mengetahui kebenaran?"Aku menelan kembali semua rentetan kalimat yang hendak ditumpahkan. Benar. Le

  • Runaway Bridesmaids   Batal Terbang

    Bau khas rumah sakit menyerbu indera penciuman ketika aku mencoba membuka mata. Lamat-lamat terdengar suara orang berbicara.Aku di mana?"Baby, kamu udah sadar?" Bram langsung bergegas menuju ke arahku.Tangan kokoh itu langsung membawaku dalam pelukan hangatnya. "Apanya yang sakit?"Ini ... kamar rawat. Kenapa aku bisa ada di sini? Sebentar, bukannya kami harus ke bandara?"Tadi tiba-tiba kamu pingsan di lobi hotel. Kita batal terbang ke Jakarta. Dokter gak rekom."Ah iya, aku ingat, mendadak tengkuk terasa berat lalu semuanya gelap."Kondisi kehamilan kamu rentan. Kita gak bisa pergi dari Bali, Baby.""Tapi, Aunty Lia butuh aku, Hon."Bram mengurai pelukan. "Aku gak izinin kamu pergi. Ini demi keselamatan kamu dan anak kita."Aku tak berani membantah. Terlebih ketika melihat tatapan tegas dari mata yang biasanya selalu memancarkan kelembutan itu. Artinya Bram tidak akan mau mendengar ala

  • Runaway Bridesmaids   Pulang

    Satu minggu terasa sangat sebentar ketika dijalani bersama suami yang semakin ditatap bertambah poin ketampanannya.Bram tidak mengizinkan aku untuk kembali ke villa sewaan itu. Dia tidak mau aku terpengaruh dengan Nadhira dan Laurence. Kehamilan ini membuat Bram lebih over protective ketimbang sebelumnya."Aku pergi kerja dulu ya, Baby. Kamu gak boleh ke mana-mana. Nanti kita makan siang bareng.""Belum ada telepon dari pihak rumah sakit?""Ah, ya. Harusnya sudah ada hasil tes DNA itu, kan?""Hon, aku takut."Bram berhenti mengikat tali sepatu lalu menoleh ke arahku yang masih berbaring di ranjang. "Takut apa? Tenang aja, aku gak salah, kok.""Kalau bukan kamu, terus siapa bapaknya?""Ya mana aku tau. Yang jelas, aku malam itu gak mimpi lagi ehem-ehem. Mungkin aja sebelum aku pingsan, udah duluan sampe ke kamar.""Kalo kamu udah kadung pingsan, kenapa pas bangun ada

  • Runaway Bridesmaids   Pengaruh Hormon

    Kaki seperti tidak menapak ke tanah sejak keluar dari kamar mandi ruang periksa dokter tadi. Ucapan selamat terdengar seperti dengungan yang menyiksa.Perubahan yang kentara terjadi pada Bram. Dia memperlakukan aku seperti sesuatu yang rapuh dan mudah pecah. Semua tindakannya tampak sangat hati-hati.Namun, kenapa rasanya seperti sangat tersakiti? Ini jawaban kenapa aku mendadak aneh dan agresif. Hormon hamil membuatku begini.Perlahan-lahan aku mengusap perut yang masih sangat datar. Apa kita sanggup menjalani semua ini, Nak? Apa kita sanggup berbagi perhatian dengan anak lain yang juga memiliki darah dan keturunan sama? Bayinya Nadhira.Bram masih sibuk berceloteh riang membahas tentang kehamilanku. Namun, aku tak mencerna sedikit pun apa yang terlontar dari bibirnya. Aku sibuk dengan dunia yang mendadak seperti hampa.Ketika kami kembali ke hotel, Bram langsung turun untuk membukakan pintu mobil. Dia merangkulku mesra. Letupan bahagi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status