Semua Bab Pengantin Tuan Haidar: Bab 371 - Bab 380

606 Bab

Bab 370. Maafkan aku, Bee

“Bee, coba kamu ke sini sebentar!” suruh Haidar kepada istrinya yang sedang berdiri sambil menimang-nimang bayi Bara dekat ranjang bayi. “Sepertinya anakmu mengeluarkan sesuatu yang begitu memabukkan.” Haidar tertawa sembari memencet hidungnya.Andin tertawa pelan sekali karena khawatir bayi yang ada dalam gendongannya kembali terbangun. “Giliran kayak gini aja bilangnya anakmu,” kata Andin sembari menaruh bayi mungil itu di dalam ranjangnya. Namun, baru saja menempel pada bantalnya ia sudah terbangun dan menangis.“Maaf, Boo, aku nggak bisa.” Andin kembali mengangkat Bara, dan mendekapnya sambil menimang-nimang bayi mungil itu. “Sepertinya kamu harus belajar membersihkannya sendiri.”“Aku?” Haidar  menunjuk wajahnya sendiri dengan jari telunjuk.Haidar tidak bisa membayangkan kalau dirinya harus mengganti popok dan membersihkan kotoran anaknya. Ia tidak pernah tahu bagaimana car
Baca selengkapnya

Bab 371. Nikmati Saja

Andin segera menghampiri suaminya. Ia berjongkok di depan laki-laki yang sedang duduk sambil selonjoran, bersandar pada tiang pintu kamar mandi. “Kamu kenapa?” Andin meraba wajah Haidar yang terlihat pucat.“Aku lemas, kepalaku pusing,” ucap Haidar dengan sangat pelan.Tubuhnya terasa gemetaran setelah mengeluarkan semua isi perutnya. Kejadian ini benar-benar menyadarkan dirinya betapa tangguhnya seorang Ibu. Sudah mengandung anaknya selama kurang lebih sembilan bulan ditambah lagi mengurus bayi yang dilahirkannya. ‘Kamu dan Mami adalah wanita terhebat dalam hidupku,’ batin Haidar.“Kamu bisa bangun?” tanya Andin pada laki-laki yang terduduk di lantai. “Ayo aku bantu berdiri.” Andin bangun, lalu membantu suaminya untuk bangun dari duduknya. Ia memapah sang suami ke tempat tidur.“Apa sakitmu kayak kemarin?” Andin mulai khawatir kalau sang suami kembali sakit setelah melakukan olahraga
Baca selengkapnya

Bab 372. Apa Tamunya Sudah Pulang?

“Ayah!” Merry masuk ke dalam kamar sembari berteriak memanggil Ayah barunya. “Aku kangen,” ucapnya sembari memeluk laki-laki yang memakai kaus berwarna putih itu.Merry, Nenek dan kakeknya baru pulang tadi siang saat sang ayah sudah pergi bekerja. Sementara orang tuanya sudah pulang lebih dulu, padahal liburannya masih satu minggu lagi. Namun, Baron tidak mau berlama-lama meninggalkan tuannya.Apalagi selama seminggu ia tidak mendengar suara sang tuan yang membuat ia masih khawatir dengan kesehatan atasannya, walaupun sang nyonya sudah memberitahukan keadaan sang CEO.“Bagaimana liburannya? Apa kamu senang?” tanya sang ayah kepada putrinya“Aku sangat senang Ayah,” jawab Merry dengan senyum yang lebar. “Udah lama aku baru liburan lagi, tapi sayangnya nggak ada Ibu sama Ayah.”Merry sedikit kecewa karena tidak bisa bersenang-senang bersama orang tuanya.“Nanti kita liburan bers
Baca selengkapnya

Bab 373. Kecewa

"Maksud Abang, Ayah dan Ibu?" tanya Tari yang belum juga mengerti, "Mereka juga pulang dari semalam, tapi pada menginap dulu di rumah Nyonya Inggit, jadi Merry, Ayah, dan Ibu baru siang tadi pulang ke rumah.""Mereka bukan tamu, tapi keluarga kita," balas Baron sembari bangun dan berdiri. "Saya mau ke luar sebentar.""Abang mau ke mana?" tanya Tari sembari meraih tangan sang suami, lalu menciumnya dengan mesra."Saya mau ke rumah Tuan Haidar," jawabnya.Laki-laki itu melangkahkan kakinya keluar dari kamar dengan raut wajah kecewa. 'Apa dia tidak mengerti juga apa yang saya maksud tadi?' Baron bertanya-tanya dalam hatinya sembari terus melangkah."Abang makan malam di rumah 'kan?" tanya Tari sedikit berteriak karena sang suami sudah berada di ambang pintu.Baron membalikkan badan menghadap sang istri. "Iya," jawab Baron, "Saya akan makan malam di rumah. Kamu masak yang enak ya!" ucapnya sembari tersenyum. Ia tidak mau terlihat ke
Baca selengkapnya

Bab 374. Apa Dia Mau Aku Cepat Mati?

Baron mengayunkan langkahnya menuju kamar sang tuan. Ia mengetuk pintu terlebih dulu,tapi tidak ada sahutan dari dalam. Namun, laki-laki itu tetap masuk karena sudah mendapat izin dari sang nyonya.Ia melangkah masuk dengan hati-hati karena melihat sang tuan sedang tertidur. 'Apa Tuan masih sakit? Wajahnya terlihat pucat." Baron bertanya-tanya dalam hatinya sembari berdiri di samping tempat tidur tuannya.Ia menaruh nampan itu di atas nakas dengan sangat hati-hati supaya sang tuan tidak terbangun. Namun, Haidar tetap terbangun, ia membuka matanya perlahan, menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya."Ada apa kamu ke sini?" tanya Haidar pada sang asisten.Ia yakin kalau orang kepercayaannya itu sudah tahu kalau dirinya sakit ketika Baron bulan madu."Bagaimana keadaan, Tuan?" tanya Baron yang terlihat khawatir dengan kesehatan tuannya. "Tuan istirahat saja dulu di rumah, urusan kantor serahkan pada saya.""Saya baik-baik s
Baca selengkapnya

Bab 375. Belahan Jiwa Sang Asisten

"Maksud Nyonya baik. Beliau ingin Tuan lebih segar setelah minum teh manis ini," kata Baron seolah tahu apa yang dipikirkan tuannya tentang sang nyonya.Haidar langsung menoleh kepada sang asisten. "Apa kamu tahu isi hati saya?" tanya Haidar kepada orang yang sudah dua puluh tahun lebih menemaninya."Tuan adalah belahan jiwa saya. Jadi, saya pasti tahu semuanya," ucapnya sembari terkekeh."Cih!" Haidar mendelikkan matanya kepada sang asisten. "Jangan dekat-dekat! Saya masih normal." Haidar beringsut sembari menarik selimutnya. Memalingkan wajahnya dari sang asisten.Baron tertawa terbahak melihat reaksi tuannya. Sudah lama sekali mereka tidak berbicara santai seperti ini. Dulu sebelum Haidar menikah, mereka selalu berbincang santai kalau berada di rumah. Tapi, sejak tuannya menikah, Baron menjaga jarak."Saya juga normal, Tuan," jawab Baron, "Tapi, Tuan dan keluarga Mannaf tetap menjadi prioritas utama saya," ucapnya dengan serius.Haidar ke
Baca selengkapnya

Bab 376. Semua Orang Bakal Mati

Ucapan sang dokter terhenti saat sebuah bantal melayang mengenai kepalanya. Haidar melempar bantal itu tepat ke arah kepala sang sahabat.Dokter Riko kembali melempar bantal itu kepada Haidar. "Baru kali ini saya mendapatkan pasien songong kayak dia."Haidar menangkap bantal itu sembari tertawa. "Baru kali ini saya mendapatkan Dokter songong kayak kamu," balas Haidar.Baron tertawa mendengar ucapan sang dokter. Ia merasa senang berada di sekeliling orang-orang baik. Walaupun ia bukan berasal dari keluarga ningrat, tapi Tuan Haidar dan Dokter Riko tidak pernah menyinggung asal-usulnya."CLBK itu apa, Dok?" tanya Baron dengan serius."Kamu benar-benar nggak tahu?" tanya Dokter Riko pada asisten sahabatnya yang dijawab dengan gelengan kepala oleh laki-laki itu. "Kelamaan gaul sama dia sih! Jadi kamu tuh kurang update," kata Dokter Riko sembari menunjuk Haidar."Dokter, jangan membuat saya mati penasaran," kata Baron karena pertanyaannya belum d
Baca selengkapnya

Bab 377. Firasat

"Kenapa ada Dokter Riko?" gumam Andin saat hendak masuk ke dalam kamarnya ada Dokter keluarga Mannaf.Andin berjalan sedikit tergesa memasuki ruangan itu. "Suami aku kenapa, Dok? Kok Dokter bisa ada di sini?" tanya Andin yang sudah sangat khawatir. Ia yakin dugaannya selama ini benar."Aku cuma mengantar vitamin aja, kebetulan lewat sini, jadi mampir," ucap sang dokter sembari tersenyum.'Kenapa harus dia yang mengantar? Padahal dia bisa aja nyuruh Baron untuk mengambilnya,' ucap Andin dalam hati. "Suamiku baik-baik aja 'kan?" tanya Andin lagi. Ia masih curiga dengan kedatangan Dokter Riko yang tiba-tiba."Dia baik-baik aja. Cuma penyakit manjanya kumat lagi," jawab Dokter Riko sembari terkekeh, "Aku pulang dulu ya," pamit sang dokter."Mari Dok saya antar!" Andin mengantar Dokter Riko ke depan, ada yang ingin dia tanyakan, tapi wanita itu tidak mau sang suami mendengarnya."Cepat beli vitaminnya, nanti istri saya curiga kalau sampai dia tah
Baca selengkapnya

378. Benih Unggul

"Kamu jangan ngomong kayak gitu! Kita akan merawat anak-anak berdua sampai tua nanti," kata Andin tanpa melepas pelukannya."Terus kenapa kamu bicara seolah-olah aku akan segera mati?" Haidar melepas pelukan istrinya. Lalu, menatap wajah sang istri yang sedang menitikkan air mata. "Kenapa kamu menangis?" Haidar menyeka air mata yang menggenang di pelupuk mata sang istri."Aku sedih kamu sakit-sakitan terus. Kamu jadi jarang hukum aku," jawab Andin sembari memonyongkan bibirnya. Ia terpaksa berbohong pada sang suami. Padahal dalam hatinya ia begitu khawatir dengan kesehatan suaminya.'Aku pikir Riko udah bilang macam-macam,' ucap Haidar dalam hatinya."Kamu sehat 'kan, Boo?" Andin menatap lekat wajah sang suami."Aku sehat," jawab Haidar, "Setelah minum teh manis, sekarang jadi lebih segar. Tapi, aku lapar sekali, Bee." Haidar merengek sembari mengusap-usap perutnya."Ya ampun aku lupa, semua isi perutmu 'kan sudah keluar semua ya," Andin ter
Baca selengkapnya

Bab 379. Aku Bukan Orang Sakit

"Kamu makan dulu ya!" Andin mengambil nampan berisi makanan untuk Haidar di atas nakas."Biar aku makan sendiri, Bee." Haidar mengulurkan tangannya meminta nampan itu. "Kamu susui anak-anak dulu sana!""Nanti setelah menyuapi kamu, aku akan menyusui anak-anak," jawab Andin yang tetap ingin menyuapi suaminya."Aku bukan orang sakit, aku sehat!" kata Haidar dengan tegas, "Jadi, biarkan aku makan sendiri!"Haidar terpaksa berbicara sedikit kasar supaya sang istri tidak menelantarkan anak-anak demi dirinya."Baiklah." Andin menaruh nampan itu di pangkuan sang suami. "Aku lihat anak-anak dulu ya.""Iya," jawab Haidar sembari tersenyum."Habiskan makanannya! Awas kalau nggak dihabiskan, aku tinggalin kamu!" ancam Andin yang membuat Haidar langsung menyuapkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya.Andin bangun dari duduknya, melangkah pergi meninggalkan sang suami yang sedang makan."Bagus lah kamu datang," kata Andin saat berpapa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3637383940
...
61
DMCA.com Protection Status