"Kamu jangan ngomong kayak gitu! Kita akan merawat anak-anak berdua sampai tua nanti," kata Andin tanpa melepas pelukannya.
"Terus kenapa kamu bicara seolah-olah aku akan segera mati?" Haidar melepas pelukan istrinya. Lalu, menatap wajah sang istri yang sedang menitikkan air mata. "Kenapa kamu menangis?" Haidar menyeka air mata yang menggenang di pelupuk mata sang istri.
"Aku sedih kamu sakit-sakitan terus. Kamu jadi jarang hukum aku," jawab Andin sembari memonyongkan bibirnya. Ia terpaksa berbohong pada sang suami. Padahal dalam hatinya ia begitu khawatir dengan kesehatan suaminya.
'Aku pikir Riko udah bilang macam-macam,' ucap Haidar dalam hatinya.
"Kamu sehat 'kan, Boo?" Andin menatap lekat wajah sang suami.
"Aku sehat," jawab Haidar, "Setelah minum teh manis, sekarang jadi lebih segar. Tapi, aku lapar sekali, Bee." Haidar merengek sembari mengusap-usap perutnya.
"Ya ampun aku lupa, semua isi perutmu 'kan sudah keluar semua ya," Andin ter
"Kamu makan dulu ya!" Andin mengambil nampan berisi makanan untuk Haidar di atas nakas."Biar aku makan sendiri, Bee." Haidar mengulurkan tangannya meminta nampan itu. "Kamu susui anak-anak dulu sana!""Nanti setelah menyuapi kamu, aku akan menyusui anak-anak," jawab Andin yang tetap ingin menyuapi suaminya."Aku bukan orang sakit, aku sehat!" kata Haidar dengan tegas, "Jadi, biarkan aku makan sendiri!"Haidar terpaksa berbicara sedikit kasar supaya sang istri tidak menelantarkan anak-anak demi dirinya."Baiklah." Andin menaruh nampan itu di pangkuan sang suami. "Aku lihat anak-anak dulu ya.""Iya," jawab Haidar sembari tersenyum."Habiskan makanannya! Awas kalau nggak dihabiskan, aku tinggalin kamu!" ancam Andin yang membuat Haidar langsung menyuapkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya.Andin bangun dari duduknya, melangkah pergi meninggalkan sang suami yang sedang makan."Bagus lah kamu datang," kata Andin saat berpapa
"Apa itu enak, Tuan?" tanya Baron ketika Haidar memakan buah jeruk bali."Kamu belum pernah makan buah ini?" tanya Haidar yang langsung berhenti mengunyah.Baron menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Saya belum pernah makan buah jeruk bali," jawab Baron.Baron sama sekali belum pernah makan buah jeruk yang besar itu, tapi melihat tampilan buah itu ia juga tergoda untuk mencicipinya. 'Kalau pulang saya akan beli yang banyak buat orang di rumah,' ucapnya dalam hati."Kenapa kamu nggak tanya-tanya dulu. Ini juga pertama kalinya saya makan jeruk bali. Kalau buah ini beracun bagaimana?" tanya Haidar yang kesal dengan sang asisten."Tidak mungkin, Tuan," sahut Baron, "Waktu saya beli, ada ibu-ibu yang makan buah ini juga. Itu artinya ini aman.""Kamu juga harus makan, kalau saya mati, kamu juga mati," ujar Haidar yang kembali melanjutkan mengunyah buah jeruk itu."Baik, Tuan," jawab Baron.Laki-laki tampan yang sejak tad
"Apa kamu mau jadi kuda lumping, piring juga mau dimakan," kata Andin sembari mengambil nampan bekas suaminya makan yang membuat sang asisten tidak bisa menahan tawanya. Andin langsung menoleh pada laki-laki yang sedang tertawa itu.Baron langsung membungkam mulutnya. "Maafkan saya, Nyonya," ucapnya sambil menundukkan kepala.Haidar menahan tawanya melihat ekspresi wajah Baron saat keceplosan menertawakannya. 'Si tua itu lebih takut pada istriku dari pada sama aku,' batin Haidar."Baron, sebaiknya kamu pulang! Mbak Tari pasti udah nungguin kamu, sebentar lagi waktu makan malam!" titah Andin pada asisten sang suami. "Kamu tidak usah khawatir! Suamiku baik-baik aja. Hanya saja sekarang aku harus berhati-hati padanya, jangan sampai piring di rumah habis dimakannya."Ia berharap rumah tangga Baron dan Tari tidak seperti awal pernikahannya dengan Haidar. Walaupun mereka sama-sama dijodohkan, tapi Tari sudah cukup dewasa untuk menghargai sebuah ikatan pernikaha
"Kamu habis makan apa, Bang?" tanya Tari pada sang suami.Baron langsung melepas pelukannya. "Kenapa? Apa mulut saya bau?" tanya Baron sembari mengembuskan napasnya sendiri pada telapak tangan dan menciumi aromanya."Bukan begitu maksud aku," balas Tari sembari terkekeh, "Maksudku Abang makan apa tadi, kenapa mendadak romantis gini," lanjutnya sembari menggelengkan kepala.'Jadi, seperti ini saja sudah disebut romantis ya? Saya akan mempelajari bagaimana bersikap romantis pada pasangan. Ternyata romantis itu tidak harus bersikap berlebihan,' ucap Baron dalam hatinya."Abang yang membawa buah jeruk bali ini?" tanya Tari saat membuka plastik putih berisi lima buah jeruk besar.Namun, Baron masih asyik dengan lamunannya, ia tidak mendengar ucapan sang istri yang membuat wanita cantik itu mengulang ucapannya."Bang!" Tari memukul lengan sang suami hingga laki-laki itu terperanjat."Ada apa?" tanya Baron yang benar-benar tidak mendengar ap
"Bee, kamu makan dulu sana! Biar aku yang jagain anak-anak." Haidar membelai lembut rambut sang istri yang membuat Andin terperanjat karena tidak tahu kalau sang suami datang.Andin menoleh kepada laki-laki yang membelai rambutnya. "Kamu kenapa ke sini? Udah istirahat aja. Mereka ada Bibi yang jagain." Andin bangun dan berdiri menghadap sang suami."Nggak apa-apa, aku udah sehat," jawab Haidar sembari melambaikan tangannya pada sang anak. "Mereka kangen sama kamu kayaknya," ucap Andin sembari tersenyum penuh syukur. "Kamu temenin aku makan aja yuk!" Andin menarik tangan sang suami agar mengikutinya."Tunggu sebentar! Aku mau mencium kedua juniorku dulu." Haidar mendekati ranjang anaknya, ia mencium kedua generasi penerusnya dengan penuh kasih sayang."Maafkan Daddy ya, Nak, Daddy bukannya jijik sama kamu, hanya saja tubuhku ini masih dalam pemulihan," ucap Haidar pada bayi Gara.Setelah mencium kedua anaknya, Andin dan Haidar keluar dari kamar si k
"Maafkan aku juga, nggak bisa menemani kamu," kata Haidar sembari membelai wajah sang istri. "Kamu habiskan makanannya dulu! Nanti kita ke butik, nyari baju pesta untukmu. Pasti udah nggak ada yang muat kan!" ucap Haidar sembari terkekeh."Aku gendut gara-gara kamu," sahut Andin sembari memonyongkan bibirnya. Niatnya untuk menurunkan berat badan selalu dilarang oleh suaminya."Kamu nggak gendut, tapi semok," balas Haidar sembari tertawa geli."Ayo kita berangkat! Kalau kemalaman nanti keburu tutup!" ajak Andin setelah mengelap mulutnya dengan tisu.Andin sangat bersemangat untuk pergi keluar bersama sang suami. Akhir-akhir ini ia jarang sekali pergi berdua, menghabiskan waktu bersama dengan laki-laki yang sangat ia cintai."Ayo." Haidar bangun dari duduknya, mengulurkan tangan di depan wanita cantik itu. "Kamu ganti baju dulu sana! Kita pergi naik motor, sekalian kita pacaran," ucapnya sembari mengedipkan sebelah matanya."Jangan naik motor!
Tidak sampai sepuluh menit, Andin sudah keluar dari kamarnya. Ia menapaki tangga dengan perlahan sembari mengedarkan pandangannya mencari sang suami."Brondong alot kemana?" gumam Andin saat sudah menuruni tangga, tapi tidak menemukan suaminya. "Boo! Kamu di mana?" Andin memanggil Haidar dengan sedikit berteriak.Pelayan setia Haidar yang sudah tidak muda lagi menghampiri Andin. "Tuan ada di teras depan, Nyonya," kata Pak Jaka dengan sopan yang kebetulan dari luar rumah."Makasih, Pak," ucap Andin kepada laki-laki yang usianya sudah lebih dari setengah abad.Andin melangkah sambil bersenandung, menghampiri sang suami yang sedang duduk bersantai di teras depan."Boo, ayo kita berangkat!"Ucapan Andin membuat Haidar menoleh pada wanita cantik itu. Ia memandang sang istri dari atas hingga bawah. "Kamu memang seksi, mau pakai baju apa pun tetap seksi," ucapnya pada sang istri."Baru nyadar kalau istrimu ini wanita yang
Mobil sport berwarna ungu dan dua mobil mewah lainnya berwarna hitam telah terparkir tidak jauh dari taman."Kenapa ke sini dulu, nanti butiknya keburu tutup," tanya Haidar sebelum keluar dari mobil."Besok aja ke butiknya, sekarang kita pacaran dulu," jawab Andin sambil mengedipkan sebelah matanya."Baiklah," sahut Haidar sembari tersenyum bahagia.Kedua pengawalnya sudah berdiri di samping mobil, dan sudah membukakan pintu untuk mereka berdua.Haidar melihat ke sekeliling, ia melihat pengawalnya sudah menyebar, tapi ada yang berbeda dengan para pengawalnya itu.Mereka tidak menggunakan setelan jas berwarna hitam seperti sebelumnya, tapi para pengawal itu berpakaian santai."Kapan kamu nyuruh mereka ganti baju?" bisik Haidar pada sang istri sambil berjalan menuju taman.Taman yang selalu ramai dengan para pengunjung yang kebanyakan sepasang kekasih untuk menghabiskan waktu bersama dengan orang yang dicintainya.