"Apa itu enak, Tuan?" tanya Baron ketika Haidar memakan buah jeruk bali.
"Kamu belum pernah makan buah ini?" tanya Haidar yang langsung berhenti mengunyah.
Baron menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Saya belum pernah makan buah jeruk bali," jawab Baron.
Baron sama sekali belum pernah makan buah jeruk yang besar itu, tapi melihat tampilan buah itu ia juga tergoda untuk mencicipinya. 'Kalau pulang saya akan beli yang banyak buat orang di rumah,' ucapnya dalam hati.
"Kenapa kamu nggak tanya-tanya dulu. Ini juga pertama kalinya saya makan jeruk bali. Kalau buah ini beracun bagaimana?" tanya Haidar yang kesal dengan sang asisten.
"Tidak mungkin, Tuan," sahut Baron, "Waktu saya beli, ada ibu-ibu yang makan buah ini juga. Itu artinya ini aman."
"Kamu juga harus makan, kalau saya mati, kamu juga mati," ujar Haidar yang kembali melanjutkan mengunyah buah jeruk itu.
"Baik, Tuan," jawab Baron.
Laki-laki tampan yang sejak tad
"Apa kamu mau jadi kuda lumping, piring juga mau dimakan," kata Andin sembari mengambil nampan bekas suaminya makan yang membuat sang asisten tidak bisa menahan tawanya. Andin langsung menoleh pada laki-laki yang sedang tertawa itu.Baron langsung membungkam mulutnya. "Maafkan saya, Nyonya," ucapnya sambil menundukkan kepala.Haidar menahan tawanya melihat ekspresi wajah Baron saat keceplosan menertawakannya. 'Si tua itu lebih takut pada istriku dari pada sama aku,' batin Haidar."Baron, sebaiknya kamu pulang! Mbak Tari pasti udah nungguin kamu, sebentar lagi waktu makan malam!" titah Andin pada asisten sang suami. "Kamu tidak usah khawatir! Suamiku baik-baik aja. Hanya saja sekarang aku harus berhati-hati padanya, jangan sampai piring di rumah habis dimakannya."Ia berharap rumah tangga Baron dan Tari tidak seperti awal pernikahannya dengan Haidar. Walaupun mereka sama-sama dijodohkan, tapi Tari sudah cukup dewasa untuk menghargai sebuah ikatan pernikaha
"Kamu habis makan apa, Bang?" tanya Tari pada sang suami.Baron langsung melepas pelukannya. "Kenapa? Apa mulut saya bau?" tanya Baron sembari mengembuskan napasnya sendiri pada telapak tangan dan menciumi aromanya."Bukan begitu maksud aku," balas Tari sembari terkekeh, "Maksudku Abang makan apa tadi, kenapa mendadak romantis gini," lanjutnya sembari menggelengkan kepala.'Jadi, seperti ini saja sudah disebut romantis ya? Saya akan mempelajari bagaimana bersikap romantis pada pasangan. Ternyata romantis itu tidak harus bersikap berlebihan,' ucap Baron dalam hatinya."Abang yang membawa buah jeruk bali ini?" tanya Tari saat membuka plastik putih berisi lima buah jeruk besar.Namun, Baron masih asyik dengan lamunannya, ia tidak mendengar ucapan sang istri yang membuat wanita cantik itu mengulang ucapannya."Bang!" Tari memukul lengan sang suami hingga laki-laki itu terperanjat."Ada apa?" tanya Baron yang benar-benar tidak mendengar ap
"Bee, kamu makan dulu sana! Biar aku yang jagain anak-anak." Haidar membelai lembut rambut sang istri yang membuat Andin terperanjat karena tidak tahu kalau sang suami datang.Andin menoleh kepada laki-laki yang membelai rambutnya. "Kamu kenapa ke sini? Udah istirahat aja. Mereka ada Bibi yang jagain." Andin bangun dan berdiri menghadap sang suami."Nggak apa-apa, aku udah sehat," jawab Haidar sembari melambaikan tangannya pada sang anak. "Mereka kangen sama kamu kayaknya," ucap Andin sembari tersenyum penuh syukur. "Kamu temenin aku makan aja yuk!" Andin menarik tangan sang suami agar mengikutinya."Tunggu sebentar! Aku mau mencium kedua juniorku dulu." Haidar mendekati ranjang anaknya, ia mencium kedua generasi penerusnya dengan penuh kasih sayang."Maafkan Daddy ya, Nak, Daddy bukannya jijik sama kamu, hanya saja tubuhku ini masih dalam pemulihan," ucap Haidar pada bayi Gara.Setelah mencium kedua anaknya, Andin dan Haidar keluar dari kamar si k
"Maafkan aku juga, nggak bisa menemani kamu," kata Haidar sembari membelai wajah sang istri. "Kamu habiskan makanannya dulu! Nanti kita ke butik, nyari baju pesta untukmu. Pasti udah nggak ada yang muat kan!" ucap Haidar sembari terkekeh."Aku gendut gara-gara kamu," sahut Andin sembari memonyongkan bibirnya. Niatnya untuk menurunkan berat badan selalu dilarang oleh suaminya."Kamu nggak gendut, tapi semok," balas Haidar sembari tertawa geli."Ayo kita berangkat! Kalau kemalaman nanti keburu tutup!" ajak Andin setelah mengelap mulutnya dengan tisu.Andin sangat bersemangat untuk pergi keluar bersama sang suami. Akhir-akhir ini ia jarang sekali pergi berdua, menghabiskan waktu bersama dengan laki-laki yang sangat ia cintai."Ayo." Haidar bangun dari duduknya, mengulurkan tangan di depan wanita cantik itu. "Kamu ganti baju dulu sana! Kita pergi naik motor, sekalian kita pacaran," ucapnya sembari mengedipkan sebelah matanya."Jangan naik motor!
Tidak sampai sepuluh menit, Andin sudah keluar dari kamarnya. Ia menapaki tangga dengan perlahan sembari mengedarkan pandangannya mencari sang suami."Brondong alot kemana?" gumam Andin saat sudah menuruni tangga, tapi tidak menemukan suaminya. "Boo! Kamu di mana?" Andin memanggil Haidar dengan sedikit berteriak.Pelayan setia Haidar yang sudah tidak muda lagi menghampiri Andin. "Tuan ada di teras depan, Nyonya," kata Pak Jaka dengan sopan yang kebetulan dari luar rumah."Makasih, Pak," ucap Andin kepada laki-laki yang usianya sudah lebih dari setengah abad.Andin melangkah sambil bersenandung, menghampiri sang suami yang sedang duduk bersantai di teras depan."Boo, ayo kita berangkat!"Ucapan Andin membuat Haidar menoleh pada wanita cantik itu. Ia memandang sang istri dari atas hingga bawah. "Kamu memang seksi, mau pakai baju apa pun tetap seksi," ucapnya pada sang istri."Baru nyadar kalau istrimu ini wanita yang
Mobil sport berwarna ungu dan dua mobil mewah lainnya berwarna hitam telah terparkir tidak jauh dari taman."Kenapa ke sini dulu, nanti butiknya keburu tutup," tanya Haidar sebelum keluar dari mobil."Besok aja ke butiknya, sekarang kita pacaran dulu," jawab Andin sambil mengedipkan sebelah matanya."Baiklah," sahut Haidar sembari tersenyum bahagia.Kedua pengawalnya sudah berdiri di samping mobil, dan sudah membukakan pintu untuk mereka berdua.Haidar melihat ke sekeliling, ia melihat pengawalnya sudah menyebar, tapi ada yang berbeda dengan para pengawalnya itu.Mereka tidak menggunakan setelan jas berwarna hitam seperti sebelumnya, tapi para pengawal itu berpakaian santai."Kapan kamu nyuruh mereka ganti baju?" bisik Haidar pada sang istri sambil berjalan menuju taman.Taman yang selalu ramai dengan para pengunjung yang kebanyakan sepasang kekasih untuk menghabiskan waktu bersama dengan orang yang dicintainya.
"Maaf, Tu-tuan," ucap pemuda itu terbata."Bereskan dia!" titah Haidar kepada para pengawalnya.Kedua pengawalnya menarik pemuda itu untuk menjauhi kerumunan. Seketika orang yang melihat kejadian itu bertepuk tangan."Anda hebat, Tuan," puji salah satu laki-laki yang seumuran dengannya.Haidar hanya tersenyum menanggapi ucapan dari laki-laki itu. Kemudian, ia mengajak sang istri untuk duduk di rerumputan dekat batu besar yang ada di taman itu.Hanya ada beberapa orang saja yang ada di sekelilingnya yang sedang menikmati malam indah bersama seorang kekasih.Andin duduk di samping sang suami sambil menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki kekar itu."Boo, coba ku lihat tanganmu." Andin meraih tangan sang suami yang digunakan untuk memukul pemuda tak berakhlak itu. "Tanganmu tidak apa-apa?" tanya Andin. Lalu, menciumi jemari sang suami dengan mesra."Kenapa kamu mencium tanganku?" tanya Haidar, "Harusnya kamu cium ini," kata laki-
"Boo, malam ini aku sangat bahagia." Andin menyandarkan tubuhnya di rerumputan yang tanahnya menggunduk seperti bukit.Menatap hiasan langit malam yang berkelip indah. Ia merasa sangat bahagia menghabiskan waktu bersama dengan laki-laki yang dicintainya."Apa karena menyanyikan lagu kenangan bersama mantan kekasihmu?" tanya laki-laki yang sedang duduk dengan tumpuan kedua tangannya sebagai penunjang di belakang sambil menatap langit gelap yang bertabur bintang."Apa kamu cemburu?" Andin bangun dan duduk kembali, lalu menyenggol bahu laki-laki yang duduk di sampingnya. "Terima kasih." Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami. Kemudian, mengecup pipi suaminya berkali-kali."Aku sedang cemburu. Kenapa kamu malah berterima kasih." Haidar menolehkan wajahnya pada sang istri."Karena kamu sudah cemburu, itu artinya kamu mencintaiku," jawab Andin sembari tersenyum tanpa melepas rangkulan tangannya di leher sang suami."Apa kamu masih
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha