"Maaf, Tu-tuan," ucap pemuda itu terbata.
"Bereskan dia!" titah Haidar kepada para pengawalnya.
Kedua pengawalnya menarik pemuda itu untuk menjauhi kerumunan. Seketika orang yang melihat kejadian itu bertepuk tangan.
"Anda hebat, Tuan," puji salah satu laki-laki yang seumuran dengannya.
Haidar hanya tersenyum menanggapi ucapan dari laki-laki itu. Kemudian, ia mengajak sang istri untuk duduk di rerumputan dekat batu besar yang ada di taman itu.
Hanya ada beberapa orang saja yang ada di sekelilingnya yang sedang menikmati malam indah bersama seorang kekasih.
Andin duduk di samping sang suami sambil menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki kekar itu.
"Boo, coba ku lihat tanganmu." Andin meraih tangan sang suami yang digunakan untuk memukul pemuda tak berakhlak itu. "Tanganmu tidak apa-apa?" tanya Andin. Lalu, menciumi jemari sang suami dengan mesra.
"Kenapa kamu mencium tanganku?" tanya Haidar, "Harusnya kamu cium ini," kata laki-
"Boo, malam ini aku sangat bahagia." Andin menyandarkan tubuhnya di rerumputan yang tanahnya menggunduk seperti bukit.Menatap hiasan langit malam yang berkelip indah. Ia merasa sangat bahagia menghabiskan waktu bersama dengan laki-laki yang dicintainya."Apa karena menyanyikan lagu kenangan bersama mantan kekasihmu?" tanya laki-laki yang sedang duduk dengan tumpuan kedua tangannya sebagai penunjang di belakang sambil menatap langit gelap yang bertabur bintang."Apa kamu cemburu?" Andin bangun dan duduk kembali, lalu menyenggol bahu laki-laki yang duduk di sampingnya. "Terima kasih." Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami. Kemudian, mengecup pipi suaminya berkali-kali."Aku sedang cemburu. Kenapa kamu malah berterima kasih." Haidar menolehkan wajahnya pada sang istri."Karena kamu sudah cemburu, itu artinya kamu mencintaiku," jawab Andin sembari tersenyum tanpa melepas rangkulan tangannya di leher sang suami."Apa kamu masih
Haidar menutup mulut Andin saat wanita cantik itu ingin kembali berteriak."Udah, Bee, malu," bisik Haidar tanpa melepas telapak tangannya yang menutup mulut sang istri.Andin melepas bekapan tangan sang suami. "Aku haus, mau minum," ucapnya.Haidar terkekeh, lalu mengambil botol air mineral dan memberikannya pada sang istri setelah terlebih dulu membuka tutupnya. "Makanya jangan teriak-teriak, kayak Tarzan aja!""Habisnya kamu ngeraguin aku terus," ucapnya setelah minum air mineral itu.Ia kembali memberikan botol air minum yang masih tersisa setengahnya kepada sang suami.l"Bee, ayo kita pulang! Kita terlalu lama meninggalkan anak-anak!" Haidar bangun dan berdiri, lalu mengulurkan tangannya pada wanita cantik yang selalu terlihat seksi walau memakai pakaian yang tertutup."Ayo!" Andin menerima uluran tangan suaminya. Mereka berjalan bergandengan tangan menuju tempat parkir."Sepertinya kita harus lebih sering menghabiskan wak
"Kenapa mereka begitu lama membereskan para cecunguk itu?" Andin sudah gemas melihat para pengawalnya yang begitu lama menumbangkan musuh."Sepertinya mereka membawa pasukan yang lebih kuat, Nyonya," sahut pengawal yang masih tersisa satu orang di dalam mobil majikannya."Ini tidak bisa dibiarkan!" Andin hendak membuka pintu mobil, tapi sang suami melarangnya."Jangan keluar! Itu sangat berbahaya," cegah Haidar pada Andin. "Kamu tenang saja, para pengawal kita, orang-orang terpilih, mereka bukan orang sembarangan. Kita tunggu lima menit lagi," ucap Haidar sembari menatap tajam ke arah para pengawalnya yang sedang bertarung."Baiklah." Andin mengurungkan niatnya untuk membantu para pengawalnya.'Sepertinya ada yang aku nggak tahu dari bidadari mesumku, Dia terlihat begitu santai, seolah-olah tahu kalau akan terjadi pertempuran.' Haidar berbicara dalam hatinya.Benar saja, tidak sampai lima menit para pengawal tampan itu sudah berhasil membaba
"Aku juga minta maaf, bukan maksud untuk meremehkanmu, tapi aku nggak mau kamu kepikiran yang akan membuat penyakitmu kambuh lagi." Andin menatap manik mata berwarna coklat itu.Keadaan suaminya yang membuat ia bertindak sendiri tanpa campur tangan sang suami. Dengan para pengawal yang hebat, ia bisa mengatasi semuanya.Haidar mengerutkan dahinya, 'Maksudnya apa? Penyakitku?' Haidar bertanya-tanya dalam hatinya. "Bee, aku nggak sakit," jawab Haidar dengan tegas."Iya, aku percaya," sahut Andin sambil membelai wajah sang suami. "Orang sakit nggak mungkin 'kan mau makan piring," gumam Andin pelan sambil membenarkan posisi duduknya."Kamu ini ya, senang sekali meledekku." Haidar menggelitiki pinggang sang istri yang membuat wanita cantik itu tertawa terbahak-bahak."Ampun, Boo!" ucap Andin di sela tawanya."Nggak ada kata ampun," sahut Haidar yang terus saja menggelitik Andin. "Begini nih kalau istri jarang dihukum.""Ampun!" Saat Andin
"Jangan dihubungi lagi!" cegah Andin saat sang suami hendak menelpon kembali asistennya."Kenapa?" Kedua alis laki-laki itu bertaut, "Sekarang dia sudah mempunyai keluarga. Aku khawatir mereka mengincar kelemahan kami," ucap Haidar dengan pelan."Aku lupa," sahut Andin, "Cepat hubungi lagi!" titahnya yang mulai khawatir dengan keselamatan keluarga baru Baron.Haidar kembali menghubungi asistennya. Walau tidak ada jawaban, ia terus berusaha untuk kembali menghubunginya.Baron baru tersadar kalau ponselnya sejak tadi berdering terus. Ia menghentikan gerakannya, lalu meraih ponsel yang tergeletak di kasur empuk itu.Laki-laki yang sedang bercinta itu menerima panggilan tanpa menarik terlebih dahulu senjata keperkasaannya dari medan tempur."Halo, Tuan," sapa Baron ketika sambungan teleponnya terhubung."Ardi telah kembali. Kamu harus berhati-hati, lindungi keluargamu!" titah Haidar dengan serius."Baik, Tuan," jawab Baron.
Tari mengangguk pelan, ia malu kalau harus mengatakan ingin kembali melanjutkan pertempurannya.Baron mengelap daerah sensitif sang istri yang sudah basah dengan tisu. Kemudian ia membuka lebar-lebar kaki istrinya.Dibenamkannya wajahnya yang dipenuhi rambut halus di sekitar rahangnya yang membuat Tari tertawa geli saat brewok sang suami menggasak ladangnya yang gundul."Geli, Bang," ucap Tari sembari memegangi rambut suaminya, berusaha menjauhkan wajah brewok sang suami dari daerah sensitifnya yang gundul.Baron mendongakkan wajahnya menatap wajah sang istri yang sudah memerah. "Geli, tapi nikmat 'kan?" tanya Baron sembari tersenyum.Tari mengangguk pelan, ia tersipu malu. "Apa Abang nggak jijik?" tanya Tari dengan pelan yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Baron."Ini sangat nikmat," jawab laki-laki yang mempunyai brewok tipis itu. Lalu, kembali ia menjilati lahan gundul itu yang membuat si empunya tidak bisa menahan mulutnya untuk tid
Baron menghentikan aksinya saat Tari sudah mencapai puncak kenikmatan. Ia menatap tubuh istrinya yang sudah banjir keringat. Pendingin ruangan di kamarnya tidak bisa mendinginkan gejolak kenikmatan di dalam tubuhnya.Laki-laki itu mengusap lahan gundul sang istri yang sudah sangat basah dengan telapak tangannya. Kemudian, Baron bangun dan segera memasukkan senjatanya yang sudah berdiri tegak, dan siap untuk bertempur.Di masukkannya perlahan ke dalam lubang kenikmatan itu yang membuat sang istri mendesah sambil menengadahkan wajahnya saat senjata tumpul itu masuk dengan sempurna.Keperkasaan sang suami yang begitu besar dan panjang terasa penuh di dalam lubang kenikmatannya.Walau ia sudah pernah melahirkan, tapi lubang kenikmatannya masih terasa kencang karena ia sering melatih otot panggulnya.Ia tidak mau mengecewakan suaminya yang tidak bisa menikmati keperawanannya akibat pergaulan bebas di waktu remaja.Baron menggerakkan pinggulnya ma
Setelah mencapai puncak kenikmatan, Baron terkapar di samping sang istri yang sedang mengatur napasnya."Sayang, terima kasih atas semua kenikmatan yang telah kamu berikan pada saya." Baron memiringkan tubuhnya menghadap sang istri. Menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah cantiknya. "Apa kamu menikmatinya?"Pertanyaan konyol yang membuat Tari tersipu malu. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Aku sangat menyukainya," ucap Tari sedikit tidak jelas karena ia mengucapkannya sambil menutup rapat wajahnya yang memerah."Kamu bilang apa? Saya tidak mendengarnya." Baron tersenyum sambil menyingkirkan telapak tangan dari wajah sang istri. "Ucapkan sekali lagi!""Aku sangat menyukai permainanmu. Kamu benar-benar tangguh," ucap Tari sembari memejamkan matanya.Baron tersenyum senang mendengar ucapan sang istri. Tanpa ragu-ragu ia langsung melumat bibir ranum istrinya.Tari yang sedang memejamkan mata terkejut dengan serangan da