"Jangan dihubungi lagi!" cegah Andin saat sang suami hendak menelpon kembali asistennya.
"Kenapa?" Kedua alis laki-laki itu bertaut, "Sekarang dia sudah mempunyai keluarga. Aku khawatir mereka mengincar kelemahan kami," ucap Haidar dengan pelan.
"Aku lupa," sahut Andin, "Cepat hubungi lagi!" titahnya yang mulai khawatir dengan keselamatan keluarga baru Baron.
Haidar kembali menghubungi asistennya. Walau tidak ada jawaban, ia terus berusaha untuk kembali menghubunginya.
Baron baru tersadar kalau ponselnya sejak tadi berdering terus. Ia menghentikan gerakannya, lalu meraih ponsel yang tergeletak di kasur empuk itu.
Laki-laki yang sedang bercinta itu menerima panggilan tanpa menarik terlebih dahulu senjata keperkasaannya dari medan tempur.
"Halo, Tuan," sapa Baron ketika sambungan teleponnya terhubung.
"Ardi telah kembali. Kamu harus berhati-hati, lindungi keluargamu!" titah Haidar dengan serius.
"Baik, Tuan," jawab Baron.
Tari mengangguk pelan, ia malu kalau harus mengatakan ingin kembali melanjutkan pertempurannya.Baron mengelap daerah sensitif sang istri yang sudah basah dengan tisu. Kemudian ia membuka lebar-lebar kaki istrinya.Dibenamkannya wajahnya yang dipenuhi rambut halus di sekitar rahangnya yang membuat Tari tertawa geli saat brewok sang suami menggasak ladangnya yang gundul."Geli, Bang," ucap Tari sembari memegangi rambut suaminya, berusaha menjauhkan wajah brewok sang suami dari daerah sensitifnya yang gundul.Baron mendongakkan wajahnya menatap wajah sang istri yang sudah memerah. "Geli, tapi nikmat 'kan?" tanya Baron sembari tersenyum.Tari mengangguk pelan, ia tersipu malu. "Apa Abang nggak jijik?" tanya Tari dengan pelan yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Baron."Ini sangat nikmat," jawab laki-laki yang mempunyai brewok tipis itu. Lalu, kembali ia menjilati lahan gundul itu yang membuat si empunya tidak bisa menahan mulutnya untuk tid
Baron menghentikan aksinya saat Tari sudah mencapai puncak kenikmatan. Ia menatap tubuh istrinya yang sudah banjir keringat. Pendingin ruangan di kamarnya tidak bisa mendinginkan gejolak kenikmatan di dalam tubuhnya.Laki-laki itu mengusap lahan gundul sang istri yang sudah sangat basah dengan telapak tangannya. Kemudian, Baron bangun dan segera memasukkan senjatanya yang sudah berdiri tegak, dan siap untuk bertempur.Di masukkannya perlahan ke dalam lubang kenikmatan itu yang membuat sang istri mendesah sambil menengadahkan wajahnya saat senjata tumpul itu masuk dengan sempurna.Keperkasaan sang suami yang begitu besar dan panjang terasa penuh di dalam lubang kenikmatannya.Walau ia sudah pernah melahirkan, tapi lubang kenikmatannya masih terasa kencang karena ia sering melatih otot panggulnya.Ia tidak mau mengecewakan suaminya yang tidak bisa menikmati keperawanannya akibat pergaulan bebas di waktu remaja.Baron menggerakkan pinggulnya ma
Setelah mencapai puncak kenikmatan, Baron terkapar di samping sang istri yang sedang mengatur napasnya."Sayang, terima kasih atas semua kenikmatan yang telah kamu berikan pada saya." Baron memiringkan tubuhnya menghadap sang istri. Menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah cantiknya. "Apa kamu menikmatinya?"Pertanyaan konyol yang membuat Tari tersipu malu. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Aku sangat menyukainya," ucap Tari sedikit tidak jelas karena ia mengucapkannya sambil menutup rapat wajahnya yang memerah."Kamu bilang apa? Saya tidak mendengarnya." Baron tersenyum sambil menyingkirkan telapak tangan dari wajah sang istri. "Ucapkan sekali lagi!""Aku sangat menyukai permainanmu. Kamu benar-benar tangguh," ucap Tari sembari memejamkan matanya.Baron tersenyum senang mendengar ucapan sang istri. Tanpa ragu-ragu ia langsung melumat bibir ranum istrinya.Tari yang sedang memejamkan mata terkejut dengan serangan da
Tari mengangkat kepalanya. Ia duduk di atas tubuh sang suami sambil memasukkan senjata keramat yang begitu besar ke dalam lubang keramatnya."Aaa ...." Tari menengadahkan wajahnya saat senjata itu sudah menusuknya dengan sempurna. Terasa penuh di dalam sana.Ia menggerakkan pinggulnya naik turun dengan pelan karena masih terasa perih akibat permainan yang baru saja ia lakukan."Lebih cepat, Sayang!" titah suaminya yang bangun dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur tanpa melepas sang istri dari penyatuannya.Tari mengikuti arahan sang suami, ia menggerakkan pinggulnya dengan cepat dengan gaya yang berbeda. Keduanya memejamkan mata mengeluarkan desahan-desahan manja.Baron memainkan puncak bukit sang istri yang sudah mengeras. Tari semakin kencang melakukannya saat Baron memilinnya dan sesekali menghisapnya sambil meremas benda kenyal itu."Baron ...." Tari semakin menggila menggerakkan pinggulnya.Baron meremas bemp
"Kenapa, Sayang?" Baron bangun dan terduduk, lalu menyingkirkan tangan istrinya yang menutupi lahan gundul itu."Abang mau ngapain? Malu tahu." Tari berusaha menutupnya kembali, tapi tenaga sang suami lebih besar, ia tidak bisa melawannya."Kenapa malu? Tadi 'kan udah saya obok-obok pakai lidah saya," ucap Baron sambil tertawa pelan.Laki-laki perkasa itu mendapat pukulan dari sang istri di bahunya. "Nggak usah diingetin, aku nggak hilang ingatan," ucapnya sembari memonyongkan bibir yang membuat laki-laki itu tidak bisa menahan tawanya karena gemas dengan sang istri.Baron melihat lahan gundul sang istri yang memerah dan terlihat sangat besar di bagian bibir yang memanjang ke bawah itu.'Kenapa bisa seperti ini? Apa saat melakukannya dia juga kesakitan? Tapi saya lihat dia begitu menikmatinya,' Baron bertanya-tanya dalam hatinya sambil memandang lahan garapannya yang membengkak.'Dia mau ngapain? Apa dia mau melakukannya lagi? Ini aja
Baron mendekat, lalu membopong sang istri dan membawanya ke kamar mandi."Bang, turunkan aku di situ, aku pengin pipis dulu," pinta Tari sambil menunjuk kloset duduk.Baron pun menurunkan sang istri di sana dan tidak meninggalkan wanita cantik itu, ia terus menggengam jemari lentik istrinya."Abang ke sana aja! Aku malu," usir Tari dengan pelan."Jangan malu! Ayo silakan kalau mau buang air kecil!"Baron tetap bersikeras tidak mau pergi dan terus menggenggam jemari sang istri karena takut istrinya terjatuh.'Ya elah nih laki, perhatian sih perhatian, masa mau pipis aja ditungguin, mana bisa keluar,' gerutu Tari dalam hatinya.Ia pun terpaksa mengizinkan sang suami untuk tetap menemaninya buang air kecil. "Abang ... perih ...," ucap Tari sambil meringis.Tari meremas dengan erat jemari sang suami saat membuang air kecilnya."Sayang." Baron berjongkok di depan sang istri yang sedang meringis, "Kamu kenapa?"Laki-lak
Tari berteriak saat tangan kiri Baron memilin bukit kembarnya, sementara tangan kanannya merayap masuk ke dalam lubang keramat milik istrinya."Kenapa, Sayang? Apa kamu nggak mau melanjutkannya?" tanya Baron yang seketika menghentikan aksinya saat mendengar teriakan sang istri."Ini nikmat," ucapnya, "Lanjutkan! Kenapa berhenti? Kamu harus tanggung jawab sudah membangkitkan birahiku lagi," ucapnya sambil membalikkan badan.Seringai nakal terlihat jelas di wajah Baron, ia langsung membungkam mulut istrinya dengan bibir tipisnya. Kedua tangannya beraksi untuk memberikan sentuhan-sentuhan kenikmatan yang disukai sang istri.Pertempuran itu terjadi lagi di bawah pancuran shower. Rasa perih yang dirasakannya seolah sembuh ketika tangan suaminya menari-nari di lubang keramatnya.Baron dan Tari melakukannya sambil berdiri di bawah pancuran air yang membuat keduanya semakin gila. Ini adalah pertempuran terpanas yang dilakukan pengantin baru itu.
"Apa kamu bisa masak sendiri?" tanya Baron pada sang istri setelah menurunkannya di dapur, "Saya bangunkan Bibi saja ya," usulnya yang tidak disetujui Tari.Baron tidak mau kalau sang istri terjatuh saat memasak karena ia sudah kelelahan, akibat tiga kali bertarung dengannya."Nggak usah!" sahut Tari, "Jangan mengganggu! Mereka sudah seharian bekerja, biarkan mereka istirahat!"Wanita itu pun segera masak mie rebus lengkap dengan sayur dan telur. Setelah matang ia segera menyajikannya di meja makan.Tari hanya membuatnya satu porsi karena ia pikir sang suami tidak suka makan mie instan. Wanita cantik yang sudah kelaparan itu segera memakan mie rebus selagi panas.Sementara sang suami hanya memandangnya sambil menelan air liur. Aroma mie rebus itu benar-benar membuatnya lapar. Tapi, ia malu untuk memintanya karena tadi ia melarang sang istri untuk makan mie instan.Tari melirik pada sang suami yang terus saja memandangnya. Ia pun