"Bee, kamu makan dulu sana! Biar aku yang jagain anak-anak." Haidar membelai lembut rambut sang istri yang membuat Andin terperanjat karena tidak tahu kalau sang suami datang.
Andin menoleh kepada laki-laki yang membelai rambutnya. "Kamu kenapa ke sini? Udah istirahat aja. Mereka ada Bibi yang jagain." Andin bangun dan berdiri menghadap sang suami.
"Nggak apa-apa, aku udah sehat," jawab Haidar sembari melambaikan tangannya pada sang anak. "Mereka kangen sama kamu kayaknya," ucap Andin sembari tersenyum penuh syukur. "Kamu temenin aku makan aja yuk!" Andin menarik tangan sang suami agar mengikutinya.
"Tunggu sebentar! Aku mau mencium kedua juniorku dulu." Haidar mendekati ranjang anaknya, ia mencium kedua generasi penerusnya dengan penuh kasih sayang.
"Maafkan Daddy ya, Nak, Daddy bukannya jijik sama kamu, hanya saja tubuhku ini masih dalam pemulihan," ucap Haidar pada bayi Gara.
Setelah mencium kedua anaknya, Andin dan Haidar keluar dari kamar si k
"Maafkan aku juga, nggak bisa menemani kamu," kata Haidar sembari membelai wajah sang istri. "Kamu habiskan makanannya dulu! Nanti kita ke butik, nyari baju pesta untukmu. Pasti udah nggak ada yang muat kan!" ucap Haidar sembari terkekeh."Aku gendut gara-gara kamu," sahut Andin sembari memonyongkan bibirnya. Niatnya untuk menurunkan berat badan selalu dilarang oleh suaminya."Kamu nggak gendut, tapi semok," balas Haidar sembari tertawa geli."Ayo kita berangkat! Kalau kemalaman nanti keburu tutup!" ajak Andin setelah mengelap mulutnya dengan tisu.Andin sangat bersemangat untuk pergi keluar bersama sang suami. Akhir-akhir ini ia jarang sekali pergi berdua, menghabiskan waktu bersama dengan laki-laki yang sangat ia cintai."Ayo." Haidar bangun dari duduknya, mengulurkan tangan di depan wanita cantik itu. "Kamu ganti baju dulu sana! Kita pergi naik motor, sekalian kita pacaran," ucapnya sembari mengedipkan sebelah matanya."Jangan naik motor!
Tidak sampai sepuluh menit, Andin sudah keluar dari kamarnya. Ia menapaki tangga dengan perlahan sembari mengedarkan pandangannya mencari sang suami."Brondong alot kemana?" gumam Andin saat sudah menuruni tangga, tapi tidak menemukan suaminya. "Boo! Kamu di mana?" Andin memanggil Haidar dengan sedikit berteriak.Pelayan setia Haidar yang sudah tidak muda lagi menghampiri Andin. "Tuan ada di teras depan, Nyonya," kata Pak Jaka dengan sopan yang kebetulan dari luar rumah."Makasih, Pak," ucap Andin kepada laki-laki yang usianya sudah lebih dari setengah abad.Andin melangkah sambil bersenandung, menghampiri sang suami yang sedang duduk bersantai di teras depan."Boo, ayo kita berangkat!"Ucapan Andin membuat Haidar menoleh pada wanita cantik itu. Ia memandang sang istri dari atas hingga bawah. "Kamu memang seksi, mau pakai baju apa pun tetap seksi," ucapnya pada sang istri."Baru nyadar kalau istrimu ini wanita yang
Mobil sport berwarna ungu dan dua mobil mewah lainnya berwarna hitam telah terparkir tidak jauh dari taman."Kenapa ke sini dulu, nanti butiknya keburu tutup," tanya Haidar sebelum keluar dari mobil."Besok aja ke butiknya, sekarang kita pacaran dulu," jawab Andin sambil mengedipkan sebelah matanya."Baiklah," sahut Haidar sembari tersenyum bahagia.Kedua pengawalnya sudah berdiri di samping mobil, dan sudah membukakan pintu untuk mereka berdua.Haidar melihat ke sekeliling, ia melihat pengawalnya sudah menyebar, tapi ada yang berbeda dengan para pengawalnya itu.Mereka tidak menggunakan setelan jas berwarna hitam seperti sebelumnya, tapi para pengawal itu berpakaian santai."Kapan kamu nyuruh mereka ganti baju?" bisik Haidar pada sang istri sambil berjalan menuju taman.Taman yang selalu ramai dengan para pengunjung yang kebanyakan sepasang kekasih untuk menghabiskan waktu bersama dengan orang yang dicintainya.
"Maaf, Tu-tuan," ucap pemuda itu terbata."Bereskan dia!" titah Haidar kepada para pengawalnya.Kedua pengawalnya menarik pemuda itu untuk menjauhi kerumunan. Seketika orang yang melihat kejadian itu bertepuk tangan."Anda hebat, Tuan," puji salah satu laki-laki yang seumuran dengannya.Haidar hanya tersenyum menanggapi ucapan dari laki-laki itu. Kemudian, ia mengajak sang istri untuk duduk di rerumputan dekat batu besar yang ada di taman itu.Hanya ada beberapa orang saja yang ada di sekelilingnya yang sedang menikmati malam indah bersama seorang kekasih.Andin duduk di samping sang suami sambil menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki kekar itu."Boo, coba ku lihat tanganmu." Andin meraih tangan sang suami yang digunakan untuk memukul pemuda tak berakhlak itu. "Tanganmu tidak apa-apa?" tanya Andin. Lalu, menciumi jemari sang suami dengan mesra."Kenapa kamu mencium tanganku?" tanya Haidar, "Harusnya kamu cium ini," kata laki-
"Boo, malam ini aku sangat bahagia." Andin menyandarkan tubuhnya di rerumputan yang tanahnya menggunduk seperti bukit.Menatap hiasan langit malam yang berkelip indah. Ia merasa sangat bahagia menghabiskan waktu bersama dengan laki-laki yang dicintainya."Apa karena menyanyikan lagu kenangan bersama mantan kekasihmu?" tanya laki-laki yang sedang duduk dengan tumpuan kedua tangannya sebagai penunjang di belakang sambil menatap langit gelap yang bertabur bintang."Apa kamu cemburu?" Andin bangun dan duduk kembali, lalu menyenggol bahu laki-laki yang duduk di sampingnya. "Terima kasih." Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami. Kemudian, mengecup pipi suaminya berkali-kali."Aku sedang cemburu. Kenapa kamu malah berterima kasih." Haidar menolehkan wajahnya pada sang istri."Karena kamu sudah cemburu, itu artinya kamu mencintaiku," jawab Andin sembari tersenyum tanpa melepas rangkulan tangannya di leher sang suami."Apa kamu masih
Haidar menutup mulut Andin saat wanita cantik itu ingin kembali berteriak."Udah, Bee, malu," bisik Haidar tanpa melepas telapak tangannya yang menutup mulut sang istri.Andin melepas bekapan tangan sang suami. "Aku haus, mau minum," ucapnya.Haidar terkekeh, lalu mengambil botol air mineral dan memberikannya pada sang istri setelah terlebih dulu membuka tutupnya. "Makanya jangan teriak-teriak, kayak Tarzan aja!""Habisnya kamu ngeraguin aku terus," ucapnya setelah minum air mineral itu.Ia kembali memberikan botol air minum yang masih tersisa setengahnya kepada sang suami.l"Bee, ayo kita pulang! Kita terlalu lama meninggalkan anak-anak!" Haidar bangun dan berdiri, lalu mengulurkan tangannya pada wanita cantik yang selalu terlihat seksi walau memakai pakaian yang tertutup."Ayo!" Andin menerima uluran tangan suaminya. Mereka berjalan bergandengan tangan menuju tempat parkir."Sepertinya kita harus lebih sering menghabiskan wak
"Kenapa mereka begitu lama membereskan para cecunguk itu?" Andin sudah gemas melihat para pengawalnya yang begitu lama menumbangkan musuh."Sepertinya mereka membawa pasukan yang lebih kuat, Nyonya," sahut pengawal yang masih tersisa satu orang di dalam mobil majikannya."Ini tidak bisa dibiarkan!" Andin hendak membuka pintu mobil, tapi sang suami melarangnya."Jangan keluar! Itu sangat berbahaya," cegah Haidar pada Andin. "Kamu tenang saja, para pengawal kita, orang-orang terpilih, mereka bukan orang sembarangan. Kita tunggu lima menit lagi," ucap Haidar sembari menatap tajam ke arah para pengawalnya yang sedang bertarung."Baiklah." Andin mengurungkan niatnya untuk membantu para pengawalnya.'Sepertinya ada yang aku nggak tahu dari bidadari mesumku, Dia terlihat begitu santai, seolah-olah tahu kalau akan terjadi pertempuran.' Haidar berbicara dalam hatinya.Benar saja, tidak sampai lima menit para pengawal tampan itu sudah berhasil membaba
"Aku juga minta maaf, bukan maksud untuk meremehkanmu, tapi aku nggak mau kamu kepikiran yang akan membuat penyakitmu kambuh lagi." Andin menatap manik mata berwarna coklat itu.Keadaan suaminya yang membuat ia bertindak sendiri tanpa campur tangan sang suami. Dengan para pengawal yang hebat, ia bisa mengatasi semuanya.Haidar mengerutkan dahinya, 'Maksudnya apa? Penyakitku?' Haidar bertanya-tanya dalam hatinya. "Bee, aku nggak sakit," jawab Haidar dengan tegas."Iya, aku percaya," sahut Andin sambil membelai wajah sang suami. "Orang sakit nggak mungkin 'kan mau makan piring," gumam Andin pelan sambil membenarkan posisi duduknya."Kamu ini ya, senang sekali meledekku." Haidar menggelitiki pinggang sang istri yang membuat wanita cantik itu tertawa terbahak-bahak."Ampun, Boo!" ucap Andin di sela tawanya."Nggak ada kata ampun," sahut Haidar yang terus saja menggelitik Andin. "Begini nih kalau istri jarang dihukum.""Ampun!" Saat Andin