Semua Bab Pengantin Tuan Haidar: Bab 341 - Bab 350

606 Bab

Bab 340. Kekhawatiran Sang Suami

Tari melongok saat suaminya sudah kembali dari mini market. "Ya ampun, Bang. Kamu belanja apa aja, banyak banget?" tanya Tari kepada suaminya yang menenteng dua kantong belanjaan berwarna hijau. "Semua ini pembalut bersayap pesanan kamu," jawab Baron sembari mendekati istrinya. Tari tertawa melihat suaminya menenteng dua kantong belanjaan berisi pembalut. "Maaf ya udah nyusahin kamu," ucapnya dengan tulus. 'Aku lupa nggak ngasih tahu harus beli berapa,' gumam Tari dalam hatinya. "Kamu dari tadi belum keluar dari kamar mandi?" tanya Baron pada sang istri yang hanya melongok dari dalam kamar mandi. "Belum," jawabnya sembari menyeringai. Tari mengulurkan tangannya untuk mengambil pembalut dari kantong belanjaan yang dibawa suaminya.  Setelah memberikan satu bungkus pembalut, Baron menaruh sisanya di dekat pintu kamar mandi. Lalu, laki-laki itu duduk di pinggiran tempat tidur untuk menunggu istrinya. Ia penasaran dengan apa yang sedan
Baca selengkapnya

Bab 341. Menghabiskan Waktu Bersama

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Baron sembari mengikuti langkah istrinya. Tari menghentikan langkah, membalikkan badan menghadap suaminya. "Bang, aku nggak apa-apa," sahut Tari, "Kamu bisa lihat sendiri, aku sehat. Ini sudah biasa aku alami setiap bulan." Tari menjelaskan tentang kondisinya supaya laki-laki itu tidak terlalu mengkhawatirkannya. 'Apa dia sama sekali nggak tahu tentang wanita?Kenapa dia terlihat begitu khawatir? Apa menurutnya datang bulan itu sesuatu yang menyakitkan?' Tari bertanya-tanya dalam hatinya. Baron memerhatikan wajah sang istri yang terlihat berseri tidak seperti bayangannya. Bahwa, wanita yang sedang datang bulan itu terlihat pucat dan lemah tak berdaya. "Tadi saya baca artikel tentang wanita yang sedang datang bulan. Di situ disebutkan kalau wanita yang sedang mengalami siklus itu tubuhnya terasa lemah, bahkan ada yang tidak bisa melakukan pekerjaan apa pun," jelas Baron kepada wanita cantik di hadapannya. "Hanya beber
Baca selengkapnya

Bab 342. Mengungkapkan Perasaan

Tari tertawa terbahak mendengar ucapan suaminya. "Abang tahu? Dulu aku sangat membencimu," sahut Tari, "Kamu sangat menyebalkan karena selalu mengatur hal pribadiku juga.""Itu karena saya tidak mau kamu dilirik laki-laki lain. Saya sudah mencintaimu sejak lama, tapi saya tidak menyadari hal itu."Baron menatap manik mata indah milik istrinya. Ia mengungkapkan perasaannya pada wanita yang baru beberapa hari lalu dinikahinya."Saya belum pernah mencintai sebelumnya. Jadi, tidak mengerti dengan apa yang hati ini rasakan waktu itu. Tapi, kini saya sadar ternyata saya sangat mencintai wanita yang selalu mencuri perhatian ini," ucapnya sembari mencubit hidung mancung istrinya.Tari tersenyum mendengar pernyataan cinta dari suaminya. "Tapi, dulu aku sangat membencimu, Tuan Baron. Aku tidak mau menatap wajah angkuhmu itu," ucap Tari sembari tertawa pelan."Kenapa? Apa ketampanan saya mengganggu pandangan kamu?" tanya Baron. Ia bermaksud bercanda. Namun, u
Baca selengkapnya

Bab 343. Penawar Cinta

"Terima kasih," ucap Baron sembari mengusap bibir istrinya yang basah setelah ciuman panas itu berakhir.Tari tersipu malu. Ia menundukkan pandangannya tidak berani menatap wajah tampan Baron. Ciuman itu bukan yang pertama bagi Tari, tapi rasa nyaman itu ada ketika berciuman dengan laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya."Maaf karena kamu tidak mendapatkan yang pertama dariku. Semua yang ada di tubuhku bekas sentuhan laki-laki lain," ucap Tari dengan pelan, mengingat kebodohannya di waktu muda. Menyesal pun tidak berguna lagi. 'Andai waktu bisa berputar, aku tidak akan mengikuti bisikan setan waktu itu,' batin Tari.Baron bangun dari duduknya, ia memegang dengan lembut bahu istrinya. Tari pun ikut terbangun, ia menatap wajah tampan laki-laki yang telah sah menjadi suaminya."Apa kamu tidak ingin hidup bahagia dengan suamimu ini?" tanya Baron dengan lembut."Aku sangat ingin hidup bahagia dengan laki-laki yang mencintaiku dengan tulus seperti Aba
Baca selengkapnya

Bab 344. Hukum Aku!

“Bee, ternyata kalau sakit gini nggak enak ya. Padahal aku pikir sakit itu enak, diperhatikan terus, makan disuapi, disayang-sayang, tapi ternyata ada satu yang nggak bisa dilakuin jika kita sakit,” kata Haidar sembari menatap wajah cantik sang istri yang berbaring di sampingnya.“Apa?” tanya Andin pada suaminya sembari membelai rambut laki-laki tampan yang sedang sakit dan tidak berdaya.“Menghukum kamu,” jawab Haidar sembari tersenyum, “Kamu hukum aku dong, Bee! Kasihan nih jagoanku, aku sakit dia juga jadi ikutan sakit karena gak dapat jatah vitamin.”Haidar memohon kepada wanita cantik itu. Ia berharap dengan berhubungan badan, akan menambah semangat dan segera pulih dari sakitnya.Andin bangun dari tidurnya, ia terduduk di samping sang suami. “Astaga! Kamu pengin mati? Pikirin aja kesehatan kamu! Kalau udah sembuh mau sehari tiga kali atau lebih pun aku jabanin,” kata Andin sedikit menaikkan
Baca selengkapnya

Bab 345. Memeriksa Kewarasan

"Pendengarannya tajam sekali," gumam Haidar setelah sang istri keluar dan menutup pintu kamarnya.Ketika ia ingin memejamkan mata, terdengar bunyi dari ponselnya. Laki-laki itu mengambil benda pipih yang ia taruh dekat bantal. "Ada apa dia nelpon?" gumam Haidar sembari menatap layar ponselnya, "Kalau aku jawab, nanti dia tahu kalau aku juga lagi liburan di tempat tidur. Bisa-bisa dia langsung pulang dari liburannya."Haidar pun mematikan ponselnya, lalu menaruh kembali di dekat bantal. Ternyata yang menelponnya di jam segini adalah Baron, sang asisten. Ia tidak mau membuat asistennya yang sedang bulan madu menjadi khawatir jika tahu keadaanya sekarang.Laki-laki yang sudah lebih dari dua puluh tahun mengabdikan diri kepada keluarga Mannaf Dan selalu siap melayani Haidar kapan pun dan di mana pun.Haidar kembali memejamkan mata karena ia begitu lemah, hanya tidur saja aktifitasnya seharian ini. Bahkan untuk ke kamar mandi saja ia harus dibantu
Baca selengkapnya

Bab 346. Menikah Lagi

Andin duduk di pinggiran tempat tidur sembari melipat kedua tangannya di bawah dada. Memandang wajah tampan suaminya yang tampak lesu. “Kenapa nggak boleh? Kamu ‘kan udah mati,” tanya Andin pada laki-laki yang sedang terbaring karena sakit sembari menahan senyumnya.“Aku ‘kan belum mati, Bee,” sahut Haidar dengan sewot. Memiringkan badannya membelakangi wanita cantik yang sedang menggodanya.Ia berharap wanita cantik itu menjawab pertanyaannya dengan melarangnya untuk berbicara seperti itu, tapi di luar dugaan sang istri ternyata tampak bahagia jika ia sudah tiada.“Tadi kamu ‘kan bertanya kalau kamu udah mati aku mau nikah lagi nggak? Ya aku jawab iyalah, aku ‘kan wanita muda yang masih butuh belaian dari laki-laki perkasa yang akan membahagiakan aku lahir dan batin,” kata Andin sembari tersenyum yang tidak mungkin dilihat sang suami karena laki-laki itu berbaring membelakanginya. “K
Baca selengkapnya

Bab 347. Obatmu Adalah Istrimu.

Sebelum menyuapi laki-laki yang sangat ia cintai, Andin menyeka keringat yang mengucur dari kening suaminya. "Boo, cepet sembuh dong! Aku sedih kalau lihat kamu kayak gini," kata wanita cantik yang sedang mengelap keringat di wajah suaminya. "Iya, Bee." Haidar tersenyum manis pada ibu muda yang melahirkan anak-anaknya. "Aku boleh duduk nggak?" tanya Haidar pada sang istri.  Sebelumnya Andin menyuruh laki-laki tampan itu untuk tetap berbaring supaya tidak banyak bergerak dan tidak banyak mengeluarkan tenaga yang akan membuatnya kelelahan. "Boleh aja kalau kamu nggak pusing," kata Andin yang direspons dengan gelengan kepala oleh suaminya.  Kemudian, ibu dua anak itu membantu suaminya untuk bangun. Lalu, menumpuk dua bantal di belakang tubuh sang suami supaya laki-laki itu bisa bersandar dengan nyaman. "Makan yang banyak ya supaya kamu cepat sembuh!" titah Andin pada suaminya. Lalu, ia menyuapkan satu sendok makan bubur
Baca selengkapnya

Bab 348. Bersemangat Lagi

“Bee, obatku mana?” tanya Haidar pada wanita cantik yang sedang membereskan bekas makannya. Haidar ingin segera pulih dari sakitnya, ia tidak mau sang istri menikah lagi dengan orang lain kalau sampa ia tidak bisa sembuh.Wanita cantik itu menoleh pada laki-laki yang sangat bersemangat untuk sembuh. “Bentar dong, Cinta,” sahut Andin sembari tersenyum.“Bee, tolong carikan suplemen supaya aku awet muda!” titah Haidar yang membuat wanita cantik itu tergelak mendengar ucapan suaminya.Haidar tidak mau kalau ia terlihat semakin tua, jarak usia di antara mereka yang lumayan cukup jauh membuatnya khawatir kalau sang istri akan melirik laki-laki yang lebih muda dan gagah darinya.“Untuk apaan?” tanya Andin sembari tertawa pelan, “Olah raga aja kalau pengin sehat terus, kebanyakan suplemen juga nggak baik, Boo.” Andin mendekatinya dan duduk di samping sang suami. “Walaupun rambut kamu sudah memutih
Baca selengkapnya

Bab 349. Suplemen Awet Muda

Andin mengecup bibir laki-laki tampan itu sekilas. "Nggak usah lama-lama nanti ketagihan," ucap Andin sembari tertawa geli. "Baiklah," ucap Haidar sembari membasahi bibirnya dengan lidah. "Kalau aku sembuh, kamu nggak bakal aku lepaskan, hingga kamu lupa kalau aku sudah tua." Andin tertawa geli mendengar ucapan suaminya. "Aku nggak akan lupa kalau suamiku udah tua, sebentar lagi rambutmu akan memutih, kulit mulai keriput, tenaga mulai berkurang, pesonamu hilang sudah Tuan Haidar Mannaf," ucap Andin di dekat telinga laki-laki tampan itu. Andin menatap wajah tampan suaminya dengan lekat. "Kamu akan tua lebih cepat, sedangkan aku masih terlihat lebih muda." Haidar menelan salivanya dengan susah payah. "Apa itu artinya kamu akan berpaling kepada laki-laki yang lebih muda dari aku?" "Tergantung," sahut Andin sembari melipat kedua tangannya di bawah dada. "Tergantung apa?" Haidar kembali khawatir kalau sang istri akan meninggalkannya jika ia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3334353637
...
61
DMCA.com Protection Status