“Bee, obatku mana?” tanya Haidar pada wanita cantik yang sedang membereskan bekas makannya. Haidar ingin segera pulih dari sakitnya, ia tidak mau sang istri menikah lagi dengan orang lain kalau sampa ia tidak bisa sembuh.
Wanita cantik itu menoleh pada laki-laki yang sangat bersemangat untuk sembuh. “Bentar dong, Cinta,” sahut Andin sembari tersenyum.
“Bee, tolong carikan suplemen supaya aku awet muda!” titah Haidar yang membuat wanita cantik itu tergelak mendengar ucapan suaminya.
Haidar tidak mau kalau ia terlihat semakin tua, jarak usia di antara mereka yang lumayan cukup jauh membuatnya khawatir kalau sang istri akan melirik laki-laki yang lebih muda dan gagah darinya.
“Untuk apaan?” tanya Andin sembari tertawa pelan, “Olah raga aja kalau pengin sehat terus, kebanyakan suplemen juga nggak baik, Boo.” Andin mendekatinya dan duduk di samping sang suami. “Walaupun rambut kamu sudah memutih
Andin mengecup bibir laki-laki tampan itu sekilas. "Nggak usah lama-lama nanti ketagihan," ucap Andin sembari tertawa geli. "Baiklah," ucap Haidar sembari membasahi bibirnya dengan lidah. "Kalau aku sembuh, kamu nggak bakal aku lepaskan, hingga kamu lupa kalau aku sudah tua." Andin tertawa geli mendengar ucapan suaminya. "Aku nggak akan lupa kalau suamiku udah tua, sebentar lagi rambutmu akan memutih, kulit mulai keriput, tenaga mulai berkurang, pesonamu hilang sudah Tuan Haidar Mannaf," ucap Andin di dekat telinga laki-laki tampan itu. Andin menatap wajah tampan suaminya dengan lekat. "Kamu akan tua lebih cepat, sedangkan aku masih terlihat lebih muda." Haidar menelan salivanya dengan susah payah. "Apa itu artinya kamu akan berpaling kepada laki-laki yang lebih muda dari aku?" "Tergantung," sahut Andin sembari melipat kedua tangannya di bawah dada. "Tergantung apa?" Haidar kembali khawatir kalau sang istri akan meninggalkannya jika ia
“Apanya yang disengaja?” tanya wanita seksi yang baru keluar dari kamar mandi tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya yang sintal. “Kenapa kamu keluar nggak pakai handuk?” tanya Haidar yang terus memandangi lahan gundul yang berada di bawah perut istrinya. “Di dalam nggak ada handuk,” jawab Andin dengan santainya sembari menghampiri sang suami yang terus memandangnya tanpa berkedip. “Alasan aja! Bilang aja kamu mau menyiksa aku,” sahut Haidar, “Si Jagoan nggak sakit, kalau sampai dia bangun gimana? Bisa berabe kalau aku nggak bisa menjinakkannya.” Wanita seksi itu berdiri di hadapan sang suami, menaikkan satu kakinya ke atas tempat tidur yang membuatnya terlihat semakin menggairahkan. “Apa aku kurang seksi?” tanya Andin sembari mengibaskan rambutnya yang basah, sehingga sisa air yang ada di rambutnya menyiprat ke wajah laki-laki tampan itu. “Tuh ‘kan jagoanku jadi bangun,” kata Haidar sembari mengelus-elus senjata keperkasaannya di
“Kamu cium aroma ketiakku,” ucap laki-laki tampan yang sudah terlihat lebih segar sejak diterapi oleh istrinya.Haidar menjadi lebih segar karena mengeluarkan banyak keringat setelah menjinakkan jagoannya. Laki-laki itu sangat bersemangat setelah melihat tubuh sintal sang istri yang polos tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh mulus wanita seksi yang sudah melahirkan dua anaknya.“Aku suka aroma ketiakmu,” ucap Andin, “Asem-asem sedep.” Andin tetawa terbahak ketika Haidar makin mengimpit kepalanya.Andin merasa nyaman jika tidur di bawah ketiak suaminya. Aroma dari daerah berbulu itu benar-benar membuat ibu muda itu kecanduan. Bahkan wanita cantik itu mencium dan menghirup bau sedapnyaWamita seksi itu melepaskan diri dari himpitan tangan kekar sang suami. “Bagaimana terapi si Jagoan? Sukses?” tanya Andin sembari merapikan rambutnya yang berantakan akibat ulah suaminya.Ia sengaja tidak mema
Andin mengusap wajah Haidar dengan telapak tangannya. "Nanti kamu bengek kalau aku genjot," cibir Andin sembari tertawa geli."Memangnya aku terlihat selemah itu ya?" Haidar menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Kamu nggak lemah, tapi kamu laki-laki yang kuat." Andin meraih tangan suaminya, mencium tangan yang telah memberikan nafkah untuknya dengan mesra. "Kamu nggak punya penyakit yang serius 'kan?"Haidar terdiam beberapa saat sambil menatap wajah cantik istrinya. "Aku-"Terdengar suara dering ponsel Haidar yang membuat ia menghentikan ucapannya. Laki-laki itu meraih ponselnya, menatap layar ponsel itu, lalu menaruhnya kembali."Kenapa nggak dijawab? Itu telpon dari siapa?" tanya Andin yang penasaran karena Haidar menelungkupkan layar ponselnya."Itu dari Baron, sudah dua kali dia menelpon, tapi nggak aku jawab," balas Haidar, "Kalau sampai Baron tahu aku sakit, dia pasti pulang dari bulan madunya.""Harusnya kamu
Tari tersenyum kepada laki-laki angkuh yang kini menjadi pendamping hidupnya. Ia tidak akan cemburu atau merasa terabaikan karena ia tahu bagaimana rasanya di posisi sang suami.Rasa hormat sang suami kepada orang yang merangkulnya di saat sedang terpuruk sama seperti dirinya yang menghormati laki-laki yang ia nikahi.Laki-laki angkuh itu telah menyiram hatinya yang gersang dengan cinta yang tulus. Sehingga kini hati itu kembali berbunga.Wanita cantik itu merasa bersyukur mempunyai pendamping hidup seperti Baron. Walau kadang seperti es balok, tapi ia sadar laki-laki itu mempunyai cinta yang tulus untuknya dan keluarga.Laki-laki itu mampu membangkitkannya dari keterpurukan. Membuatnya sadar kalau tidak semua laki-laki brengsek seperti mantan kekasihnya dulu."Coba telepon sekali lagi!" titah sang istri dengan lembut.Baron mengangguk dengan pelan, lalu menggulir layar ponselnya untuk kembali menghubungi sang tuan."Halo,
"Gimana Bang?" tanya Tari setelah suaminya menutup panggilan telponnya kepada Tuan Haidar.Baron menaruh benda pipih itu di atas meja, lalu menggenggam tangan wanita cantik yang duduk di hadapannya, mencium tangan itu dengan mesra. "Terima kasih, Sayang.""Tuan Haidar bagaimana?" tanya Tari lagi karena sang suami tidak menjawabnya malah mencium jemari lentiknya berulangkali."Tuan dalam keadaan sehat, tadi Nyonya Andin yang menjawabnya," jelas Baron kepada wanita cantik yang begitu penasaran dengan keadaan tuannya."Syukurlah." Tari merasa lega mendengarnya, bukan karena tidak jadi pulang, tapi ia merasa lega karena sang suami tidak gelisah lagi memikirkan atasannya."Ayo kita makan!" ajak Baron kepada Tari."Iya, Bang," jawab Tari sembari tersenyum.Baron dan Tari menikmati makan malam tanpa ada perlakuan romantis. Laki-laki itu terlalu lurus dan tidak tahu bagaimana cara berkencan dengan seorang wanita.Laki-laki
'Bersyukurlah punya suami macam es balok! Walau nggak ada kata-kata romantis yang keluar dari mulutnya, tapi wajahnya sudah terlihat romantis,' ucap Tari dalam hatinya sembari tersenyum."Sayang, kenapa kamu tersenyum? Katanya kamu kedinginan? Saya sudah panik, takut kamu kenapa-kenapa?" tanya Baron sembari membuka pintu resort tempatnya bermalam.Tari menggeleng pelan sembari tersenyum. 'Ternyata paniknya si gunung es begini, tetap tenang setenang air di baskom," batin Tari.Baron membaringkannya di tempat tidur. Namun, wanita cantik itu langsung bangun dan berdiri. Ia hendak masuk ke kamar mandi untuk mengganti pembalutnya. Tapi, laki-laki tampan itu melarangnya."Kamu mau ke mana?" Baron memegangi bahu sang istri dengan lembut dan memaksanya untuk duduk di tempat tidur."Aku mau ganti pembalut dulu, Bang," jawab Tari dengan pelan. Ia masih merasa malu dengan suaminya jika berbicara masalah kewanitaan."Kamu tiduran aja di sini! Kalau kamu
Seminggu telah berlalu, kini Haidar sudah benar-benar pulih. Baron dan Tari juga sudah kembali dari bulan madunya. Keluarga Mami Inggit juga baru pulang dari liburannya bersama keluarga Tari.Pengantin baru itu sudah mulai masuk kerja, kecuali sang istri yang merupakan sekretaris sang CEO di perusahaan yang sama dengan tempatnya bekerja minta libur tambahan karena merasa masih sangat lelah akibat perjalanan jauhnya.Ini adalah hari pertama Haidar dan Baron kembali ke kantor. Setumpuk kerjaan sudah menunggu orang berpengaruh di Perusahaan Mannaf Group.Kedua laki-laki itu berjalan dengan gagahnya. Baron berjalan melewati ruangannya dan terus mengikuti langkah sang tuan untuk ikut bersama tuannya ke ruangan CEO.Haidar menghentikan langkah dan membalikkan badan saat sang asisten terus mengikutinya. "Mau ke mana kamu?" tanya Haidar kepada Baron.Baron juga menghentikan langkah kakinya. "Saya mau ke ruangan Tuan,"jawab Baron dengan sopan."Tidak