Andin duduk di pinggiran tempat tidur sembari melipat kedua tangannya di bawah dada. Memandang wajah tampan suaminya yang tampak lesu.
“Kenapa nggak boleh? Kamu ‘kan udah mati,” tanya Andin pada laki-laki yang sedang terbaring karena sakit sembari menahan senyumnya.
“Aku ‘kan belum mati, Bee,” sahut Haidar dengan sewot. Memiringkan badannya membelakangi wanita cantik yang sedang menggodanya.
Ia berharap wanita cantik itu menjawab pertanyaannya dengan melarangnya untuk berbicara seperti itu, tapi di luar dugaan sang istri ternyata tampak bahagia jika ia sudah tiada.
“Tadi kamu ‘kan bertanya kalau kamu udah mati aku mau nikah lagi nggak? Ya aku jawab iyalah, aku ‘kan wanita muda yang masih butuh belaian dari laki-laki perkasa yang akan membahagiakan aku lahir dan batin,” kata Andin sembari tersenyum yang tidak mungkin dilihat sang suami karena laki-laki itu berbaring membelakanginya. “K
Sebelum menyuapi laki-laki yang sangat ia cintai, Andin menyeka keringat yang mengucur dari kening suaminya. "Boo, cepet sembuh dong! Aku sedih kalau lihat kamu kayak gini," kata wanita cantik yang sedang mengelap keringat di wajah suaminya. "Iya, Bee." Haidar tersenyum manis pada ibu muda yang melahirkan anak-anaknya. "Aku boleh duduk nggak?" tanya Haidar pada sang istri. Sebelumnya Andin menyuruh laki-laki tampan itu untuk tetap berbaring supaya tidak banyak bergerak dan tidak banyak mengeluarkan tenaga yang akan membuatnya kelelahan. "Boleh aja kalau kamu nggak pusing," kata Andin yang direspons dengan gelengan kepala oleh suaminya. Kemudian, ibu dua anak itu membantu suaminya untuk bangun. Lalu, menumpuk dua bantal di belakang tubuh sang suami supaya laki-laki itu bisa bersandar dengan nyaman. "Makan yang banyak ya supaya kamu cepat sembuh!" titah Andin pada suaminya. Lalu, ia menyuapkan satu sendok makan bubur
“Bee, obatku mana?” tanya Haidar pada wanita cantik yang sedang membereskan bekas makannya. Haidar ingin segera pulih dari sakitnya, ia tidak mau sang istri menikah lagi dengan orang lain kalau sampa ia tidak bisa sembuh.Wanita cantik itu menoleh pada laki-laki yang sangat bersemangat untuk sembuh. “Bentar dong, Cinta,” sahut Andin sembari tersenyum.“Bee, tolong carikan suplemen supaya aku awet muda!” titah Haidar yang membuat wanita cantik itu tergelak mendengar ucapan suaminya.Haidar tidak mau kalau ia terlihat semakin tua, jarak usia di antara mereka yang lumayan cukup jauh membuatnya khawatir kalau sang istri akan melirik laki-laki yang lebih muda dan gagah darinya.“Untuk apaan?” tanya Andin sembari tertawa pelan, “Olah raga aja kalau pengin sehat terus, kebanyakan suplemen juga nggak baik, Boo.” Andin mendekatinya dan duduk di samping sang suami. “Walaupun rambut kamu sudah memutih
Andin mengecup bibir laki-laki tampan itu sekilas. "Nggak usah lama-lama nanti ketagihan," ucap Andin sembari tertawa geli. "Baiklah," ucap Haidar sembari membasahi bibirnya dengan lidah. "Kalau aku sembuh, kamu nggak bakal aku lepaskan, hingga kamu lupa kalau aku sudah tua." Andin tertawa geli mendengar ucapan suaminya. "Aku nggak akan lupa kalau suamiku udah tua, sebentar lagi rambutmu akan memutih, kulit mulai keriput, tenaga mulai berkurang, pesonamu hilang sudah Tuan Haidar Mannaf," ucap Andin di dekat telinga laki-laki tampan itu. Andin menatap wajah tampan suaminya dengan lekat. "Kamu akan tua lebih cepat, sedangkan aku masih terlihat lebih muda." Haidar menelan salivanya dengan susah payah. "Apa itu artinya kamu akan berpaling kepada laki-laki yang lebih muda dari aku?" "Tergantung," sahut Andin sembari melipat kedua tangannya di bawah dada. "Tergantung apa?" Haidar kembali khawatir kalau sang istri akan meninggalkannya jika ia
āApanya yang disengaja?ā tanya wanita seksi yang baru keluar dari kamar mandi tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya yang sintal. āKenapa kamu keluar nggak pakai handuk?ā tanya Haidar yang terus memandangi lahan gundul yang berada di bawah perut istrinya. āDi dalam nggak ada handuk,ā jawab Andin dengan santainya sembari menghampiri sang suami yang terus memandangnya tanpa berkedip. āAlasan aja! Bilang aja kamu mau menyiksa aku,ā sahut Haidar, āSi Jagoan nggak sakit, kalau sampai dia bangun gimana? Bisa berabe kalau aku nggak bisa menjinakkannya.ā Wanita seksi itu berdiri di hadapan sang suami, menaikkan satu kakinya ke atas tempat tidur yang membuatnya terlihat semakin menggairahkan. āApa aku kurang seksi?ā tanya Andin sembari mengibaskan rambutnya yang basah, sehingga sisa air yang ada di rambutnya menyiprat ke wajah laki-laki tampan itu. āTuh ākan jagoanku jadi bangun,ā kata Haidar sembari mengelus-elus senjata keperkasaannya di
“Kamu cium aroma ketiakku,” ucap laki-laki tampan yang sudah terlihat lebih segar sejak diterapi oleh istrinya.Haidar menjadi lebih segar karena mengeluarkan banyak keringat setelah menjinakkan jagoannya. Laki-laki itu sangat bersemangat setelah melihat tubuh sintal sang istri yang polos tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh mulus wanita seksi yang sudah melahirkan dua anaknya.“Aku suka aroma ketiakmu,” ucap Andin, “Asem-asem sedep.” Andin tetawa terbahak ketika Haidar makin mengimpit kepalanya.Andin merasa nyaman jika tidur di bawah ketiak suaminya. Aroma dari daerah berbulu itu benar-benar membuat ibu muda itu kecanduan. Bahkan wanita cantik itu mencium dan menghirup bau sedapnyaWamita seksi itu melepaskan diri dari himpitan tangan kekar sang suami. “Bagaimana terapi si Jagoan? Sukses?” tanya Andin sembari merapikan rambutnya yang berantakan akibat ulah suaminya.Ia sengaja tidak mema
Andin mengusap wajah Haidar dengan telapak tangannya. "Nanti kamu bengek kalau aku genjot," cibir Andin sembari tertawa geli."Memangnya aku terlihat selemah itu ya?" Haidar menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Kamu nggak lemah, tapi kamu laki-laki yang kuat." Andin meraih tangan suaminya, mencium tangan yang telah memberikan nafkah untuknya dengan mesra. "Kamu nggak punya penyakit yang serius 'kan?"Haidar terdiam beberapa saat sambil menatap wajah cantik istrinya. "Aku-"Terdengar suara dering ponsel Haidar yang membuat ia menghentikan ucapannya. Laki-laki itu meraih ponselnya, menatap layar ponsel itu, lalu menaruhnya kembali."Kenapa nggak dijawab? Itu telpon dari siapa?" tanya Andin yang penasaran karena Haidar menelungkupkan layar ponselnya."Itu dari Baron, sudah dua kali dia menelpon, tapi nggak aku jawab," balas Haidar, "Kalau sampai Baron tahu aku sakit, dia pasti pulang dari bulan madunya.""Harusnya kamu
Tari tersenyum kepada laki-laki angkuh yang kini menjadi pendamping hidupnya. Ia tidak akan cemburu atau merasa terabaikan karena ia tahu bagaimana rasanya di posisi sang suami.Rasa hormat sang suami kepada orang yang merangkulnya di saat sedang terpuruk sama seperti dirinya yang menghormati laki-laki yang ia nikahi.Laki-laki angkuh itu telah menyiram hatinya yang gersang dengan cinta yang tulus. Sehingga kini hati itu kembali berbunga.Wanita cantik itu merasa bersyukur mempunyai pendamping hidup seperti Baron. Walau kadang seperti es balok, tapi ia sadar laki-laki itu mempunyai cinta yang tulus untuknya dan keluarga.Laki-laki itu mampu membangkitkannya dari keterpurukan. Membuatnya sadar kalau tidak semua laki-laki brengsek seperti mantan kekasihnya dulu."Coba telepon sekali lagi!" titah sang istri dengan lembut.Baron mengangguk dengan pelan, lalu menggulir layar ponselnya untuk kembali menghubungi sang tuan."Halo,
"Gimana Bang?" tanya Tari setelah suaminya menutup panggilan telponnya kepada Tuan Haidar.Baron menaruh benda pipih itu di atas meja, lalu menggenggam tangan wanita cantik yang duduk di hadapannya, mencium tangan itu dengan mesra. "Terima kasih, Sayang.""Tuan Haidar bagaimana?" tanya Tari lagi karena sang suami tidak menjawabnya malah mencium jemari lentiknya berulangkali."Tuan dalam keadaan sehat, tadi Nyonya Andin yang menjawabnya," jelas Baron kepada wanita cantik yang begitu penasaran dengan keadaan tuannya."Syukurlah." Tari merasa lega mendengarnya, bukan karena tidak jadi pulang, tapi ia merasa lega karena sang suami tidak gelisah lagi memikirkan atasannya."Ayo kita makan!" ajak Baron kepada Tari."Iya, Bang," jawab Tari sembari tersenyum.Baron dan Tari menikmati makan malam tanpa ada perlakuan romantis. Laki-laki itu terlalu lurus dan tidak tahu bagaimana cara berkencan dengan seorang wanita.Laki-laki
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha