All Chapters of Pengantin Tuan Haidar: Chapter 241 - Chapter 250

606 Chapters

Bab 241. Maafkan aku, Mi

“Kenapa dia masih saja menangis? Apa yang harus aku lakukan, Bee? Apa mungkin dia lapar lagi?” Haidar menjadi bingung karena bayi mungil yang ada dalam gendongannya tidak berhenti menangis. “Mungkin dia pup. Kamu tolong ganti popoknya ya,” titah Andin sembari menyeringai. “Tapi, kamu bisa nggak?” “Gimana caranya? Apa aku harus membawanya ke kamar mandi? Tapi, aku nggak berani menggendongnya sambil berdiri,” ujar Haidar yang merasa bingung. ‘Ternyata Mami dan Bunda sudah sangat membantu istriku. Maafkan aku, Mi karena sudah menganggap Mami menyebalkan,” gumam Haidar dalam hati. Haidar belum juga mengganti popok bayinya. Bukannya ia tidak mau mengganti popok sang anak, tapi Haidar tidak tahu caranya. Menggendongnya saja ia tidak bisa sambil berdiri. “Kamu minta tolong Bi Narti aja, Boo,” usul Andin pada suaminya. Ia jadi takut anak
Read more

Bab 242. Sentuhan Yang Dirindukan

Dua bulan sudah berlalu setelah Andin melahirkan. Kini wanita muda itu sibuk mengurus kedua anaknya yang sudah tumbuh semakin menggemaskan. Walau ia dibantu dengan kedua pengasuh anaknya, tapi ibu muda itu tidak tinggal diam saja. Ia tetap turun tangan menyuapi hingga belajar memandikan bayinya. “Boo, maafkan aku ya kalau aku sering mengabaikanmu demi anak-anak,” ucap Andin sembari memasangkan dasi suaminya. “Nggak apa-apa, Bee. Aku sangat bersyukur mempunyai istri sepertimu, di saat para gadis seusiamu sibuk kuliah dan menghabiskan masa mudanya dengan bersenang-senang, kamu malah disibukkan dengan tugas seorang istri sekaligus dua anak yang masih kecil-kecil.” Haidar menangkup wajah sang istri, lalu mengecup bibirnya yang selalu menggoda. “Aku bahagia menjadi istrimu dan menjadi ibu dari anak-anak kita. Aku bersyukur Tuhan memberikan semua kebahagiaan ini kepadaku. Aku mencintaimu, Suamiku.
Read more

Bab 243. Imbalan Yang Fantastis

‘Sepertinya aku harus mempersiapkan kamar untuk kedua juniorku,’ batin Haidar dalam hati sembari memerhatikan istrinya yang sedang mengajak sang anak mengobrol. Haidar segera pergi ke ruang ganti untuk mengganti kemejanya yang basah. Ia memakai dasinya sendiri, lalu bersiap berangkat kerja. “Bee, ayo kita sarapan dulu! Biar Bibi yang menunggu mereka.” Haidar memanggil kedua pengasuh itu untuk menjaga kedua bayinya. Lalu kembali ke kamar untuk mengajak sang istri sarapan. Andin dan Haidar keluar dari kamar setelah kedua pengasuh anaknya masuk. Mereka berdua berjalan bergandengan tangan seperti pengantin baru. Kedua pasangan itu semakin mesra, sejak mempunyai anak. Haidar merasa kasihan kepada sang istri yang kurang istirahat karena masih ikut mengurusi sang anak walau sudah ada dua pengasuh untuk menjaga kedua juniornya. “Bee, nanti siang akan ada yang mendekor ulang kamar si kembar. Nanti ma
Read more

Bab 244. Tersipu Malu

Haidar masih saja menertawakan Baron sepanjang perjalanan. Ia tidak habis pikir dengan orang yang selalu setia berada di belakangnya. Baru pertama kali ia berani berbohong demi menjalankan perintah istrinya."Kenapa Tuan tidak berhenti tertawa? Kalau tenggorokan Tuan kering bagaimana?" Baron melirik tuannya dari balik spion dalam. Baron mencemaskan tuannya yang tidak berhenti tertawa sejak ia memberitahukan imbalan dari nyonya mudanya.Akhirnya Haidar berhenti tertawa mendengar ucapan Baron. "Kamu benar," balas Haidar. "Belikan aku air mineral dulu!" titahnya pada laki-laki yang sejak tadi ia tertawaan."Baik, Tuan," sahut Baron. Ia pun menambah kecepatan laju kendaraannya supaya cepat sampai di mini market. Tidak lama kemudian kendaraan mewah itu berhenti di depan mini market yang berlogo lebah.Haidar melakukan panggilan video kepada sang istri setelah Baron keluar dari mobil. Belum juga satu jam dia pergi, laki-laki berpengawakan tegap dengan w
Read more

Bab 245. Haidar Melamar Sekretarisnya

“Ada apa?” tanya Haidar yang terkejut karena Baron mengerem mendadak. “Maaf, Tuan,” ucap Baron dengan tulus. Ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. “Saya hanya terkejut, Tuan mau menjodohkan saya dengan perempuan ular itu. Dia wanita yang selalu mengumbar kemolekan tubuhnya untuk menggoda para lelaki. Aku nggak mau punya istri seperti dia,” jelas Baron panjang lebar. “Kamu tergoda?” tanya Haidar. Dua kata saja yang terucap dari mulut Haidar mampu membuat Baron terdiam sesaat. Ia merenungi ucapan sang tuan. ‘Apa aku tergoda?’ batin Baron. “Kenapa kamu diam saja?” Haidar bertanya pada laki-laki yang berusia 36 tahun itu. Ucapan Haidar membuyarkan lamunan Baron. “Saya … saya tidak tahu, menyukai wanita itu bagaimana rasanya, tapi saya benci jika ia memakai pakaian ya
Read more

Bab 246. Rencana Pernikahan

Haidar masuk ke dalam ruangannya diikuti oleh Baron, yang merupakan bayangannya. “Tuan tidak usah repot-repot. Biar saya sendiri yang mencari calon istri,” ucap Baron setelah mereka duduk di sofa yang ada di ruangan itu. “Kamu mau membantah perintah saya?”  tanya Haidar dengan nada pelan, tapi semakin membuat Baron menundukkan kepalanya. “Tidak, Tuan,” jawab Baron dengan cepat. “Tuan sudah sangat baik, saya tidak ingin merepotkan terlalu banyak. Biar saya dan Tari yang akan mengurus semuanya.” “Kalian santai saja, biar aku yang urus semuanya,” sahut Haidar sembari tersenyum. “Tugas kamu hanya mendekati anaknya Tari supaya dia tidak kaget tiba-tiba mempunyai ayah seperti kamu,” lanjutnya sembari tertawa. “Kenapa dengan saya, Tuan?” tanya Baron sembari meraba wajahnya. “Saya tidak terlalu
Read more

Bab 247. Sangat Menggemaskan

Tari menyemburkan kopi dari dalam mulutnya kepada Baron yang duduk behadapan dengannya. Ia terkejut mendengar suara tuannya yang tiba-tiba berdiri di belakang Baron tanpa disadari oleh kedua anak manusia itu. “Maaf, Tuan.” Entah untuk siapa kata maaf itu ia ucapkan, yang pasti ia merasa bersalah kepada dua laki-laki yang berada di hadapannya. “Maafkan saya, Tuan!” Haidar terbahak-bahak melihat pertunjukkan dari calon pengantin itu. “Kalian benar-benar serasi,” ucapnya sembari melipat tangannya di depan dada. Baron langsung bangun dari duduknya, menundukkan kepala di hadapan laki-laki yang mempunyai kekuasaan penuh di kantor itu. “Tuan, maafkan kami,” ucapnya dengan tulus. “Kalian harus dihukum!” ucap Haidar dengan tegas. Baron sudah biasa dengan sikap tuannya yang seperti itu, ia tahu tuannya bukan orang yang kejam, tapi bagi Tari dia adalah
Read more

Bab 248. Bangunnya Sang Jagoan

Andin menutupi kemaluan dan bukit kembarnya dengan tangan. “Boo, kamu apa-apaan sih?” protes Andin sembari berlari ke tempat tidur. Lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang yang polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. “Kamu benar-benar terlihat seksi, Bee,” puji Haidar sembari tersenyum. Lalu ia berjalan menuju pintu kamar, dan menguncinya. Haidar membuka jas dan dasinya. Lalu, melemparkannya ke sembarang tempat. “Bee, aku sangat merindukanmu.” Haidar membopong ibu dua anak itu dan merebahkannya di tempat tidur. “Boo, kalau anak-anak nangis gimana?” Andin masih menyelimuti tubuhnya yang semok dengan selimut. “Udah ada Bibi, kamu jangan khawatir!” ucap Haidar sembari membuka kancing kemejanya satu persatu. “Bee, tolong bukain dong!” pinta Haidar yang masih berdiri di samping tempat tidur. 
Read more

Bab 249. Malam Pertama Setelah Melahirkan ( khusus 21+)

Andin ter kejut melihat sang jagoan suaminya. “Boo, kenapa dia jadi bongsor kayak gitu?” tanya Andin sembari mengedikkan bahunya. “Nggak aku apa-apakan, dari dulu juga emang segini, mungkin kamunya aja yang udah lama nggak lihat jadi lupa,” tutur Haidar. Dengan raut wajah yang bingung ia memerhatikan jagoannya dengan seksama, tidak ada yang berubah menurutnya. ‘Baru dua bulan saja dia udah lupa dengna jagoanku,’ batin Haidar. “Kok aku jadi ngeri ya,” ucap Andin.    “Bee, kalau kamu belum siap, aku nggak akan memaksa,” balas Haidar sembari tersenyum. Lalu, ia pergi ke bawah pancuran shower. “Boo!” Andin mengikuti suaminya yang dia kira marah karena ia terkesan menolaknya. “Aku siap kok, tapi jangan di sini!” Andin memeluk suaminya dari belakang. Haidar membalikkan tub
Read more

Bab 250. Tamparan Andin

“Menikah?” Andin memiringkan badannya ke kiri hingga berhadapan dengan suaminya. “Sejak kapan mereka pacaran?” Andin begitu penasaran dengan asisten suaminya itu. Orang kepercayaan keluarga Mannaf yang sudah lebih dari dua puluh tahun menemani Haidar. “Aku melamar Tari tadi pagi,” ucap Haidar yang belum selesai berbicara, tapi sudah disela oleh istrinya. Andin menampar pipi suaminya dengan sangat kencang. Lalu, bangun dan terduduk. Tamparan yang sangat kuat sebab dirinya sedang emosi tingkat dewa mendengar sang suami melamar wanita lain. Pernyataan itu ia dengar dari mulut laki-laki yang menjadi ayah anak-anaknya itu yang membuat emosi wanita dengan dua anak itu memuncak seketika. “Astaga! Tenagamu kuat juga,” ucap Haidar sembari meraba pipinya yang terasa panas karena tamparan Andin. Pipi laki-laki dengan wajah yang tampan itu terlihat memerah, terdapa
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
61
DMCA.com Protection Status