Andin ter kejut melihat sang jagoan suaminya. “Boo, kenapa dia jadi bongsor kayak gitu?” tanya Andin sembari mengedikkan bahunya.
“Nggak aku apa-apakan, dari dulu juga emang segini, mungkin kamunya aja yang udah lama nggak lihat jadi lupa,” tutur Haidar.
Dengan raut wajah yang bingung ia memerhatikan jagoannya dengan seksama, tidak ada yang berubah menurutnya. ‘Baru dua bulan saja dia udah lupa dengna jagoanku,’ batin Haidar.
“Kok aku jadi ngeri ya,” ucap Andin.
“Bee, kalau kamu belum siap, aku nggak akan memaksa,” balas Haidar sembari tersenyum. Lalu, ia pergi ke bawah pancuran shower.
“Boo!” Andin mengikuti suaminya yang dia kira marah karena ia terkesan menolaknya. “Aku siap kok, tapi jangan di sini!” Andin memeluk suaminya dari belakang.
Haidar membalikkan tub
“Menikah?” Andin memiringkan badannya ke kiri hingga berhadapan dengan suaminya. “Sejak kapan mereka pacaran?”Andin begitu penasaran dengan asisten suaminya itu. Orang kepercayaan keluarga Mannaf yang sudah lebih dari dua puluh tahun menemani Haidar.“Aku melamar Tari tadi pagi,” ucap Haidar yang belum selesai berbicara, tapi sudah disela oleh istrinya.Andin menampar pipi suaminya dengan sangat kencang. Lalu, bangun dan terduduk. Tamparan yang sangat kuat sebab dirinya sedang emosi tingkat dewa mendengar sang suami melamar wanita lain. Pernyataan itu ia dengar dari mulut laki-laki yang menjadi ayah anak-anaknya itu yang membuat emosi wanita dengan dua anak itu memuncak seketika.“Astaga! Tenagamu kuat juga,” ucap Haidar sembari meraba pipinya yang terasa panas karena tamparan Andin. Pipi laki-laki dengan wajah yang tampan itu terlihat memerah, terdapa
"Boo! Sakit tahu!" Andin mengusap-usap pantatnya yang dipukul sang suami.Haidar tertawa terbahak-bahak mendengar ocehan istrinya. "Aku gemes, Bee.""Yaelah punya laki stres begitu," gumam Andin sembari melilitkan handuk di tubuhnya. Lalu, keluar dari kamar mandi meninggalkan suaminya yang masih tertawa.Haidar keluar setelah melilitkan handuk di pinggangnya. Ia menyusul sang istri ke ruang ganti."Sakit, Ndut?" tanya Haidar pada istrinya yang sedang memakai baju."Pantatku nggak sakit, tapi hatiku sakit dibilang gendut." Andin memukuli lengan suaminya berkali-kali, "Katanya aku semok nggak gendut," lanjutnya sembari mengerucutkan bibir."Iya, istriku kamu semok, aku salah ucap. Maaf ya." Haidar memeluk istrinya dari belakang."Lepasin ah, aku lagi buru-buru, kasian si kembar, mungkin mereka laper." Andin melepaskan pelukan su
Andin melepas pelukannya, lalu menatap wajah tampan pemilik hatinya. "Boo, Apa keluarga Mbak Tari setuju dengan keputusanmu?" tanya Andin pada suaminya."Orang tua Tari tidak ada, hanya ada Tante dan Omnya saja," jawab Haidar sembari merogoh ponselnya. "Kita telpon Baron," ucapnya.Haidar ingin memastikan kalau Baron dan Tari benar-benar melakukan perintahnya."Kamu di mana?" tanya Haidar tanpa basa-basi lagi."Saya di rumah Tari, Tuan," jawab Baron dari balik teleponnya."Hmmm." Haidar langsung memutus panggilan teleponnya setelah mendapat jawaban dari asistennya itu.Baron baru sampai di rumah Tari ketika tuannya menelpon. Ia masih di dalam mobil ketika menjawab panggilan dari Tuan Muda keluarga Mannaf itu."Apa itu, Tuan?" tanya Tari sedikit ragu.Baron menoleh pada wanita cantik di sampingnya sembari menatapnya tajam.
"Ayah kenapa baru datang?" tanya Merry pada Baron."Ayah kerja, Nak." Baron mengelus wajah calon anaknya. "Ayah nyari uang yang banyak untuk kamu.""Mobil tadi, beneran punya Ayah? Aku boleh ikut naik mobil Ayah nggak?" tanya gadis kecil itu. Ia biasa hidup sederhana tidak pernah dimanjakan dengan kemewahan. Sehingga ia sangat antusias saat tahu ayahnya mempunyai kendaraan seperti ayah teman-temannya.Upah Tari sebagai sekretaris perusahaan Mannaf grup memang tidak sedikit, dan itu digunakan untuk mencicil rumah yang ia tempati sekarang dan biaya hidup sehari-hari. Sedangkan omnya hanya bekerja sebagai pedagang bakso keliling.Baron menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Iya, Nak," jawab Baron sembari tersenyum. "Bagaimana kalau sekarang kita ke Mall, kamu mau 'kan?""Mau, Yah." Merry bersorak sambil jingkrak-jingkrak. Anak itu merasa sangat bahagia karena mempunyai se
Laki-laki yang terlihat dingin dan angkuh ternyata mempunyai hati selembut sutra. Ketulusan hati Baron telah meluluhkan hati seorang wanita yang tidak pernah mau membuka hatinya kembali setelah kejadian pahit menimpa hidupnya.Ia begitu menutup diri dari laki-laki yang mencoba mendekatinya. Ditinggal sang kekasih dalam keadaan hamil dan dibuang oleh keluarga besarnya sendiri, membuat Tari berhati-hati menjalin hubungan dekat dengan seorang pria.Namun, melihat putri semata wayangnya begitu bahagia bersama laki-laki yang dijodohkan oleh bos besarnya membuat ia yakin untuk membuka hati kembali."Nak, apa Ayah boleh bicara sebentar berdua dengan Ibu?" tanya Baron kepada gadis kecil yang duduk di pangkuannya."Boleh, Ayah." Merry segera turun dari pangkuan Baron. Lalu, menghampiri neneknya. "Ayo, Nek kita nunggu Kakek di luar!" ajak Mery pada pada wanita paruh baya itu."Iya, Sayang." Tante Rumi bangun dari duduknya, meninggalkan Tari dan Baron berdua di ru
Ketika Baron sedang mencium tangan Tari, ponselnya berdering. Ia langsung melepas tangan calon istrinya, lalu mengambil benda pipih itu dari saku kemejanya."Iya, Tuan," sahutnya saat sambungan telepon itu terhubung. Baron kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja setelah sang tuan memutus sambungan teleponnya.Haidar hanya menyuruhnya untuk melakukan fitting baju esok hari bersama keluarga Tari dan keluarga Mannaf."Ya ampun, Boo, kalau ngasih info tuh yang jelas. Kamu yakin Baron denger apa yang kamu ucapin?" tanya Andin pada sang suami yang mengucapkan satu kalimat saja saat menelpon, dan langsung menutup sambungan teleponnya dengan cepat."Dia udah jawab iya," sahut Haidar pada sang istri yang protes terhadap perlakuan suaminya kepada Baron."Seenggaknya pake basa-basi dulu atau tanya yang lain gitu," ucap Andin yang masih protes tentang sikap suaminya.
Haidar merebahkan kembali tubuh seksi istrinya ke tempat tidur empuk miliknya. Lalu mencium bibir wanita cantik yang terlihat seksi dan semakin menggoda untuk melumatnya. Ia melakukannya dengan perlahan, lalu disesapi bibir manis itu dengan penuh cinta.Kedua anak manusia yang dimabuk asmara sedang melepas rindu kembali. Padahal baru saja mereka melepaskan rasa yang bergejolak setelah dua bulan tidak berhubungan. Kini mereka menikmati kembali hubungan suami istri itu.Haidar melucuti pakaian sang istri hingga ibu muda itu sudah polos tanpa ada sehelai benang pun di tubuhnya. Tubuh yang semakin berisi yang membuat Haidar semakin bergairah melihatnya.Laki-laki tampan itu menciumi perut sang istri sampai daerah keramat di bawah perut. Ketika lidah Haidar hendak bermain-main di daerah terlarang itu, Andin menghentikannya.“Boo, langsung tancap gas aja, jangan kelamaan manasinnya! Nanti mereka kebu
Setelah selesai menyusui Gara, Andin kembali menaruh bayi pertamanya di ranjang bayi. “Boo, aku mau mandi dulu, kamu jagain mereka ya!” perintah Andin pada suaminya. “Takutnya mereka nangis.” Andin sengaja menjadikan anaknya sebagai alasan untuk menghindari suaminya supaya tidak mandi bersama. ‘Kalau sampai mandi bareng-bareng yang ada dia minta nambah lagi,’ batin Andin sembari tersenyum, melenggang menuju kamar mandi. “Jangan lama-lama ya, Semok! Aku juga pengin cepat-cepat mandi,” ujar laki-laki yang hanya mengenakan boxer berwarna hitam. “Iya,” sahut Andin sebelum masuk kamar mandi. Sementara di rumah Tari. Baron dan yang lainnya sedang bersiap-siap hendak pergi ke Mall untuk mengajak Merry jalan-jalan. “Semua sudah siap?” Baron menoleh ke kursi belakang, di mana calon anak dan mertuanya duduk. Sementara Tari duduk di kursi depan di samping calon suaminya. &
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha