All Chapters of Pengantin Tuan Haidar: Chapter 251 - Chapter 260

606 Chapters

Bab 251. Ancaman Sang Istri

"Boo! Sakit tahu!" Andin mengusap-usap pantatnya yang dipukul sang suami. Haidar tertawa terbahak-bahak mendengar ocehan istrinya. "Aku gemes, Bee." "Yaelah punya laki stres begitu," gumam Andin sembari melilitkan handuk di tubuhnya. Lalu, keluar dari kamar mandi meninggalkan suaminya yang masih tertawa.  Haidar keluar setelah melilitkan handuk di pinggangnya. Ia menyusul sang istri ke ruang ganti.  "Sakit, Ndut?" tanya Haidar pada istrinya yang sedang memakai baju. "Pantatku nggak sakit, tapi hatiku sakit dibilang gendut." Andin memukuli lengan suaminya berkali-kali, "Katanya aku semok nggak gendut," lanjutnya sembari mengerucutkan bibir. "Iya, istriku kamu semok, aku salah ucap. Maaf ya." Haidar memeluk istrinya dari belakang. "Lepasin ah, aku lagi buru-buru, kasian si kembar, mungkin mereka laper." Andin melepaskan pelukan su
Read more

Bab 252. Aku Ayahmu

Andin melepas pelukannya, lalu menatap wajah tampan pemilik hatinya. "Boo, Apa keluarga Mbak Tari setuju dengan keputusanmu?" tanya Andin pada suaminya. "Orang tua Tari tidak ada, hanya ada Tante dan Omnya saja," jawab Haidar sembari merogoh ponselnya. "Kita telpon Baron," ucapnya.Haidar ingin memastikan kalau Baron dan Tari benar-benar melakukan perintahnya."Kamu di mana?" tanya Haidar tanpa basa-basi lagi."Saya di rumah Tari, Tuan," jawab Baron dari balik teleponnya."Hmmm." Haidar langsung memutus panggilan teleponnya setelah mendapat jawaban dari asistennya itu.Baron baru sampai di rumah Tari ketika tuannya menelpon. Ia masih di dalam mobil ketika menjawab panggilan dari Tuan Muda keluarga Mannaf itu."Apa itu, Tuan?" tanya Tari sedikit ragu. Baron menoleh pada wanita cantik di sampingnya sembari menatapnya tajam.
Read more

Bab 253. Bahagia Selamanya

"Ayah kenapa baru datang?" tanya Merry pada Baron. "Ayah kerja, Nak." Baron mengelus wajah calon anaknya. "Ayah nyari uang yang banyak untuk kamu." "Mobil tadi, beneran punya Ayah? Aku boleh ikut naik mobil Ayah nggak?" tanya gadis kecil itu. Ia biasa hidup sederhana tidak pernah dimanjakan dengan kemewahan. Sehingga ia sangat antusias saat tahu ayahnya mempunyai kendaraan seperti ayah teman-temannya. Upah Tari sebagai sekretaris perusahaan Mannaf grup memang tidak sedikit, dan itu digunakan untuk mencicil rumah yang ia tempati sekarang dan biaya hidup sehari-hari. Sedangkan omnya hanya bekerja sebagai pedagang bakso keliling. Baron menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Iya, Nak," jawab Baron sembari tersenyum. "Bagaimana kalau sekarang kita ke Mall, kamu mau 'kan?"  "Mau, Yah." Merry bersorak sambil jingkrak-jingkrak. Anak itu merasa sangat bahagia karena mempunyai se
Read more

Bab 254. Masa Lalu Biarlah Berlalu

Laki-laki yang terlihat dingin dan angkuh ternyata mempunyai hati selembut sutra. Ketulusan hati Baron telah meluluhkan hati seorang wanita yang tidak pernah mau membuka hatinya kembali setelah kejadian pahit menimpa hidupnya.Ia begitu menutup diri dari laki-laki yang mencoba mendekatinya. Ditinggal sang kekasih dalam keadaan hamil dan dibuang oleh keluarga besarnya sendiri, membuat Tari berhati-hati menjalin hubungan dekat dengan seorang pria.Namun, melihat putri semata wayangnya begitu bahagia bersama laki-laki yang dijodohkan oleh bos besarnya membuat ia yakin untuk membuka hati kembali."Nak, apa Ayah boleh bicara sebentar berdua dengan Ibu?" tanya Baron kepada gadis kecil yang duduk di pangkuannya."Boleh, Ayah." Merry segera turun dari pangkuan Baron. Lalu, menghampiri neneknya. "Ayo, Nek kita nunggu Kakek di luar!" ajak Mery pada pada wanita paruh baya itu."Iya, Sayang." Tante Rumi bangun dari duduknya, meninggalkan Tari dan Baron berdua di ru
Read more

Bab 255. Olahraga Malam

Ketika Baron sedang mencium tangan Tari, ponselnya berdering. Ia langsung melepas tangan calon istrinya, lalu mengambil benda pipih itu dari saku kemejanya. "Iya, Tuan," sahutnya saat sambungan telepon itu terhubung. Baron kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja setelah sang tuan memutus sambungan teleponnya. Haidar hanya menyuruhnya untuk melakukan fitting baju esok hari bersama keluarga Tari dan keluarga Mannaf. "Ya ampun, Boo, kalau ngasih info tuh yang jelas. Kamu yakin Baron denger apa yang kamu ucapin?" tanya Andin pada sang suami yang mengucapkan satu kalimat saja saat menelpon, dan langsung menutup sambungan teleponnya dengan cepat. "Dia udah jawab iya," sahut Haidar pada sang istri yang protes terhadap perlakuan suaminya kepada Baron. "Seenggaknya pake basa-basi dulu atau tanya yang lain gitu," ucap Andin yang masih protes tentang sikap suaminya. 
Read more

Bab 256. Kembali Melepas Rindu (khusus 21+)

Haidar merebahkan kembali tubuh seksi istrinya ke tempat tidur empuk miliknya. Lalu mencium bibir wanita cantik yang terlihat seksi dan semakin menggoda untuk melumatnya. Ia melakukannya dengan perlahan, lalu disesapi bibir manis itu dengan penuh cinta. Kedua anak manusia yang dimabuk asmara sedang melepas rindu kembali. Padahal baru saja mereka melepaskan rasa yang bergejolak setelah dua bulan tidak berhubungan. Kini mereka menikmati kembali hubungan suami istri itu. Haidar melucuti pakaian sang istri hingga ibu muda itu sudah polos tanpa ada sehelai benang pun di tubuhnya. Tubuh yang semakin berisi yang membuat Haidar semakin bergairah melihatnya. Laki-laki tampan itu menciumi perut sang istri sampai daerah keramat di bawah perut. Ketika lidah Haidar hendak bermain-main di daerah terlarang itu, Andin menghentikannya. “Boo, langsung tancap gas aja, jangan kelamaan manasinnya! Nanti mereka kebu
Read more

Bab 257. Adik Bayi

Setelah selesai menyusui Gara, Andin kembali menaruh bayi pertamanya di ranjang bayi. “Boo, aku mau mandi dulu, kamu jagain mereka ya!” perintah Andin pada suaminya. “Takutnya mereka nangis.”   Andin sengaja menjadikan anaknya sebagai alasan untuk menghindari suaminya supaya tidak mandi bersama. ‘Kalau sampai mandi bareng-bareng yang ada dia minta nambah lagi,’ batin Andin sembari tersenyum, melenggang menuju kamar mandi.   “Jangan lama-lama ya, Semok! Aku juga pengin cepat-cepat mandi,” ujar laki-laki yang hanya mengenakan boxer berwarna hitam.   “Iya,” sahut Andin sebelum masuk kamar mandi.   Sementara di rumah Tari. Baron dan yang lainnya sedang bersiap-siap hendak pergi ke Mall untuk mengajak Merry jalan-jalan.   “Semua sudah siap?” Baron menoleh ke kursi belakang, di mana calon anak dan mertuanya duduk. Sementara Tari duduk di kursi depan di samping calon suaminya. &
Read more

Bab 258. Janji Sang Ayah

"Ayah nggak bohong 'kan?" tanya Merry pada Baron. "Tanya ibumu juga! Kalau Ayah, sanggup memberimu adik bayi yang banyak," jawab Baron sembari melirik sang calon istri yang duduk di sampingnya. Mereka kini sedang duduk santai di kedai es krim. 'Dia benar-benar menjebakku,' batin Tari sembari melirik calon suaminya. Kini ibu muda itu menatap anaknya. "Iya, Sayang. Kita berdoa saja supaya Ayah dan Ibu bisa memberimu adik bayi," ucapnya sembari mengelus lengan anaknya. "Hore ... terima kasih Ibu." Merry memeluk ibunya dan mencium pipi wanita cantik itu. "Kapan Ibu dan Ayah bisa memberiku seorang adik bayi?" lanjutnya sembari menatap Ayah dan ibunya secara bergantian. "Nanti, Nak, kalau Ayah dan Ibu sudah menikah," jawab Baron sembari tersenyum. "Owh begitu ya. Jadi, Ayah dan Ibu harus menikah dulu kalau mau dapat adik bayi?" Merry menghampiri ayahnya. "Bukannya dulu Ayah sudah menik
Read more

Bab 259. Jodoh Terbaik

"Terima kasih, Nak," ucap Pak Deni sembari menepuk bahu Baron. "Bapak titip Tari dan Merry sama kamu. Tolong bahagiakan mereka! Bapak percaya sama kamu," lanjutnya sembari menyeka buliran bening yang menggenang di pelupuk matanya."Iya, Pak, saya akan membahagiakan mereka. Terima kasih sudah memercayai saya," balas Baron sembari tersenyum ramah pada calon mertuanya.Pak Deni dan Baron sedang duduk di ruang tunggu sebuah toko mainan terbesar untuk menunggu Merry , Ibu dan neneknya memilih boneka untuk gadis kecil itu."Nak, Bapak cuma omnya Tari bukan bapak kandungnya. Jadi, kamu harus meminta restu beliau untuk memintanya menjadi wali nikah," tutur Pak Deni yang merupakan adik kandung dari ayahnya Tari."Kakak kandung Bapak sudah meninggal setahun lalu," jawab Baron dengan sangat hati-hati. "Maafkan saya, sebelumnya saya sudah menyelidiki tentang Tari. Saya minta maaf sudah lancang," ucap Baron dengan tulus sembari menundukkan kepalanya."Nggak apa
Read more

Bab 260. Keluarga Baru

"Tari, saya disuruh ke rumah Tuan besar segera. Kita ke sana dulu ya, setelah dari sana saya antar kalian pulang," bisik Baron di telinga calon istrinya.Tari menganggukkan kepalanya tanda setuju, ia tidak bisa membuka mulutnya karena jantungnya terasa berdebar-debar saat wajah calon suaminya berada sangat dekat."Nak, kita pulang sekarang ya." Baron langsung menggendong gadis kecil itu tanpa menunggu jawab an dari anak kecil itu. Mereka pun keluar dari toko mainan dengan segera.Merry merasa kecewa, tapi anak kecil itu hanya diam saja tanpa berani protes. Ia takut kalau sang ayah akan pergi meninggalkannya lagi kalau ia tidak menuruti perintahnya."Pak, kita ke rumah Tuan besar dulu ya. Setelah urusan saya selesai, baru saya antar pulang," ujar Baron pada calon mertuanya ketika mereka sudah berada di dalam mobil."Iya, Nak. Terserah kamu aja," balas Pak Deni dengan ramah.Merry tidak banyak bicara seperti biasanya. Ia hanya duduk diam semba
Read more
PREV
1
...
2425262728
...
61
DMCA.com Protection Status