"Tari, saya disuruh ke rumah Tuan besar segera. Kita ke sana dulu ya, setelah dari sana saya antar kalian pulang," bisik Baron di telinga calon istrinya.
Tari menganggukkan kepalanya tanda setuju, ia tidak bisa membuka mulutnya karena jantungnya terasa berdebar-debar saat wajah calon suaminya berada sangat dekat.
"Nak, kita pulang sekarang ya." Baron langsung menggendong gadis kecil itu tanpa menunggu jawab an dari anak kecil itu. Mereka pun keluar dari toko mainan dengan segera.
Merry merasa kecewa, tapi anak kecil itu hanya diam saja tanpa berani protes. Ia takut kalau sang ayah akan pergi meninggalkannya lagi kalau ia tidak menuruti perintahnya.
"Pak, kita ke rumah Tuan besar dulu ya. Setelah urusan saya selesai, baru saya antar pulang," ujar Baron pada calon mertuanya ketika mereka sudah berada di dalam mobil.
"Iya, Nak. Terserah kamu aja," balas Pak Deni dengan ramah.
Merry tidak banyak bicara seperti biasanya. Ia hanya duduk diam semba
"Maaf, Tuan, beliau orang tua Tari, keluarga baru saya," sahut Baron dengan sangat sopan."Owh ini orang tuanya Tari." Mami Inggit bangun dari duduknya. "Kebetulan sekali, silakan duduk Pak, Bu," ucap Mami Inggit dengan ramah."Terima kasih, Nyonya," balas Tante Rumi kepada Mami Inggit."Jangan panggil Nyonya! Udah kayak anak itu aja, susah banget manggil saya dengan sebutan Mami." Mami Inggit melirik pada Baron yang hendak duduk di samping suaminya."Baik, Bu," balas Tante Rumi dengan sopan.Tante Rumi duduk dekat Mami Inggit, Merry dan Tari duduk di samping Tante Rumi. Sementara Baron dan Pak Deni duduk berdekatan dengan Papi Mannaf."Tari, kamu mau dekorasi pelaminan yang seperti apa?" tanya Mami Inggit kepada calon istri Baron sembari menyodorkan beberapa gambar dekorasi pelaminan yang terlihat mewah."Saya ikut aja, Nyonya," jawab Tari dengan sopan."Kamu yang akan menikah, kamu harus pilih yang kamu suka, saya nggak
"Acaranya di rumah saya saja, Tuan. Resepsi biasa, jangan terlalu mewah yang penting orang terdekat tahu kami menikah." Kini Baron yang berbicara. Ia memberanikan diri mengungkapkan keinginannya, tidak seperti biasa yang akan selalu menerima apa pun yang diberikan Tuan besar."Baiklah, saya akan penuhi permintaan pertamamu," jawab Papi Mannaf sembari terkekeh.Selama ini Baron tidak pernah meminta sesuatu ataupun menolak usul dari sang tuan, kini di hari bahagianya ia mengutarakan keinginannya."Tapi, untuk gaun pernikahan kamu harus setuju dengan usul Mami, besok kita fitting baju di butik langganan saya," tegas Mami Inggit. "Nanti Tari bilang aja mau model seperti apa," jelas Mami Inggit pada calon istri Baron.Walaupun butiknya ia yang menentukan, tapi untuk model gaun pengantinnya, itu ia serahkan kepada sang pengantin."Iya, Nyonya," jawab Tari dengan sopan. "Sebelumny
Setelah urusannya di rumah Tuan besar selesai, Baron segera mengantar keluarga calon istrinya pulang."Nak, kamu langsung tidur ya, besok pagi-pagi kita pindah ke rumah Ayah," kata Baron pada Merry yang ada dalam gendongannya hendak masuk ke dalam rumah setelah pulang dari rumah Tuan Mannaf."Iya, Ayah," jawab Merry sembari tersenyum manis pada ayahnya. Walaupun ia sedikit kecewa karena tidak jadi membeli boneka kesukaannya, tapi anak kecil itu tetap tersenyum. 'Nggak apa-apa deh nggak beli boneka juga, yang penting aku punya Ayah,' ucap Merry dalam hatinya. Lalu, mencium pipi ayahnya berulang-ulang."Kelihatannya kamu sangat bahagia atau sedang merayu Ayah?" canda Baron pada anak gadis berusia lima tahun yang ada dalam gendongannya.Merry tersenyum manis pada laki-laki yang ia kira ayah kandungnya. "Terima kasih udah menjadi Ayah aku. Walaupun Ayah baru datang padaku, tapi aku senang banget punya Ay
Selamat malam kakak-kakak semua saya mohon maaf untuk satu atau dua hari ke depan Pengantin Tuan Haidar, Taruhan Cinta CEO dan Jerat Cinta CEO Mesum, nggak bisa update seperti biasanya dikarenakan keluarga saya sedang berduka. Mohon pengertiannya, tetima kasih sudah mengikuti cerita saya sampai saat ini. Setelah urusan saya selesai, saya akan update ketiga novel saya seperti biasanya. Untuk Jerat Cinta CEO Mesum saya usahakan akan update tiap hari seperti novel saya yang lainnya setelah urusan saya selesai. Mohon doanya semoga sodara saya tenang di alam sana. Doakan saya supaya bisa update secepatnya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih.
"Ayah, turunkan aku!" Merry meronta dalam gendongan sang ayah, ia sudah tidak sabar ingin segera turun."Sabar, Nak. Kalau kamu jatuh bagaimana?" ucap Baron pada putri calon istrinya yang meronta dalam gendongannya ingin segera diturunkan."Iya, Ayah," sahut Merry.Baron segera menurunkan anak gadis berusia lima tahun itu dari gendongannya. Merry segera berlari menghampiri boneka beruang yang tadi tidak ia pilih di toko mainan karena terlalu besar."Ayah, apa ini punyaku?" tanya Merry pada Baron sembari memeluk boneka beruang berwarna pink yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya yang mungil."Tentu saja," sahut Baron. "Kalau bukan untuk kamu untuk siapa lagi." Baron mendekati putrinya yang terlihat sangat bahagia.Wanita cantik itu pun mengikuti calon suaminya, menghampiri sang anak dengan senyuman yang tidak pernah pudar dari wajahnya.Sementara Tante Rumi dan suaminya masuk ke dalam kamarnya untuk berkemas supaya pagi-pagi su
"Siapa yang cemburu," kilah Tari sembari melangkahkan kakinya menuju teras depan rumah meninggalkan anak dan calon suaminya. Ia merasa malu dengan ucapannya sendiri, maksud hati ingin bercanda malah dia yang jadi bahan ledekan."Nak, Ayah pulang dulu ya, kamu masuk kamar sana!" titah Baron pada anak kecil itu sembari mengusap rambutnya.Setelah Merry masuk kamar, ia keluar rumah untuk menghampiri calon istrinya yang sudah lebih dulu keluar menuju teras depan rumah.Baron duduk di kursi yang terbuat dari bambu hitam yang ada di depan teras rumah Tari. Sang calon istri juga duduk di sebelahnya."Besok pagi-pagi saya jemput. Bawa barang yang menurut kamu penting saja. Nanti seandainya kamu rindu dengan rumah ini dan mau menginap di sini, tidak perlu lagi membawanya kemari," ujar Baron pada Tari yang sedang menatap wajahnya dari samping.Sementara dirinya terus menatap ke depan. Ada
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Baron sudah berada di kantor. Walaupun Haidar memberikannya cuti untuk mempersiapkan hari pernikahannya, akan tetapi laki-laki yang sudah lebih dari dua puluh tahun mengabdikan diri pada keluarga Mannaf tetap melakukan tugasnya seperti biasa.Ia menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu sebelum menjemput keluarga Tari untuk pindah ke rumahnya. Jam menunjukan pukul delapan pagi, dua jam sudah ia berada di dalam kantor untuk menyelesaikan tugasnya. Saat keluar dari ruangannya, ia berpapasan dengan sang tuan di depan ruangan.“Selamat pagi, Tuan,” sapa Baron pada Haidar sambil menundukkan kepalanya.Haidar terkejut melihat Baron keluar dari ruangannya. Padahal ia sudah membebastugaskan laki-laki itu selama menyiapkan persiapan pernikahannya.“Kenapa kamu masih ke kantor? Jangan mencemaskan kerjaan kantor, saya bisa mengatasinya sendiri. Kamu fokus pada pernikahan saja!” tita Haidar pada asistennya itu.
TOK TOK TOK TOKSuara ketukan pintu terdengar dari balik pintu ruangan sang CEO. Setelah ada sahutan dari dalam, seorang wanita cantik yang memakai kemeja berwarna putih dengan kancing atas yang dibiarkan terbuka hingga belahan dadanya yang montok terlihat menyembul.Wanita cantik itu memakai rok selutut dengan belahan yang sedikit lebih tinggi, memperlihatkan pahanya yang mulus. Dengan riasan wajah yang natural membuat penampilan wanita cantik itu semakin sempurna.“Selamat pagi, Tuan,” sapa wanita cantik itu sembari tersenyum manis pada sang CEO saat masuk ke dalam ruangan orang nomor satu di perusahaan itu.Wanita cantik itu berjalan dengan sangat anggun mendekati sang CEO. “Perkenalkan, nama saya Cempaka,” ucapnya dengan lembut sembari menyibak kerah kemejanya supaya gunung kembarnya semakin terlihat.‘Astaga, dari mana datangnya wanita ini? Dia terlihat sangat seksi dan menggoda. Ini merupakan ancaman bagi si Jago